Cara GO PUBLIC

Dengan hanya 512 perusahaan yang terdaftar di BEI pada akhir tahun 2014, maka Bursa Saham Indonesia terbilang sepi jika dibanding Bursa Saham di beberapa negara tetangga seperti Thailand (603 perusahaan), Singapura (770), atau Malaysia (904). Kalau melihat fakta bahwa ukuran perekonomian/GDP Indonesia adalah justru yang terbesar dibanding tiga negara tersebut, maka ini menjadi anomali. Padahal disisi lain, berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, di Indonesia terdapat lebih dari 40,000 perseroan terbatas (PT), alias amat sangat banyak.

Jadi kenapa kok jumlah perusahaan Tbk di Indonesia masih belum banyak?

Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa macam-macam. Namun kalau dari sudut pandang si pemilik perusahaan itu sendiri, maka ada dua pertanyaan terkait proses IPO/go public: Jika perusahaan saya go public, apa untungnya buat saya? Dan kalau memang go public itu menguntungkan, maka bagaimana caranya? Nah, tulisan ini sengaja ditujukan bagi anda pemilik perusahaan yang mungkin sedang mempertimbangkan untuk meng-IPO-kan perusahaan anda, dan kita akan fokus pada jawaban atas dua pertanyaan diatas. Okay, kita langsung saja.

Terdapat banyak keuntungan bagi perusahaan yang go public.

Yang pertama adalah perusahaan akan memperoleh tambahan modal, entah itu untuk modal kerja, ekspansi usaha, atau membayar utang. Jika anda meminjam ke bank untuk modal kerja, maka setelah periode waktu tertentu anda harus mengembalikan pinjaman tersebut beserta bunganya, namun tidak demikian halnya dengan dana hasil IPO dimana anda tidak perlu mengembalikannya kepada siapapun (jika investor yang membeli saham perusahaan anda menginginkan uangnya kembali, maka dia bisa menjual sahamnya ke investor lain di pasar). Plus, pihak BEI akan meminta laporan soal progress penggunaan dana hasil IPO tiap bulan, namun mereka  tidak pernah menetapkan deadline soal kapan dana tersebut harus habis dibelanjakan.  Jadi anda punya waktu yang tidak terbatas untuk memanfaatkan dana hasil IPO untuk mengembangkan usaha, dan kantor anda tidak akan pernah ditelpon oleh debt collector.

Hanya memang, kalau anda lambat dalam memberdayakan dana hasil IPO dimana kinerja perusahaan masih gitu-gitu aja setelah satu atau dua tahun, maka investor akan kehilangan minat terhadap perusahaan, dan harga sahamnya akan turun dengan sendirinya.

Kedua, setelah go public, perusahaan anda akan memiliki asetnya dalam wujud yang lebih likuid: saham. Dan ‘saham’ ini bisa sangat bermanfaat. Anda bisa memberikan sejumlah saham perusahaan kepada para karyawan, dan itu akan memotivasi mereka untuk bekerja keras memajukan perusahaan, karena mereka merasa ikut memiliki perusahaan. Anda bisa menjaminkan saham perusahaan ketika mengajukan pinjaman ke bank atau membuat perjanjian-perjanjian penting lainnya. Jika pada satu waktu tertentu harga saham perusahaan anda naik tinggi hingga ke level yang tidak bisa dikatakan wajar (ini kadang-kadang terjadi jika IHSG sedang bullish), maka anda sebagai pemilik asli perusahaan bisa melepas sebagian saham untuk nanti dibeli lagi setelah harganya turun (anda harus melaporkan hal ini ke BEI agar investor publik mengetahuinya, tapi itu tidak jadi masalah). Sebaliknya, jika IHSG sedang anjlok dan harga saham perusahaan anda turut jatuh hingga valuasinya menjadi sangat murah, maka anda bisa membeli kembali saham perusahaan anda sendiri (buy back), untuk nanti anda jual ketika pasar pulih. Jangan salah: Salah satu investor serta pengusaha paling terkenal di dunia, Warren Buffett, juga sering membeli/menjual saham dari perusahaannya sendiri, Berkshire Hathaway, untuk meraup keuntungan bagi perusahaan, dimana keuntungan tersebut kemudian digunakan untuk membeli saham/mengakuisisi perusahaan-perusahaan lain.

Terakhir ketiga, sekaligus yang paling penting, ketika perusahaan sudah go public, maka posisi tawar perusahaan anda di hadapan bank atau pihak lainnya akan meningkat. Jika perusahaan anda sebelumnya dikenakan bunga 18 – 20% per tahun kalau meminjam ke bank, maka setelah go public, bunga tersebut bisa turun menjadi hanya 14 – 16% per tahun. Kenapa? Sebab setelah IPO posisi ekuitas perusahaan tentunya meningkat, sehingga rasio nilai ekuitas terhadap utang perusahaan otomatis turun, dan itu adalah faktor penting bank ketika mereka akan memberikan pinjaman ke perusahaan. Beberapa perusahaan yang sukses go public juga bisa menerbitkan obligasi di Singapura pada tingkat bunga yang lebih rendah lagi, yakni hanya 9 – 11% per tahun.

Pertanyaannya, setelah perusahaan dapet banyak duit dari IPO, belum termasuk utang bank dan juga obligasi, maka duit sebanyak itu mau diapakan? Ya untuk ekspansi usaha, entah itu dengan mendirikan pabrik baru, membuka kantor cabang, hingga membeli saham/mengakuisisi perusahaan lain. Ketika perusahaan anda sudah go public, maka perusahaan akan menjadi sorotan dari banyak pihak mulai dari media, investor, analis, hingga lembaga keuangan, sehingga reputasi serta kredibilitas perusahaan akan meningkat. Sehingga ketika perusahaan meningkatkan kapasitas produksi, misalnya, maka untuk menjual tambahan hasil produksi tersebut juga akan lebih mudah, karena konsumen melihat bahwa produk tersebut bukan dihasilkan oleh ‘perusahaan abal-abal’, melainkan perusahaan Tbk yang pastinya bukan perusahaan kecil atau kemarin sore.

Secara umum, setelah go public maka perusahaan anda akan lebih mudah dalam menjalin hubungan kerja dengan pihak manapun, termasuk bank dan konsumen, dan itu akan mendorong perusahaan untuk terus meraup keuntungan dan bertumbuh.

Jadi dengan go public ke lantai bursa, maka itu akan membuka jalan yang sangat lebar bagi perusahaan agar menjadi lebih besar lagi di masa yang akan datang. Go public adalah pintu gerbang bagi sebuah perusahaan untuk ‘naik kelas’, dari sebelumnya perusahaan kecil yang tidak diperhitungkan, hingga menjadi perusahaan beskala nasional atau bahkan kelas dunia. Pada krisis moneter tahun 1998, Astra International terus saja menderita kerugian hingga nyaris bangkrut (ekuitasnya negatif), namun pada akhirnya sukses bangkit kembali hingga akhirnya sekarang menjadi perusahaan terbesar di tanah air. Dan kesuksesan tersebut mungkin tidak akan pernah dicapai andaikan Astra ini bukan merupakan perusahaan Tbk.

Okay, Pak Teguh, saya paham sekarang. Lalu adakah kerugian jika perusahaan kita go public? Well, secara finansial sebenarnya tidak ada, dan anda juga akan tetap memegang kendali atas perusahaan. Hanya memang jadinya agak repot saja, dimana perusahaan anda nantinya harus membuat dan mempublikasikan laporan keuangan setiap kuartal (setahun empat kali, khusus untuk laporan keuangan akhir tahun harus diaudit), menerbitkan laporan tahunan, menyelenggarakan public expose, menggelar RUPS tahunan, dan seterusnya. Perusahaan juga harus mengumumkan kepada publik (melalui BEI) setiap kali ada peristiwa tertentu atau melakukan aksi korporasi tertentu. Intinya setelah go public, maka perusahaan anda harus menambah satu divisi lagi dalam struktur organisasi perusahaan, yakni investor relations. Investor relations inilah yang akan mengurus semua hal-hal diatas, dan biaya untuk investor relations ini tentu saja akan menambah pengeluaran perusahaan (tapi harusnya sih nggak terlalu besar, kurang lebih hanya akan sed menambah biaya promosi dan iklan).

Tapi diluar itu maka tidak ada lagi kerugian kalau perusahaan anda go public. Atau kalaupun ada, maka manfaatnya jauh lebih besar dibanding ruginya. Proses untuk go public itu sendiri memang tidak mudah, dimana terkadang sebuah perusahaan tetap saja tidak bisa IPO, padahal persiapannya sudah dilakukan sejak dua atau tiga tahun sebelumnya.

Tapi sekalinya perusahaan anda sudah go public, maka holaaa.. semuanya akan jadi lebih mudah kedepannya. Jika perusahaan anda sukses menghasilkan kinerja yang baik, maka harga sahamnya akan naik dengan sendirinya, dan anda mungkin akan muncul di daftar Majalah Forbes sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia.

Lalu bagaimana caranya untuk menggelar IPO?

Secara umum, syarat awal agar sebuah perusahaan bisa go public adalah: 1. Memiliki aset bersih/ekuitas/modal minimal Rp100 milyar, 2. Sudah beroperasi selama minimal tiga tahun, dengan laporan keuangan yang diaudit selama tiga tahun tersebut, dan 3. Bergerak di bidang usaha yang tidak dilarang oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Namun kalau anda mampir ke website BEI dan membaca lebih lanjut soal syarat-syarat serta tahapan yang harus dilalui agar sebuah perusahaan bisa go public, maka penulis jamin anda akan pusing sendiri karena bahkan saya sendiri juga nggak ngerti. Tapi sebenarnya anda tidak perlu pusing karena semuanya akan diurus oleh pihak penjamin emisi. Menurut anda, ketika Facebook Inc. go public pada tahun 2012 lalu, apakah Mark Zuckerberg yang harus memahami serta mengurus seluruh prosesnya? Tidak sama sekali. Yang dilakukan Mark hanya menunjuk bank investasi penjamin emisi, dalam hal ini Morgan Stanley, JP Morgan, dan Goldman Sachs, dan selanjutnya ketiga bank investasi itulah yang mengurus semuanya. Para penjamin emisi ini pula yang akan menentukan apakah perusahaan memang layak untuk IPO, dan jika iya, maka saham perdananya nanti bisa dijual pada harga berapa.

Yang terpenting, anda sebagai pemilik perusahaan harus bertanya kepada diri anda sendiri: Apakah perusahaan saya layak untuk go public? Apakah perusahaan saya akan mampu memberikan nilai tambah tidak hanya bagi saya sebagai pemegang saham pengendali, tapi juga bagi investor publik yang membeli sahamnya nanti? Dan apakah perusahaan memang sudah siap untuk maju dan berkembang ke tingkat yang lebih tinggi, persis setelah go public nanti?

Dan jika jawaban atas semua pertanyaan diatas adalah ya, maka ya sudah, anda tinggal menghubungi bank investasi (investment bank) yang akan menjadi penjamin emisi. Jika perusahaan anda memiliki utang ke bank tertentu, dan bank tersebut memiliki anak usaha di bidang pasar modal (sekuritas), maka anda bisa menghubungi bank tersebut karena mereka biasanya memiliki divisi investment banking. Contoh, jika perusahaan anda punya utang ke Bank CIMB Niaga, maka anda bisa menghubungi account officer anda untuk nanti disambungkan ke CIMB Sekuritas. Pihak CIMB Sekuritas selanjutnya akan menunjuk seorang investment banker untuk berkomunikasi dengan anda, mendengarkan apa yang anda inginkan, dan menjelaskan semuanya. Sekali lagi, anda tidak perlu mempelajari apapun, yang penting ikuti saja arahan-arahan yang diberikan.

Lalu pertama-tama saya harus kemana?

Okay Pak Teguh, tapi untuk saat ini saya hanya ingin bertanya-tanya saja terlebih dahulu. Apakah saya bisa bertanya langsung soal proses go public ini kepada anda? Well, penulis adalah investor, bukan investment banker, jadi saya juga gak tau banyak soal proses go public.

Namun anda bisa menghubungi Faadhil Irshad. Beliau adalah investment banker di BNI Securities, yang sudah berpengalaman dalam mengurus IPO, penerbitan obligasi, hingga right issue bagi perusahaan-perusahaan baik yang terdaftar di BEI maupun maupun tidak (kalau hanya menerbitkan obligasi, maka perusahaan anda tidak harus go public di BEI). Pak Faadhil juga sangat menguasai tentang merger dan akuisisi, business valuation, hingga financial restructuring, dan bisa memberikan konsultasi kepada anda sebagai pemilik perusahaan terkait hal-hal tersebut. Profil selengkapnya tentang Pak Faadhil bisa dibaca disini.

Nah, jadi jika anda memiliki perusahaan yang memenuhi tiga kriteria yang sudah disebut diatas dan tertarik untuk go public, maka kami dengan senang hati akan membantu. Untuk membuat janji diskusi, entah itu via telepon atau ketemu langsung, kirim email ke teguh.idx@gmail.com dengan subjek ‘GO PUBLIC’. Jangan lupa sebutkan: 1. Nama lengkap anda, 2. Nama perusahaan, 3. Nilai aset bersih perusahaan, 4. Alamat kantor, dan 5. Nomor telepon yang bisa dihubungi.

Untuk layanan konsultasi ini, jangan khawatir, kami tidak memungut biaya apapun. Jika perusahaan anda memenuhi syarat untuk untuk IPO, dan anda menunjuk Pak Faadhil dan juga BNI Securities sebagai penjamin emisi, maka barulah perusahaan anda akan dikenakan biaya sesuai peraturan yang berlaku.

Layanan konsultasi mengenai proses go public ini mungkin adalah yang pertama di Indonesia, dan harapan kami adalah bahwa layanan ini bisa membantu pasar modal Indonesia untuk lebih ramai lagi di masa yang akan datang. Seperti yang sudah disebut diatas, jumlah perusahaan Tbk di Indonesia masih lebih sedikit dibanding Thailand, Singapura, dan Malaysia, dan itu mungkin karena para pemilik perusahaan masih belum tahu harus kemana ketika mereka hendak go public. Jadi mudah-mudahan setelah membaca tulisan ini maka anda sudah tahu harus kemana :)

Salam,
Teguh

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal I 2024 - Terbit 8 Mei

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham