Meraup Untung dari Saham Dividen

Saham dividen, atau dividend stock, adalah istilah untuk menyebut saham yang perusahaannya membagikan dividen dalam jumlah besar, katakanlah lebih dari separuh perolehan laba bersihnya dalam satu tahun tertentu, sementara disisi lain harga sahamnya juga tidak terlalu tinggi sehingga yield-nya lebih besar dibanding saham lain pada umumnya. Contohnya? Bank BJB (BJBR). Sejak tahun buku 2007 hingga 2013, BJBR selalu membagikan dividen rata-rata sebesar 65% dari laba bersihnya di tahun yang bersangkutan. Pada tahun 2013 lalu, nilai dividen BJBR tercatat Rp78 per saham. Dengan harga saham Rp965 menjelang tanggal cum-nya, maka dividend yield BJBR adalah 965 / 78 = 0.081, alias 8.1%. Angka tersebut terbilang cukup besar jika dibandingkan dengan dividend yield dari saham-saham blue chip, yang rata-rata hanya 2 – 4%.

Nah, jadi kalau anda menemukan saham/perusahaan yang membagikan dividen hingga 100% laba bersihnya sekalipun, namun disisi lain yield-nya kecil karena harga sahamnya sudah terlalu tinggi, maka anda tahu bahwa saham tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai dividend stock. Contohnya? Unilever Indonesia (UNVR). Sebaliknya, kalau ada saham yang membagikan dividennya dalam jumlah kecil, katakanlah cuma 20% labanya, namun dividend yield-nya tetap tinggi, maka itu juga bukan dividend stock. However, penulis sendiri belum pernah menemukan contoh saham yang seperti itu (dividennya kecil, tapi yield-nya tetap tinggi). Karena kalaupun ada saham yang seperti itu, maka itu berarti valuasinya rendah sekali dan saya akan berada di barisan terdepan untuk membelinya.

Ukuran lain yang juga sering digunakan untuk menyebut ‘saham dividen’, adalah saham yang dividennya lebih besar dibanding bunga deposito, yakni diatas 4 – 5%. Jadi kalau ada saham yang dividen yield-nya mencapai 8.1% seperti BJBR tadi, maka anda bisa langsung menyebutnya sebagai dividend stock.

Beberapa investor mungkin menyukai saham dividen ini karena, coba bayangkan: Anda tinggal membeli sahamnya menjelang tanggal cum, dan tak lama kemudian anda akan memperoleh sejumlah uang yang nilainya lebih besar dari bunga deposito, yang ditransfer langsung ke rekening RDI anda. Selain itu berbeda dengan capital gain yang nilainya bisa naik dan turun tergantung perubahan harga dari saham yang anda pegang (bisa rugi juga, kalau harganya turun), maka dividen ini sifatnya fix, alias nilainya sudah pasti segitu.

However, kalau kita lihat cara investasi-nya Warren Buffett, ia justru tidak menyukai saham-saham yang membagikan dividen terlalu besar. Sebab ketimbang ‘menghambur-hamburkan’ perolehan laba dalam bentuk dividen, maka akan lebih baik jika laba tersebut tetap disimpan untuk diinvestasikan kembali. Logikanya, ketika BJBR membagikan dividen senilai Rp757 milyar pada April 2014 lalu, maka ya sudah, hanya uang sebesar itu saja yang diterima oleh seluruh pemegang saham BJBR. Namun jika uang tersebut diinvestasikan kembali, let say untuk membuka kantor cabang baru, maka kantor cabang tersebut bisa menghasilkan tambahan laba bersih bagi perusahaan, sehingga pada akhirnya lebih menguntungkan para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan.

Itu sebabnya, sejak Buffett mengakuisisi Berkshire Hathaway pada tahun 60-an, hingga saat ini perusahaan nyaris tidak pernah membagikan dividen sama sekali, meskipun perusahaan-perusahaan yang ada dalam portofolio Berkshire rutin membayarkan sejumlah dividen tunai setiap tahunnya (tapi oleh Buffett, uang hasil dividen tersebut malah dipake buat belanja saham lagi). Dan hasilnya nilai aset bersih atau book value Berkshire tumbuh jauh lebih kencang dibanding rata-rata pertumbuhan pasar saham Amerika, dengan selisih hampir 10% setiap tahunnya. Ibaratnya, Buffett nyaris tidak pernah mengambil sepeserpun hasil investasinya di saham, dimana setiap keuntungan yang dihasilkan selalu diinvestasikan kembali. Untuk kebutuhan sehari-hari, Buffett hanya mengambil gajinya sebagai CEO Berkshire sebesar US$ 100,000 (sekitar Rp1 milyar) per tahun, dimana gaji tersebut dianggap sebagai salah satu beban perusahaan.

Seperti halnya Berkshire, di BEI juga ada beberapa perusahaan yang hanya membagikan dividen dalam jumlah kecil, atau bahkan tidak membagikan dividen sama sekali, padahal perusahaannya untung terus. Dan hasilnya? Rate pertumbuhan riil (pertumbuhan aset bersih/ekuitas/modal) dari perusahaan tersebut jauuuh lebih tinggi dibanding rata-rata sektornya. Contohnya? Bank BTPN (BTPN). Pada akhir tahun 2010, BTPN mencatat nilai ekuitas Rp4.2 trilyun. Dan pada saat ini, atau per Kuartal III 2014, ekuitas tersebut sudah tumbuh menjadi Rp11.4 trilyun, atau tumbuh hampir tiga kali lipat hanya dalam waktu kurang dari empat tahun!

Sementara BJBR yang terbilang ‘boros’ dividen, pada rentang waktu yang sama hanya membukukan kenaikan nilai aset bersih dari Rp5.0 trilyun menjadi Rp6.7 trilyun. Berdasarkan contoh inilah, maka saham yang ‘pelit dividen’, tentunya selama perusahaannya beroperasi dengan wajar dan mampu menghasilkan keuntungan (ROE) yang besar, adalah justru lebih bagus untuk dipegang terutama untuk jangka panjang, karena perusahaannya menawarkan rate pertumbuhan aset bersih yang lebih tinggi dibanding perusahaan sejenis yang terlalu royal dalam membagikan dividen. Dan sudah tentu, kalau sebuah perusahaan sukses mencatatkan pertumbuhan aset yang signifikan, maka harga sahamnya di pasar akan ikut terbang dengan sendirinya.

Meski demikian, Buffett tetap membeli saham-saham yang membagikan dividen dalam jumlah yang wajar, yakni sekitar 30 – 40% laba bersihnya setiap tahun, karena ia bisa menggunakan dana tunai hasil dividen tersebut untuk membeli lagi saham yang sama ketika pasar sedang turun, atau jika ia menemukan saham/perusahaan lain yang cukup bagus dan murah untuk dibeli. Sebagai investor yang di software online tradingnya cuma ada tombol ‘buy’, dividen ini menjadi penting karena Buffett tidak bisa memperoleh uang tunai hasil dari penjualan sahamnya, karena ia memang hampir tidak pernah menjual saham-sahamnya sama sekali.

Karena itulah, kalau anda hendak copy paste cara investasi sang guru besar, maka penulis menyarankan anda untuk tidak membeli saham dividen seperti BJBR tadi, tapi jangan juga ambil perusahaan yang gak membagikan dividen saham sekali seperti BTPN, melainkan: Belilah saham/perusahaan yang membagikan dividen dalam jumlah wajar setiap tahunnya. Salah satu pegangan utama Berkshire Hathaway, the Coca-Cola Company, setiap tahunnya rutin membagikan dividen sebesar 50 – 60% laba bersihnya (untuk perusahaan consumer seperti Coca-Cola, jumlah 60% tersebut masih terbilang wajar dan tidak terlalu besar. Bandingkan dengan UNVR yang membagikan 100% labanya sebagai dividen), sementara selebihnya diinvestasikan kembali. Dan karena laba bersih itu sendiri terus naik selama lebih dari 50 tahun terakhir secara berturut-turut, maka nilai dividen yang diterima Berkshire dari Coca-Cola juga terus naik dari tahun ke tahun.

Tapi pembahasan diatas belum menjawab pertanyaannya: Bagaimana cara kita untuk memperoleh keuntungan signifikan dari saham-saham dividen?

Berdasarkan pengalaman, saham dividen memiliki beberapa ciri berikut. Pertama, harganya seringkali naik signifikan menjelang tanggal cum-nya, atau ketika nilai dividennya sudah diumumkan, yakni setelah perusahaan menyelenggarakan RUPS tahunan. Jika nilai dividennya besar, katakanlah Rp100 sementara harga sahamnya itu sendiri cuma Rp1,000 (sehingga yield-nya mencapai 10%), maka sahamnya biasanya akan naik minimal sebesar 10% tersebut ketika dividennya diumumkan. Jika perusahaannya sudah sering membagikan dividen besar di tahun-tahun sebelumnya, maka kenaikannya bahkan sudah terjadi beberapa minggu sebelum pengumuman dividennya keluar, let say pada bulan Januari – Februari (sebab pengumuman soal pembagian dividen biasanya keluar pada bulan Maret – April). Selain BJBR, anda bisa perhatikan pergerakan Indo Tambangraya Megah (ITMG), yang juga royal membayar dividen, dan sahamnya biasanya naik lumayan banyak pada awal tahun.

Logo PT Indo Tambangraya Megah, Tbk., salah satu perusahaan batubara paling 'boros dividen' di BEI

Jadi dalam hal ini, jika anda bisa mengidentifikasikan saham-saham apa saja yang kira-kira bakal membagikan dividen besar, dan kapan kira-kira mereka akan menggelar RUPS untuk menentukan besaran dividennya (biasanya sih antara Maret dan April), maka anda bisa membeli saham tersebut untuk kemudian hold saja sampai tanggal cum-nya. Kecuali pasar kenapa-napa, maka anda berpeluang besar untuk memperoleh gain yang lebih besar dari dividend yield-nya itu sendiri. Kalau pake contoh BJBR (yang sejak dulu sudah dikenal royal bayar dividen), sahamnya naik dari 915 pada awal tahun 2014 hingga sempat menembus 1,100 pada bulan Maret (ketika dividennya diumumkan), atau naik 185 perak, padahal nilai dividennya sendiri cuma Rp78.

Itu pertama. Yang kedua, setelah lewat tanggal cum-nya, sebuah saham biasanya bakal turun (mungkin tidak langsung turun keesokan harinya, tapi lambat laun dia tetap akan turun) dengan nilai penurunan yang lebih besar dari nilai dividennya itu sendiri. Contohnya? Adira Dinamika Multifinance (ADMF). Pada tanggal 31 Oktober lalu, ADMF cum dividen Rp2,295 per saham (totalnya Rp2,700, tapi sebagian diantaranya sudah dibayarkan sebelumnya). Dan sahamnya? Anjlok dari 11,125 pada tanggal cum-nya, hingga sekarang tinggal 7,450, atau turun 3,675 perak! Alhasil ketimbang beli saham untuk tujuan memperoleh dividennya, maka akan lebih baik jika strateginya seperti itu tadi: Belinya jauh hari sebelum dividennya diumumkan/dibayarkan, kemudian jual pas tanggal cum-nya. Dengan cara ini, anda tidak akan memperoleh dividen, namun anda akan memperoleh capital gain yang nilainya lebih besar dari dividen itu sendiri.

Nah, kalau anda baca lagi ulasan diatas, maka cukup jelas bahwa kita bisa memanfaatkan fluktuasi yang ekstrim yang terjadi pada harga saham ketika menjelang pembagian dividen (dan juga setelahnya), untuk meraup keuntungan. However, bagi investor tertentu yang dananya sangat besar sehingga gak bisa keluar masuk pasar setiap saat, maka mereka tidak bisa menerapkan strategi yang sama, sehingga fluktuasi harga saham yang terjadi karena faktor dividen ini lebih bersifat merugikan ketimbang menguntungkan. Untuk mengatasi hal ini, maka perusahaan-perusahaan tertentu di BEI membagikan dividennya tidak secara sekaligus melainkan secara bertahap, katakanlah sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun, sehingga nilai dividen itu sendiri menjadi tampak kecil (karena sudah dibagi dua atau tiga). Contohnya, United Tractors (UNTR). Untuk tahun fiskal 2013, UNTR membagikan dividen total Rp515 per saham, sehingga yield-nya 2.5% kalau pakai harga saham 20,000, atau cukup ‘kelihatan’. Jika dividen Rp515 tadi dibayarkan secara sekaligus, maka sebelum tanggal cum-nya, harga saham UNTR di pasar bisa naik sebanyak lebih dari 2.5%, dan juga sebaliknya, setelah tanggal cum-nya, UNTR juga bisa turun lebih dari 2.5%. Namun karena manajemen membayar dividen tersebut secara bertahap sebanyak dua kali, yakni Rp340 pada Mei dan Rp195 pada September 2014, maka dengan sendirinya yield-nya menjadi tampak jauh lebih kecil. Alhasil, pembayaran dividen tersebut nyaris tidak berdampak apapun pada harga saham perusahaan, baik ketika dividennya diumumkan ataupun setelah tanggal cum-nya (pada bulan Mei dan September tadi).

Okay, saya mengerti sekarang. Lalu, Mas Teguh, apakah anda punya data tentang saham-saham apa saja yang dividennya besar? Berdasarkan statistik BEI per Kuartal II 2014, terdapat 165 perusahaan dari 480 perusahaan di BEI, yang membayar dividen tunai untuk tahun buku 2013. Tapi untuk mengecek saham-saham apa saja yang yield-nya besar, maka anda mungkin harus mengeceknya satu-satu secara manual. Namun berdasarkan pengamatan penulis sendiri, saham yang yield-nya besar seperti contoh-contoh yang sudah dibahas diatas, itu jumlahnya nggak banyak. Anda mungkin bisa menyebutkan lagi beberapa contoh saham lainnya yang juga bisa dikategorikan sebagai ‘saham dividen’.

Nah, berhubung sekarang sudah bulan Desember, maka anda punya waktu sekitar sebulan untuk mulai menyeleksi saham-saham dividen sebelum mereka mulai beterbangan pada awal tahun depan, tentunya jika dividend yield-nya minimal sama dengan dividen tahun lalu, atau kalau bisa lebih besar lagi (jadi anda harus perhatikan posisi laba perusahaan di tahun 2014 ini, apakah naik atau turun dibanding 2013). Tapi kalau anda tidak mau repot begitu dan lebih suka memegang saham untuk hari ini dan seterusnya alias jangka panjang, maka anda boleh coba tips dari Opa Buffett: Pilihlah saham yang membagikan dividen dalam jumlah yang wajar, yakni 30 – 50% laba bersihnya, dan nilai dividen itu sendiri kalau bisa terus naik dari tahun ke tahun, seiring dengan kenaikan laba bersih perusahaan. Contohnya? Well, penulis sudah cukup banyak memberi contoh pada artikel kali ini, jadi selebihnya silahkan anda cari sendiri.

NB: Penulis menyelenggarakan acara diskusi terkait ‘Market Outlook 2015’ di Jakarta, pada hari Sabtu tanggal 20 Desember (right before escape for holiday!). Untuk ikut hadir, baca keterangan selengkapnya disini.

Komentar

Anonim mengatakan…
BJTM bagi deviden Rp40,61 tahun 2014, harganya masi 400an, dengan yield hampir 10% apa layak dimasukkan portfolio seorang value investor, tolong dibahas, terima kasih.
Anonim mengatakan…
Saya setuju dengan pak Teguh bahwa sebaiknya perusahaan tidak membagikan dividen hingga di atas 50% karena bisa menurunkan nilai ekuitasnya di masa depan. Sebaiknya perusahaan menyimpan sisa kelebihannya dalam bentuk laba ditahan/retained earnings. Lagipula perusahaan biasanya punya capital expenditure setiap tahun yang bisa diambil dari laba bersihnya. Buffett juga pernah menyatakan (saya lupa membacanya di mana, mungkin dalam buku "Tap dancing to work") bahwa dia akan membagikan dividen jika para investor Berkshire tahu akan diinvestasikan ke mana dana tersebut tapi tentu saja Buffett lebih tahu mengalokasikan dana tersebut sehingga dia selalu tidak membagikan dividennya.
Anonim mengatakan…
Menurut saya sebagai investor kita perlu mencari perusahaan yang rutin membagi dividen tetapi tidak boleh terlalu banyak.
Karena kalau terlalu banyak, ekuitas perusahaan sulit untuk berkembang.
Kalau tidak pernah bagi dividen juga, ngapain kita investasi kalau ngga pernah dapat uang
.
Dividen dengan prosentase kecil yang dibagikan rutin setiap tahun, yang semakin lama semakin besar jumlahnya (bukan dividen rationya), adalah bukti nyata prestasi gemilang dan niat baik manajemen kepada kita para investor.
Yudi mengatakan…
Pak teguh, saya pernah baca buku The warren buffett way karangan Robert G.Hargstrom. Buku ini diobral di tempat parkir gramedia, jadi saya tertarik beli buku ini karena harganya murah meriah. Di dalam buku ini disebut buffet berfokus pada ROE. Ini kutipannya "Buffet menganggap laba bersih persaham sebagai “asap penghalang musuh” karena banyak perusahaan yang menahan laba untuk memperbesar ekuitas. Buffet menggap tidak ada gairah terhadap eps yang mecatat rekor tertinggi. Perusahaan yang berhasil meningkatkan Epsnya 10% tidak spektakuler jika pada saat yang bersamaan perusahaan ini menumbuhkan ekuitasnya sebesar 10% juga"

Ada 3 opsi laba bersih itu dialokasikan :
1. ekpansi misalnya akuisi , kekurangannya sering kali akuisi itu diharga mahal.
2. Menginvestasikan kembali uang ini, kekurangannya sering kali returnnya dibawah rata2. misalnya laba di jadikan equity sehingga equity naik 10%, sementara roe hanya meningkat 5%.
3.kembalikan pada pemengang saham : buy back dan bagi deviden.Membagikan deviden adalah cara yang paling masuk akal bagi Buffet. Dana dari deviden dapat digunakan oleh pemegang saham untuk mecari investasi lain yang keuntungannya lebih tinggi.
Anonim mengatakan…
Tidak jadi bahas TRAM minggu ini pak :) ?
Anonim mengatakan…
to yudi susanto,..
berarti buffet sendiri tidak konsisten yah?
dianya sendiri tidak pernah bagi dividen,..
Anonim mengatakan…
Penjelasan yang sangat "gantung" as always. Pembagian dividen atau tidak itu hanya mengindikasikan kualitas manajemen perusahaan dalam mengalokasikan retained earning kepada future performance of company, bukan mengindikasikan perusahaan bagus atau tidak dengan ada/tidak nya dividen baik tinggi atau rendah suatu perusahaan.
Anonim mengatakan…
"Pembagian dividen atau tidak itu hanya mengindikasikan kualitas manajemen perusahaan dalam mengalokasikan retained earning kepada future performance of company, bukan mengindikasikan perusahaan bagus atau tidak dengan ada/tidak nya dividen baik tinggi atau rendah suatu perusahaan."
justru ini, bagus tidaknya perusahaan, utamanya ditentukan oleh tim management --> buffet way,..
Menurutnya saya, fase apapun (tumbuh/mature) perusahaan bagus harus tetap bagi dividen. Mesikpun yield rate cuman se-iprit,.. ^^9614
Anonim mengatakan…
pak teguh mohon diulas kenapa CPRO yang setelah mati suri kok bisa bangkit lagi.
Anonim mengatakan…
Minggu ini bahas ITMG pak teguh. Apakah menarik dgn harga 16.000 saja saat ini? Perusahaan sehat dgn valuasi murah

Haris
Anonim mengatakan…
bagaimana dengan BNGA (CIMB NIAGA) yang tidak pernah membagikan deviden..apakah di bertumbuh juga...lalu kita keuntungan nya dari mana bila saham nya turun lagi..(seperti BNGA yg harganya 900--1000) aja dari dulu sekarang malah 860...
Yudi mengatakan…
to anonim maaf baru balas.Contohnya saya sendiri misalkan saya membuka account di sebuah sekuritas thn 2007, modal saya 60%, modal teman2 saya 40%. Sampai sekarang saya tidak pernah membagikan keuntungan saya kepada teman2 (tidak pernah membagikan deviden). Hasil keuntungan selalu saya investasikan kembali dengan membeli saham lain. Namun saya tetap mengharapkan deviden dari saham yang saya beli. Apakah saya tidak konsisten??

Jika buffet tidak pernah membagikan deviden menurut saya salah satunya adalah buffet menggunakan keuntungannya untuk berekpansi dengan akuisisi membeli saham perusahaan lain diharga yang menurutnya murah. Buffet percaya diri dengan kepiawannya menemukan saham murah sehingga faktor akusisi diharga mahal bisa dia hindari. Bagaimapun jika perusahaan yang sudah di beli oleh buffet sudah sulit untuk berekpansi , sulit untuk pempertahankan ROEnya . Buffet tetap mengharapkan deveiden dari perusahaan yang dia akuisisi . Kemudian deviden ini akan digunakan kembali untuk mengakuisi perusahaan lain.
Yudi mengatakan…
Jadi buffet konsisten atau tidak bukan dilihat dari sudut pandang Berkshire namun dilihat dari perusahan-perusahaan yang ada dalam portofolio berkshire.

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)