XL Axiata

Salah satu pemberitaan menarik ketika penulis baca-baca berita terbaru soal industri telekomunikasi adalah, para pelakunya memiliki optimisme yang berbeda-beda dalam menghadapi tahun 2011. Rinaldi Firmansyah contohnya. Direktur Telkom (TLKM) ini mengatakan bahwa bisnis telekomunikasi pada tahun 2011 ini tidak akan tumbuh setinggi tahun sebelumnya, karena level penetrasi kepemilikan telepon selular terhadap populasi penduduk sudah mendekati 100%. Artinya, dari sekitar 230 juta penduduk Indonesia, hampir semuanya sudah memiliki handphone. Kalau begitu, kepada siapa lagi kita bisa menjual sim card?

Hal berbeda disampaikan Hasnul Suhaimi, Direktur XL Axiata (EXCL). Menurutnya, industri telekomunikasi pada tahun ini masih bisa tumbuh pesat. Beliau gak secara spesifik menjelaskan apa alasannya, tapi mungkin optimisme itu lebih karena didukung fakta bahwa EXCL kini sudah tinggal selangkah lagi untuk menyalip Indosat (ISAT), sebagai operator telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia (atau malah sudah? yang pertama masih tetap Telkomsel, anak usahanya Telkom).


Kalau menurut penulis sendiri, industri telekomunikasi pada tahun 2011 ini tentunya masih bisa tumbuh pesat, dan ada beberapa alasan untuk itu. Pertama, jumlah penduduk Indonesia yang terakhir kita ketahui adalah 230 juta, tapi pada akhir tahun 2011 nanti kemungkinan besar jumlah itu akan bertambah. Jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya tumbuh kira-kira 2%. Katakanlah akhir tahun 2010 lalu jumlah penduduk Indonesia tepat 230 juta, maka pada akhir tahun 2011 nanti akan menjadi 234.6 juta. Jadi? Akan terdapat 4.6 juta penduduk baru yang bisa dijadikan target pelanggan telepon selular. Dan tahun berikutnya akan ada penambahan penduduk lagi, dan seterusnya.

Kedua, saat ini mayoritas pelanggan telekomunikasi gak cuma punya satu nomor telepon. Penulis sendiri malah punya tiga. Jadi jumlah penjualan kartu perdana seluler atau sim card, gak seharusnya dibatasi oleh populasi penduduk. Ketiga, pasar telekomunikasi kini sudah berpindah dari layanan SMS dan telepon, ke layanan internet. Sementara pengguna internet di Indonesia masih belum banyak, baru sekitar 40 juta orang. Jadi pasarnya masih sangat terbuka lebar. Dan keempat, teknologi internet akan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Saat ini teknologi internet terbaru di Indonesia adalah 3.5G. Dan dalam beberapa waktu kedepan, akan dikembangkan teknologi Long Term Evolution (LTE) yang dikenal juga dengan 4G. Artinya? Para pengguna internet nantinya harus mengganti modemnya. Dan itu adalah pasar yang sangat bagus!

Kesimpulannya, dalam hal ini penulis lebih setuju sama pendapatnya Om Hasnul. Meski demikian faktor yang bisa menghambat pertumbuhan bisnis telekomunikasi bukannya tidak ada sama sekali. Jumlah operator telekomunikasi di Indonesia yang cukup banyak yaitu mencapai 11 operator, membuat level persaingan di industri ini sangat ketat, sehingga perusahaan telekomunikasi yang tidak mampu mencatat kinerja bagus akan ditendang keluar oleh perusahaan lainnya.

Lalu bagaimana dengan kinerja dari EXCL sendiri? Kebetulan, pagi ini EXCL sudah merilis laporan keuangan full year 2010 (LK FY10). Dan sekilas, pertumbuhannya cukup bagus.

EXCL mencatat kenaikan penjualan, laba operasional, dan laba bersih masing-masing 27.1%, 109.6%, dan 69.1%. Kenapa kok kenaikan laba bersihnya lebih rendah dari kenaikan laba operasional? Karena EXCL ini utangnya banyak, sehingga labanya terkuras oleh beban bunga utang. Pada 2010, EXCL menghabiskan 842 milyar untuk membayar bunga. Tapi untungnya, jumlah itu lebih kecil dari tahun sebelumnya, yang 1.3 trilyun. Alhasil, laba EXCL masih bisa naik cukup signifikan.

Yang menarik dari kinerja EXCL pada LK-nya kali ini adalah, mereka tampak serius memperbaiki komposisi neracanya. Utang EXCL memang masih besar, yaitu 15.5 trilyun, lebih besar dari ekuitasnya yang cuma 11.7 trilyun. Namun utang tersebut sudah berkurang 16.4%, sementara ekuitasnya bertambah 33.1%. Dan penambahan ekuitas tersebut sepenuhnya berasal dari peningkatan saldo labanya, yang mencapai 110.5%. So, meski neraca EXCL tidak begitu bagus (penulis selalu lebih suka emiten yang utangnya lebih kecil dari ekuitasnya), namun perbaikan yang terjadi terbilang cukup pesat. Mereka mampu mengurangi utang tanpa harus mengurangi total aset (aset EXCL hanya turun 0.5%).

Lalu bagaimana dengan sahamnya?

Sayangnya, harga 5,200 untuk ukuran perusahaan telekomunikasi termasuk agak mahal, dimana PBV EXCL mencapai 3.8 kali. Kalau kita bandingkan dengan Telkom (TLKM) misalnya, rata-rata PBV TLKM dalam beberapa waktu terakhir dibawah 3 kali. Namun karena pertumbuhan laba bersihnya cukup baik, PER EXCL hanya 15.3 kali. Alhasil kalau kita perhatikan pergerakan sahamnya dalam beberapa bulan terakhir, EXCL hanya bisa mondar mandir di 5,000 – 6,000, namun disisi lain tidak pernah turun hingga dibawah 5,000, bahkan ketika IHSG lagi terkoreksi, karena fundamentalnya memang kuat. Kesimpulannya? Kalau mau diambil untuk long term, maka mungkin kita masih harus menunggu EXCL kembali meningkatkan ekuitasnya, hingga PBV-nya jadi lebih rendah, mungkin lebih rendah dari 3.0 kali. Kalau untuk mid term sih, target 5,800 – 6,000 termasuk realistis.

Tapi mengingat industri telekomunikasi masih cukup menjanjikan seperti yang sudah dibahas diatas, dan sejauh ini pertumbuhan EXCL dari periode ke periode cukup pesat (terutama sejak diakuisisi oleh Axiata Bhd.), maka EXCL mungkin boleh juga di-collect untuk 1 atau 2 tahun. Anda cukup meliriknya setiap tiga bulan sekali, yaitu setiap mereka merilis LK terbaru. Kalau mau meminimalisir resiko, usahakan untuk masuk di harga 5,000 pas. Lho, memangnya saham EXCL gak mungkin turun lebih rendah dari 5,000? Tentu saja kemungkinan itu tetap ada, apalagi seperti yang disebut diatas, harga EXCL agak mahal dari sisi PBV. Namun mengingat fundamentalnya kuat, maka kalaupun EXCL turun hingga dibawah 5,000, dalam jangka panjang dia hampir pasti akan naik lagi.

XL Axiata (EXCL)
Rating kinerja pada 2010: A
Rating saham pada 5,200: A

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)