Prospek Saham Sawit Setelah Kenaikan Harga CPO, dan Program Biodiesel
Hingga Kuartal III
2019, emiten perkebunan kelapa sawit rata-rata masih membukukan kinerja yang
kurang baik. Ambil contoh Astra Agro Lestar (AALI), dimana laba bersihnya drop sepersepuluhnya
menjadi Rp111 milyar, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
Rp1.1 trilyun. Demikian pula dengan PP London Sumatra (LSIP), dimana labanya
yang Rp52 milyar tentunya kelewat kecil dibanding ekuitasnya yang Rp8.2
trilyun. Disisi lain, harga crude palm oil (CPO) sedang dalam trend naik
dalam 2 – 3 bulan terakhir, dimana angkanya terakhir menyentuh RM2,620 per ton
di Bursa Malaysia (www.bursamalaysia.com),
dan ini pula yang mendorong kenaikan saham AALI dkk. Jadi apakah ini berarti saham
perkebunan kelapa sawit kembali menarik untuk invest?
***
Ebook Kumpulan
Analisa & Rekomendasi 30 Saham Pilihan edisi Kuartal III 2019 sudah
terbit! Dan anda bisa memperolehnya
disini. Info lebih lanjut, telp/whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).
***
Di blog ini, penulis
terakhir kali membahas saham sawit sekitar 2 tahun lalu, tepatnya pada Januari
2018, dimana kesimpulannya adalah kita menganggap sektor ini belum cukup
menarik, karena adanya fakta bahwa Indonesia sejak beberapa tahun lalu sudah
menjadi produsen CPO terbesar di dunia (menyalip Malaysia), tapi disisi lain kita
belum bisa mengolah CPO tersebut menjadi produk hilir, kecuali sebatas minyak
goreng dan margarine, sedangkan konsumsi CPO untuk kebutuhan minyak goreng di
dalam negeri jauh lebih kecil dibanding produksi CPO itu sendiri. Yup, pada
tahun 2018 kemarin, Indonesia memproduksi total 43 juta ton CPO, sedangkan
konsumsi dalam negeri hanya 10 juta ton. Surplus produksi CPO ini kemudian dilempar
ke pasar ekspor, boleh dibilang ‘pada harga berapa saja asal laku’, karena di
dalam negeri belum ada, atau hanya ada sedikit industri yang bisa mengolah CPO
tersebut menjadi produk hilir. Alhasil, harga CPO tidak pernah pulih lagi
seperti dulu, karena negara-negara diluar sana (misalnya Uni Eropa) juga
melakukan segala cara agar mereka bisa membeli CPO dari Indonesia pada harga
murah, salah satunya dengan meng-kampanye-kan isu bahwa ‘sawit merusak
lingkungan’. Anda bisa baca lagi analisanya
disini.
Nah, jadi ketika
sampai hari ini, kinerja emiten sawit masih kurang memuaskan, maka kami bisa
katakan bahwa itu memang sesuai prediksi. Tapi, hey, setelah lewat 2 tahun,
maka bisa saja sekarang ini sudah waktunya bagi harga CPO untuk naik lagi kan?
Well, pertama-tama kita harus cek terlebih dahulu, benarkah harga CPO sudah mulai
naik lagi seperti yang diberitakan di media? Berdasarkan data yang bisa anda lihat disini,
harga CPO mencapai titik terendahnya di RM1,883, November 2018, dan setelah itu
dia terus naik sampai sekarang (ketika artikel ini ditulis) tembus diatas
RM2,500, sehingga kenaikannya boleh dibilang signifikan. Namun demikian, pada
Januari 2017 lalu, harga CPO juga pernah naik signifikan hingga RM3,250 per
ton, yang sayangnya tidak berdampak positif terhadap kinerja emiten dimana laba
AALI dkk tetap turun pada tahun 2017 tersebut, dan masih lanjut turun sampai
sekarang. Kemudian perlu juga dicatat bahwa pada tahun 2011 lalu, yakni tahun
dimana emiten-emiten sawit membukukan keuntungan sangat besar/ROE-nya diatas
20% semua, maka ketika itu harga CPO stabil di rata-rata RM3,500, dan pernah sesaat
menyentuh RM4,000 per ton.
Dengan kata lain,
meskipun sepanjang tahun 2019 ini harga CPO tampak naik lagi, tapi posisi
harganya saat ini masih jauh dibawah harga tertingginya di tahun 2011 dan 2017
lalu. Kemudian satu lagi: Seperti yang juga sudah disampaikan di artikel
bulan Januari 2018, maka berbeda dengan katakanlah batubara yang tinggal
gali lalu jual, produksi CPO tidak lah sesederhana itu dimana kalau anda
menanam pohon sawit hari ini, maka pohon tersebut baru akan menghasilkan buah
sawit paling cepat tiga tahun kemudian. Masalahnya, bagaimana kalau harga
CPO sedang turun justru ketika kebunnya sudah siap panen? Dan sebaliknya, ketika
harga CPO sedang turun, maka gimana kita mo jualan kalau kebun yang ada belum siap
berproduksi? Dari sinilah kemudian timbul ketidak pastian: Hanya karena harga
CPO naik, maka bukan berarti perusahaan sawit bakal langsung cuan. Hal
ini pula yang menjelaskan kenapa saham LSIP dkk baru naik banyak di tahun 2011 dan
2012 lalu, yakni setelah perusahaan memang membukukan kenaikan laba yang
signifikan, jadi nggak seperti saham-saham batubara yang sudah beterbangan lebih
awal, sejak tahun 2009-nya. Penulis kira hal ini pula yang menyebabkan emiten
sawit masih membukukan penurunan laba di tahun 2017 lalu, tak peduli meski
harga CPO ketika itu sempat menyentuh RM3,250 per ton. Karena sebelum LSIP dkk
sempat jualan, harga CPO di tahun yang sama langsung jatuh lagi hingga dibawah
RM2,400.
Sehingga kesimpulannya, meski
harga CPO lagi naik, namun harga sekarang masih belum cukup tinggi bagi para
perusahaan sawit untuk bisa jackpot lagi seperti di masa lalu. Kemudian karena problem
utamanya sampai hari ini masih sama, yakni belum adanya industri di dalam
negeri yang bisa mengolah CPO menjadi produk hilir (padahal CPO ini bahan baku
utama untuk produk-produk farmasi, kosmetik, sabun mandi dll. Tapi yang terjadi
adalah, kita ekspor dulu CPO-nya keluar, lalu kita kemudian mengimpor produk hasil
CPO tersebut dari Eropa dll), maka penulis ragu kalau kenaikan harga CPO ini
akan berlanjut, dan bisa saja besok-besok dia malah turun lagi.
Prospek Program B30
Tapi Pak Teguh, bukankah Pemerintah
baru saja mencanangkan program B30, yang dijadwalkan akan mulai efektif Januari
2020 nanti? Harusnya itu bisa meningkatkan konsumsi CPO dalam negeri dong, dan
pada akhirnya menaikkan harga CPO di pasar ekspor karena suplai-nya turun? Nah,
sebelumnya perlu diketahui bahwa sejak tahun 2018 lalu, pemerintah menerapkan
program biodiesel 20 atau B20, yakni penggunaan bahan bakar untuk mesin
diesel yang tidak lagi 100% solar, melainkan campuran 80% solar, dan 20% biodiesel,
dimana biodiesel ini 100% diolah dari CPO. Program ini berjalan lancar meski
sejauh ini penggunaannya masih terbatas pada kendaraan berat seperti truk. Tahun
depan, program ini akan ditingkatkan menjadi B30, yang artinya campuran 70%
solar, dan 30% biodiesel. Dan jika prosesnya kembali lancar, maka di
tahun-tahun berikutnya, persentase campuran biodiesel ini akan kembali
dinaikkan menjadi B40, B50, dan seterusnya. Kebijakan ini diharapkan akan mengurangi
impor bahan bakar minyak, dan sebaliknya meningkatkan konsumsi CPO dalam negeri.
Pemerintah mentargetkan bahwa pada tahun 2030 nanti, konsumsi CPO dalam negeri
akan meningkat dua kali lipat menjadi 19 juta ton, yang otomatis mengurangi
kuota ekspor, dan harapannya akan bisa menaikkan harga CPO di pasar
internasional.
However, tahun 2030 itu masih
lama, sedangkan saat ini yang sudah jalan baru B20, sementara B30 masih dalam
tahap uji coba. Dan dari program B20 yang sudah jalan ini pun, sejauh ini belum
memberikan dampak positif terhadap kinerja AALI dkk, yang mungkin karena jumlah CPO yang terserap belum terlalu banyak.
Sehingga dalam hal ini, kita
mungkin masih perlu menunggu barang 1 – 2 tahun lagi, sampai akhirnya program B30,
B40 dan seterusnya benar-benar sukses diterapkan, sehingga problem terkait minimnya konsumsi sawit dalam negeri karena belum adanya industri hilir sawit di Indonesia, pada akhirnya teratasi. Dan dibanding dua tahun lalu, maka penulis sekarang ini lebih optimis, but still, kalau kita langsung masuk sekarang, maka pengalaman justru menunjukkan bahwa ketika harga komoditas
ramai dibicarakan karena sudah naik banyak, maka kesininya dia justru turun
lagi. Contohnya lihat harga emas: Beberapa waktu lalu, emas
mendadak populer karena naik banyak hingga menyentuh $1,550 per oz (dari
sebelumnya $1,250), dan banyak juga orang yang menyarankan untuk beli emas, tapi
justru setelah itu harganya mulai drop hingga, ketika artikel ini ditulis, ke
level $1,450. Intinya sih, naik turunnya harga komoditas itu mirip dengan harga
saham: Ketika komoditas tersebut ramai dibicarakan karena naik banyak
sebelumnya, maka itu justru sudah waktunya untuk keluar. Sedangkan waktu
terbaik untuk masuk ke saham komoditas, apapun itu, adalah ketika harganya
sedang berada di bawah.
Tapi Pak Teguh, bagaimana kalau
program B30 ini sukses, dan harga CPO melanjutkan kenaikannya karena memang di
harga segini pun, anda bilang harganya belum cukup tinggi? Kalau itu yang
terjadi, maka kita bisa ketinggalan kereta bukan? Well, coba baca lagi kalimat
diatas: Kenaikan CPO bukan berarti laba perusahaan sawit pasti akan langsung
naik, dan karena itulah saham-saham sawit biasanya baru akan naik banyak ketika
kinerja/laba bersih perusahaannya sudah confirm naik banyak. Perlu juga diketahui
bahwa valuasi AALI dkk saat ini memang sudah sangat murah, sehingga kalau
misalnya mereka naik 10 – 20% sekalipun, maka itu juga masih murah dan masih
bisa naik lebih tinggi lagi hingga total 50 – 100%, asalkan kinerjanya
memang confirm bagus lagi. Sehingga kalaupun kita baru masuk ketika itu, maka
itu masih belum ketinggalan kereta. Tahun 2011 lalu, saham LSIP terbang dari 2,000
hingga 7,500 (harga sebelum stocksplit, setara dengan 400 ke 1,500), sehingga
kalaupun ada yang agak telat masuk di harga 3,000, maka dia masih cuan banyak.
Tapi disisi lain, karena kita
tahu bahwa program B30 ini masih perlu waktu untuk benar-benar memberikan
dampak positif terhadap kinerja emiten sawit, maka kalau di LK berikutnya nanti
laba AALI masih melempem seperti sekarang, maka ya sahamnya bakal drop lagi.
Sehingga dalam hal ini, risikonya masih belum sebanding dengan potensi
profitnya. Anyway, untuk sekarang mari kita kawal terus program B30 ini, dan
kalau memang pada akhirnya itu berdampak positif, dan harga CPO juga minimal
stabil di level saat ini (jadi gak turun lagi kaya harga emas) maka artikel ini
juga akan di-update lagi. Mudah-mudahan pertengahan 2020 nanti lah.
Baiklah, ada yang mau menambahkan analisanya?
Baiklah, ada yang mau menambahkan analisanya?
***
Ebook Kumpulan
Analisa & Rekomendasi 30 Saham Pilihan edisi Kuartal III 2019 sudah
terbit! Dan anda bisa memperolehnya
disini. Info lebih lanjut, telp/whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:

Komentar