Saham Perbankan + Tax Amnesty = ???

IHSG memulai perjalanan pasca liburan Idul Fitri dengan kenaikan yang awesome hingga nyaris 2 persen! And while sebagian besar investor domestik yang ketiduran abis nonton Cristiano Ronaldo mengangkat trophy Euro 2016 masih belum ‘ngeh kalo IHSG sudah diatas 5,000 lagi (terlihat dari perdagangan Senin kemarin yang sangat didominasi asing), sebagian lainnya sudah bisa melihat bahwa kenaikan IHSG, termasuk sejak sebelum liburan kemarin, didorong oleh saham-saham perbankan. Soo, kita kembali lagi ke pertanyaan klasik: Apakah masih tepat jika saya beli saham-saham bank sekarang?

Kenaikan saham-saham perbankan, seperti yang anda ketahui, didorong oleh sentimen positif terkait undang-undang tax amnesty, yang sudah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu, dimana itu diharapkan akan menarik dana milik para konglomerat Indonesia, yang selama ini ‘diparkir’ diluar negeri, untuk balik lagi ke tanah air. Dan kalau ada dana besar masuk kesini maka akan ditaruh dimana dana tersebut? Ya paling gampang ditaruh di bank, tentu saja. Sebenarnya, masuknya sejumlah dana ke bank tidak secara otomatis membuat bank tersebut akan menghasilkan kinerja yang bagus/kenaikan profit, karena pihak bank masih harus menyalurkan kembali kembali dana tersebut dalam bentuk kredit, dimana jika penyaluran kreditnya lancar maka barulah bank menghasilkan profit (sementara kalo kreditnya macet, maka justru sebaliknya bank akan rugi). Lebih dari itu, penerapan tax amnesty-nya sendiri belum tentu akan seketika menyebabkan masuknya aliran dana dalam jumlah besar ke tanah air, karena itu masih tergantung dari respon para konglomerat pemilik dana dalam menyikapi tax amnesty tersebut. Karena, ingat bahwa meski judulnya ‘pengampunan pajak’, tapi ujung-ujungnya tetap bahwa si konglomerat harus membayar pajak dengan benar, meski dengan penghapusan sanksi.

Namun demikian, sudah sejak jaman kompeni dulu, dalam jangka yang sangat pendek, pergerakan saham-saham selalu lebih dipengaruhi oleh reaksi berlebihan investor/trader dalam menyikapi suatu berita dan peristiwa terkait saham tersebut, ketimbang analisa mendalam tentang apakah berita/peristiwa tersebut benar-benar berpengaruh terhadap fundamental perusahaan yang bersangkutan. Anda tentu masih ingat, baru saja beberapa bulan kemarin, saham-saham perbankan dihantam habis-habisan karena cerita pembatasan NIM, plus cerita perubahan sistem BI Rate, tak lama kemudian. Jika dipelajari secara mendalam, kedua hal tersebut sejatinya tidak berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan (anda boleh baca lagi artikelnya), namun tetap investor ketika itu panik dan ramai-ramai melepas saham BBRI dkk, hanya karena sejak awal kedua peristiwa tersebut dianggap berpengaruh negatif.

However, investor berpengalaman tentunya tahu persis bahwa ketika terjadi situasi dimana saham bagus turun hanya karena cerita jelek tertentu yang sebenarnya tidak memiliki pengaruh signifikan apapun, maka itu artinya opportunity. Dan kalaupun seorang investor yang sudah kadung nyangkut di saham perbankan ini, maka selama yang dia pegang adalah saham bank yang bagus, maka sebenarnya ia tidak perlu menunggu terlalu lama, dan profit yang dihasilkan akan tetap memuaskan. You see, jika anda beli saham BBNI di harga 5,000 pada awal tahun kemarin, maka pada Februari, saham anda mulai turun karena cerita pembatasan NIM, yang kemudian benar-benar jeblok hingga dibawah 4,500 pada April dan Mei karena cerita perubahan BI Rate. Namun sekarang, atau baru di awal Juli, BBNI sudah berada di level 5,475, atau menghasilkan profit hampir 10% dalam waktu enam bulan, belum termasuk dividen sebesar Rp122 per saham.

Sementara jika anda bisa beli lagi/average down BBNI di harga 4,500 (normalnya investor manapun bisa melakukan ini, kecuali jika dia tidak melakukan diversifikasi dimana ia sekaligus menghabiskan seluruh dana yang tersedia untuk membeli satu saham saja), atau malah baru masuk di harga 4,500 tersebut, maka otomatis profitnya menjadi lebih besar, minimal 20%. And still, posisi BBNI saat ini baru sekedar kembali ke level normalnya saja, atau dengan kata lain, jika besok-besok pasar melanjutkan kenaikannya dan tidak ada sentimen negatif lagi seperti awal tahun kemarin, maka BBNI bisa terus melanjutkan kenaikannya hingga anda meraup profit 30% atau lebih, clearly beat the market!


Dan sekali lagi, anda sama sekali tidak perlu menunggu sampai bertahun-tahun untuk memperoleh profit segitu, melainkan paling lama hanya beberapa bulan saja (meski memang, bagi trader tipe Rio Haryanto, hold saham selama satu minggu saja seringkali sudah dianggap sebagai ‘jangka panjang’). Pada Mei kemarin, ketika penulis mengisi kelas investasi di salah satu kampus di Jogja, seorang peserta bertanya, atau lebih tepatnya mengeluh, kalau dia sedang nyangkut di salah satu saham bank blue chip. Dan penulis menjawab, trust me, nanti juga bakal naik lagi, dan ‘nanti’ itu biasanya gak akan terlalu lama. Sejak jaman duluuu sekali, sektor perbankan sejak sudah merupakan sektor yang kinerjanya paling bagus dan konsisten di tanah air, tapi disisi lain itu bukan berarti saham-saham perbankan akan naik terus tanpa mengalami penurunan sama sekali, dimana perbankan bisa turun sesekali karena adanya sentimen negatif, perlambatan ekonomi, atau sekedar koreksi pasar. Namun demikian, asalkan bank yang bersangkutan masih tetap beroperasi dengan normal dan tetap menghasilkan pertumbuhan ekuitas dan laba bersih yang stabil, maka setiap kali sahamnya turun, itu merupakan opportunity.

And indeed, hanya dalam waktu sebulan kemudian, saham-saham bank sekarang sudah berada di zona hijau lagi. Jadi dalam hal ini mungkin perlu penulis ingatkan lagi bahwa konsep dasar dari value investing itu bukanlah ‘Beli saham hari ini, jualnya lima tahun kemudian’, melainkan ‘Beli saham bagus di harga murah, dan jualnya nanti kalau harganya sudah tidak murah lagi (dimana nanti ini bisa sebentar, tapi bisa juga cukup lama, tapi biasanya sih gak terlalu lama)’.

Okay, tapi sekarang kan saham-saham perbankan udah naik banyak, dan IHSG-nya juga udah mahal banget kayanya, di 5,100-an. Jadi apakah peluangnya masih ada? Saham-saham bank apakah sudah mahal? Well, itu tergantung. Jika anda bisa hold dalam jangka waktu yang sedikit lebih lama lagi, katakanlah sampai awal tahun depan, maka profitnya mungkin akan lebih besar. Tahun 2011 lalu, saham-saham perbankan secara umum tidak naik banyak ketika IHSG-nya juga hanya naik 3.2%, tapi di tahun 2012-nya, BBRI dkk mencetak profit sekitar 50% belum termasuk dividen, karena memang sejak awal kinerja mereka masih sangat baik.

Dan di tahun 2016 ini, ketika mayoritas perusahaan di BEI masih belum menghasilkan kinerja yang bagus karena kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, rata-rata emiten perbankan tetap sukses membukukan kenaikan laba, sementara valuasi mereka juga masih relatif rendah dimana dalam setahun terakhir, pergerakan saham BBRI dkk sebenarnya masih disitu-situ saja (padahal dalam satu tahun tersebut, ekuitas mereka tumbuh terus). Jika di Kuartal II nanti emiten perbankan masih membukukan kenaikan laba, dan penulis cukup yakin akan hal itu (laporan keuangannya keluar 30 Juli nanti), maka rally yang terjadi dalam sebulan terakhir masih bisa berlanjut bahkan meski cerita soal tax amnesty sudah dilupakan dengan sendirinya. Yang juga perlu dicermati, Bank Indonesia (BI) belakangan ini mulai melonggarkan beberapa kebijakan perbankan seperti menurunkan batas minimum DP untuk kredit KPR, agar penyaluran kredit properti kembali meningkat setelah beberapa tahun lalu sempat dibatasi (karena khawatir ‘bubble’). Dalam situasi sekarang dimana inflasi sudah aman terkendali namun pertumbuhan ekonomi masih terbatas, maka itu adalah keputusan yang tepat, dan akan lebih berpengaruh secara signifikan terhadap sektor perbankan dibanding cerita tax amnesty atau lainnya. So, meski penulis tidak tahu apakah di tahun 2017 nanti emiten perbankan akan kembali mencetak profit jumbo seperti tahun 2012 lalu, tapi asalkan tidak terjadi perubahan drastis pada fundamental ekonomi makro (dan memang sampai sekarang ekonomi nasional masih aman terkendali), maka BBRI dkk seharusnya akan bisa menghasilkan profit yang jauh lebih besar pada tahun 2017 tersebut, dibanding tahun 2016 ini.

Hanya memang, kalau anda tidak bisa mengabaikan fluktuasi jangka pendek yang bisa terjadi kapan saja, plus karena tahun 2017 itu masih enam bulan lagi, maka mungkin sebaiknya profit taking dulu. Atau kalau baru mau masuk/nambah barang, maka jangan sekarang. Diatas kita sudah mengatakan bahwa saham-saham perbankan yang bagus-bagus, meski dalam jangka panjang cenderung naik terus, namun bisa turun sewaktu-waktu karena koreksi IHSG atau sentimen negatif tertentu. Sementara situasinya sekarang adalah, kita sudah berada di Semester II tahun 2016, dimana berdasarkan pengalaman, terdapat kemungkinan bahwa IHSG akan mengalami setidaknya satu kali koreksi tajam sebelum akhir tahun nanti, apalagi jika sebelumnya dia sudah naik banyak. Kemudian kalau ngeliat cara main saham-saham BUMN yang belakangan ini sering dikerjai, maka bukan tidak mungkin besok-besok akan keluar cerita negatif yang bikin BBRI, BMRI, BBNI, dan BBTN terkapar sekali lagi.

Jadi jika anda hendak beli saham-saham bank untuk dipegang dalam jangka menengah antara 3 hingga 12 bulan, maka sekarang bukanlah waktu yang tepat. Tapi lalu kapan ‘waktu yang tepat’ tersebut? Well, trust me again, jika anda sudah sering membaca-baca artikel di blog ini, maka nanti anda akan mengetahuinya sendiri. Dan sambil menunggu, anda bisa hunting saham-saham di sektor lain yang masih murah. Ada banyak kok.

Jadwal Seminar/Training Investasi Saham dengan tema Value Investing: Jakarta, Sabtu 30 Juli 2016. Keterangan selengkapnya baca disini.

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal I 2024 - Terbit 8 Mei

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham