The Sleeping Giant

Ada yang menarik ketika penulis mempelajari catatan ekspor impor Indonesia untuk tahun penuh 2012, yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), awal Februari lalu, yaitu: Nilai impor besi dan baja untuk tahun 2012 meningkat signifikan, tepatnya 18.2% dibanding tahun 2011. Demikian pula nilai impor untuk barang-barang dari besi dan baja, juga meningkat 36.8%. Untuk beberapa jenis barang lainnya yang juga mengandung komponen besi dan baja, seperti mesin, elektronik, produk otomotif, hingga kapal terbang, semuanya juga meningkat signifikan antara 15 - 30%.

Padahal nilai impor Indonesia sendiri secara keseluruhan (termasuk impor migas) hanya meningkat 8.0%. Artinya? Kebutuhan Indonesia akan besi dan baja, termasuk produk-produk turunannya, telah meningkat pesat dalam setahun terakhir ini, termasuk kebutuhan akan besi dan baja untuk proyek-proyek konstruksi dan infrastruktur. Nilai impor besi dan baja beserta produk turunannya pada tahun 2012 juga telah mencapai 40% dari total nilai impor Indonesia, meningkat dibanding 37% pada tahun 2011.

Nah, jika kebutuhan akan besi dan baja di Indonesia telah meningkat pesat, namun yang memenuhinya adalah produsen besi dan baja dari luar negeri, maka coba tebak siapa yang ketinggalan kereta disini? Benar sekali, Krakatau Steel (KRAS). Hingga Kuartal III 2012, KRAS hanya mampu mencatat kenaikan pendapatan 25.5%, dari Rp12.7 menjadi 15.9 trilyun. Tapi yang lebih menarik untuk dicermati adalah laba bersihnya yang sangat-sangat kecil, yakni cuma Rp5 milyar, itupun karena perusahaan memperoleh pendapatan non operasional dari penjualan aset tetap (tanah, dll). Jika pendapatan non operasional tersebut tidak ada, maka sejatinya KRAS mengalami laba minus alias rugi. Penyebabnya? Karena mahalnya biaya bahan baku pembuatan besi dan baja. Masalah biaya bahan baku ini merupakan masalah klasik sebenarnya, alias sudah dari dulu, yang sayangnya sampai sekarang belum bisa diselesaikan oleh perusahaan.

So, dengan demikian KRAS memiliki dua masalah: 1. Tidak mampu memanfaatkan momentum pasar besi dan baja yang sedang booming, 2. Masih mengalami kesulitan dalam hal efisiensi biaya produksi. Dalam perspektif fundametal, kedua masalah tersebut tentu saja menyebabkan sahamnya tidak layak dilirik, karena ujungnya menyebabkan perusahaan tidak mampu mencetak laba. Namun kalau kita mempertimbangkan pula bahwa: 1. KRAS ini bermain di industri strategis yaitu besi dan baja, dan merupakan satu-satunya perusahaan besar di Indonesia yang bermain di industri ini, sehingga tidak mungkin dibiarkan bangkrut, 2. This company is too big to fail, asetnya mencapai Rp23.4 trilyun, dan 3. Peluang bisnisnya justru lagi sangat bagus kok, tinggal bagaimana perusahaan bisa memanfaatkannya atau nggak, maka: KRAS tetap layak untuk diperhatikan. Tinggal pertanyaannya sekarang, apakah pihak perusahaan cuma berdiam diri saja dan menerima statusnya sebagai perusahaan gagal, ataukah mereka sedang ‘do something’ dan berusaha untuk bangkit? Untungnya, jawabannya adalah, mereka sedang ‘do something’. In fact, they are doing a plenty of things.

Gudang penyimpanan baja gulungan milik Krakatau Steel di Cilegon, Banten

Berikut adalah beberapa proyek strategis yang sedang dikerjakan oleh perusahaan, dan progressnya hingga Maret 2012 (udah cukup lama, jadi seharunya sekarang ini beberapa proyek sudah selesai dikerjakan dan juga sudah beroperasi):

  1. Peningkatan kapasitas pabrik baja gulungan, dari 2.0 juta ton  menjadi 2.4 juta ton per tahun, sudah selesai. Kedepannya kapasitas pabrik baja gulungan ini akan ditingkatkan lagi menjadi 3.5 juta ton per tahun, tapi selesainya dijadwalkan tahun 2014 alias masih agak lama.
  2. Pembangunan fasilitas pengolahan bijih besi di Kalimantan Selatan, dengan bekerja sama (patungan) dengan PT Aneka Tambang (ANTM). Nama perusahaan patungannya adalah PT Meratus Jaya. Harusnya sih sudah selesai dan sudah beroperasi. Dengan adanya fasilitas ini, KRAS akan memperoleh suplai bahan baku yang lebih murah (gak perlu ngimpor lagi dari Australia, atau minimal dikurangi).
  3. Modernisasi fasilitas pembuatan baja, salah satunya dengan pembangunan proyek blast furnace. Jika proyek ini selesai, maka akan mengurangi ketergantungan KRAS terhadap baku iron ore pellet (bijih besi berbentuk butiran) atau steel scrap (kepingan baja), karena blast furnace ini hanya memerlukan bahan baku bijih besi biasa (yang akan dipenuhi oleh proyek no. 2 diatas) untuk bisa diolah menjadi besi dan baja mentah (slab steel), untuk kemudian diolah lebih lanjut menjadi baja gulungan. Selama ini salah satu penyebab mahalnya biaya produksi KRAS adalah karena mahalnya harga iron ore pellet dan steel scrap tadi, sehingga jika blast furnace ini nanti beroperasi, bisa dipastikan akan sangat menghemat biaya produksi perusahaan. Manajemen memperkirakan bahwa blast furnace akan bisa menghemat biaya produksi sebesar US$ 40 – 50 per ton besi dan baja yang dihasilkan. Namun proyek blast furnace ini masih agak lama selesainya, yakni tahun 2014.
  4. Modernisasi lainnya adalah dengan pembangunan fasilitas direct reduction plant (pabrik pembakaran/reduksi baja) dan slab steel plant (pabrik pengolahan baja mentah), progress-nya masing-masing 96.7% dan 84.3%.
  5. Terakhir, dan ini merupakan proyek utama dari perusahaan, yakni Joint Venture Krakatau – Posco (Posco adalah perusahaan baja asal Korea Selatan), untuk mendirikan pabrik besi dan baja terintegrasi, termasuk infrastruktur pendukung seperti pelabuhan, pembangkit listrik, dan waduk untuk menyediakan suplai air. Saat ini penyiapan lahan untuk didirikan pabrik diatasnya sudah selesai, sementara pendirian pabriknya sendiri dijadwalkan akan selesai akhir tahun 2013. Jika proyek ini berjalan lancar, maka kapasitas produksi KRAS akan meningkat signifikan di tahun 2014 atau 2015 nanti.
Berikut ini adalah gambaran tentang bagaimana KRAS akan memproduksi besi dan baja pada tahun 2014 atau 2015 nanti (dengan asumsi semua proyek diatas berjalan lancar), berikut prosesnya:

  1. KRAS memperoleh pasokan bijih besi dari tambang dan fasilitas pengolahan bijih besi di Kalimantan Selatan, yang dimiliki bersama dengan ANTM
  2. Bijih besi ini kemudian diolah menjadi besi dan baja mentah, menggunakan fasilitas blast furnace. Kali ini, perusahaan tidak lagi membutuhkan iron ore pellet atau steel scrap untuk membuat besi dan baja mentah tersebut.
  3. Besi dan baja mentah yang dihasilkan kemudian diolah menjadi baja gulungan. Hasilnya bisa langsung dijual, atau dipotong-potong menjadi kawat baja, baja lembaran, baja konstruksi, dll, kemudian baru dijual.
  4. Untuk meningkatkan kapasitas produksi dan nilai tambah dari produk yang dijual, maka KRAS juga bisa memproduksi besi dan baja melalui fasilitas produksi milik Krakatau – Posco, termasuk juga bisa ‘melempar’ baja gulungan yang dihasilkan untuk diolah lebih lanjut di pabrik Krakatau – Posco ini, sebelum kemudian baru dijual.
Dan selain proyek-proyek strategis diatas, KRAS juga memiliki beberapa proyek kecil-kecil yang pada intinya bertujuan untuk mengamankan pasokan bahan baku, dan meningkatkan nilai tambah dari produk besi dan baja yang dihasilkan. Berikut diantaranya:

  1. KRAS bekerja sama dengan PT Samator, perusahaan gas, untuk mengamankan pasokan bahan bakar gas bagi perusahaan. Kedua perusahaan juga bekerja sama untuk mendirikan fasilitas air separation plant, yang dijadwalkan akan beroperasi tahun 2014.
  2. KRAS bekerja sama dengan Nippon Steel, untuk mendirikan pabrik baja jenis cold rolled coil, yang akan dijual ke perusahaan otomotif, dan pabrik baja profil yang akan dijual ke perusahaan konstruksi. Namun belum ada kejelasan soal apakah pabriknya sudah mulai dibangun atau belum, dan kapan selesainya.
  3. KRAS mendirikan anak usaha baru, yakni PT Krakatau National Resources, yang bergerak di pengolahan bijih besi dan bahan baku lainnya untuk pembuatan besi dan baja. Tujuannya untuk lebih mengamankan pasokan bahan baku perusahaan.
Jadi kalau anda perhatikan, nggak cuma Garuda Indonesia (GIAA) saja yang sedang berbenah untuk bisa memanfaatkan momentum berkembangnya industri transportasi udara, melainkan Krakatau Steel pun sedang berusaha melakukan hal yang sama untuk memanfaatkan booming industri besi dan baja di tanah air. Cuman memang pertanyaannya sekarang, apakah upaya yang mereka lakukan akan berhasil atau tidak? Dan itu cuma waktu yang bisa menjawabnya. Sebagai perusahaan BUMN, tantangan yang dihadapi KRAS bukan cuma dari sisi tata kelola manajemen, tapi juga politik. Pada Mei 2012 lalu, direktur utama KRAS, Fazwar Bujang, sempat harus memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi saksi atas kasus korupsi pembangunan pelabuhan di Cilegon, Banten, dengan tersangka Walikota Cilegon. Masalahnya, pelabuhan tersebut merupakan bagian dari proyek Krakatau – Posco. Beruntung, kasus ini sudah selesai dan pihak manajemen KRAS mengklaim bahwa hal ini tidak mengganggu progress pekerjaan mereka dengan Posco.

Btw, mungkin ada pertanyaan, bagaimana kalau nanti KRAS berhasil meningkatkan kapasitas produksinya, menghemat biaya bahan baku, dll, tapi ketika itu bisnis besi dan baja sudah tidak booming lagi? Mengingat bahwa tingkat konsumsi baja per kapita di Indonesia masih sangat rendah, yakni hanya 26 kilogram per kapita pada tahun 2011, jauh dibawah rata-rata konsumsi baja dunia sebesar 215 kilogram per kapita, dan bahwa berbagai sektor yang membutuhkan pasokan besi dan baja juga baru mulai berkembang, maka penulis kira peluang bisnis besi dan baja di Indonesia masih sangat-sangat terbuka, dan peningkatan konsumsi baja yang dialami Indonesia belakangan ini tidak akan langsung turun lagi dalam waktu dekat. Industri baja di Tiongkok dan India belakangan ini mungkin mulai mengalami kejenuhan setelah terus menerus meningkat sejak tahun 2000-an, jadi sekarang giliran Indonesia untuk booming, setidaknya hingga 10 tahun kedepan.

Lalu, mas Teguh, kenapa kok anda tiba-tiba membahas soal KRAS? Ya karena kalau saya perhatikan, saham KRAS sudah mentok turunnya di 650-an. Secara valuasi, harga tersebut mencetak PBV 1.0 kali, alias cukup murah kalau kita berasumsi bahwa perusahaan ini seharusnya bisa sukses besar andaikata seluruh proyek pengembangan usahanya yang dibahas diatas berjalan lancar, sehingga seharusnya sahamnya tidak bisa turun lebih rendah lagi. Dan kalau sebuah saham sudah tidak bisa turun lagi, maka artinya? Yup, sewaktu-waktu dia bisa naik, tinggal tunggu sentimen positif aja, atau jika nanti kinerja perusahaan benar-benar meningkat seperti yang diharapkan.

Anyway, untuk saat ini KRAS tentu saja masih belum bisa direkomendasikan, termasuk sahamnya juga kemungkinan belum akan kemana-mana. Tapi penulis bisa mengatakan bahwa dalam setahun kedepan, this sleeping giant would finally wake up, dan saat itulah, kita bisa mengkoleksi sahamnya.

NB: Buletin bulanan untuk edisi Februari sudah terbit tanggal 1 Februari kemarin, anda masih bisa memperolehnya disini.

Komentar

Ricky mengatakan…
pak Teguh, trims atas tulisannya.. tapi saya ada bberapa pertanyaan:
1) kenapa KRAS baru melakukan pembenahan sekarang, kenapa gak dari dulu?
2) dana untuk pembenahannya datang darimana? ngutang ato internal cash flow?
3) bagaimana dengan kompetitor2 lainnya? apa cuma KRAS doank yg layak diperhatikan? terdapat sekitar belasan perusahaan yg bergerak di industry yg sama (walau mereka prusahaan kecil alias market cap dbwh IDR 1 trilliun)... tapi tetep aja apa mereka gak kecipratan untung dari boomingnya industry besi dan baja?

thanks pak Teguh, Bravo!!!
Anonim mengatakan…
Tambahan Pak:

1. Penurunan laba bersih salah satunya disebabkan karena limpahan baja made in China, dimana demand baja di China 2012 sedang lemah, yg menyebabkan harga baja turun (ada indikasi praktik dumping see http://www.thejakartapost.com/news/2013/01/17/ministry-seeks-anti-dumping-duty-cold-rolled-coil.html)

2. Krakatau Posco sedang berupaya untuk mendapatkan tax holiday.
greenlampung mengatakan…
Pertamax.., ulasan yg ditunggu2, sempet bosen pegang KRAS yg ga kmn2..., Trims pak Teguh...
Anonim mengatakan…
kalo IPO Spindo gmn pak prospeknya?? Bagus gak pak?? Denger2 harganya dipatok 295 per saham
Anonim mengatakan…
Kenapa KRAS Melempem....ini sekedar tambahann.
1.Ketika 2008 harga baja & bahan baku sedang naek,KRAS menekan kontrak pengadaan bahan baku jangka panjang sampai 2013 ini..teryata harga bahan baku turun..KRAS beli lebih mahal...
2.Saat ini sedang membenahi manajemen dgn mengurangi jml karyawan dari 5800 orang
- Sampai akhir 2013 jadi 5000 orng
- sampai akhir 2014 jadi 4000 orang
- sampai akhir 2015 jadi 3000 orang= jml yg ideal
3.Proyek blast furnace akan selesai semester 1 2014...

jadi kita tunggu sampai awal 2015,,,KRAS ada kemungkinan berjaya,... data yg lainnya dari P'teguh...tersebut

Thanks.. Smoga KRAS memberikan gain lebih..
Unknown mengatakan…
Bagus sekali.......
Pak teguh,.. Gimana analisanya Saham SIPD,... Cpin dan jpfa sdh melambung tinggi, kenapa SIPD masih terpuruk....
Terima kasih
Salam sukses selalu
Anonim mengatakan…
Saya rekomendasikan BUY dan HOLD untuk KRAS, dengan target jangka menengah - panjang sebesar Rp.5000,- per lembar seham.

Salam Pemenang,
Sem Susilo
Anonim mengatakan…
wah baru saja baca blog ini, menarik juga. Memang idealnya, yang diangan-angan, yang diharapkan perbaikan KRAS, semua proyek KRAS bisa selesai di 2015, tapi fakta berkata lain, sebagian besar proyek justru mengalami keterlambatan bertahun-tahun sehingga makin memperparah kondisi KRAS. Hingga 2019 ini BFC juga belum beroperasi secara komersial. Apabila BFC beroperasi apakah dapat memberikan hasil yang maksimal dan efisien mengingat teknologi BFC yang dirancang juga sudah bertahun-tahun yang lalu. Mungkin dari luar KRAS terlihat kokoh seperti produk buatannya, namun bila kita masuk ke area plant KRAS, kita bisa tau fasilitas, bangunan dan teknologi KRAS yang tergolong kuno dan ketinggalan zaman. Masuk ke area plant KRAS membawa kita kembali ke zona 80an, mencerminkan KRAS yang tidak berkembang selama puluhan tahun.

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham