Saham-saham untuk Trading
Jika anda mencari saham untuk simpanan jangka panjang, maka anda harus menetapkan kriteria yang lumayan ketat. Saham tersebut tidak hanya harus memiliki kinerja (fundamental) yang bagus, dan juga pergerakan harga yang wajar (mengikuti pola teknikalnya), tetapi juga harus memiliki prospek bahwa kinerjanya yang bagus tersebut akan berlanjut di masa mendatang. Dan yang paling penting, valuasinya masih murah. Sementara kalau anda mencari saham untuk trading, maka kriterianya sedikit lebih longgar. Asalkan fundamentalnya bagus dan pergerakan harganya wajar, maka saham tersebut sudah bisa dipakai buat trading.
Karena faktor kriteria diatas, maka saham yang bisa dipakai buat trading belum tentu bisa dipakai untuk simpanan (investasi). Sementara saham yang bisa dijadikan simpanan, biasanya bisa pula dipakai untuk trading. Beberapa investor terkadang mengkombinasikan kedua hal tersebut (investasi dan trading) untuk lebih memaksimalkan keuntungan. Contohnya, saham A yang harganya Rp1,000, setelah dianalisis ternyata bagus buat investasi, dan berpotensi melaju ke Rp1,700 dalam setahun kedepan. Kalau anda beli saham A tersebut kemudian didiamkan, maka anda berpeluang memperoleh keuntungan 70% dalam setahun.
Nah, dalam perjalannya, tentunya saham A nggak akan terus-terusan naik hingga mencapai posisi 1,700 tadi, melainkan akan diselingi dengan penurunan sesekali (terjadi fluktuasi). Kalau anda men-trading-kan saham A ini, maka anda bisa memperoleh keuntungan tambahan dari fluktuasi tersebut. Misalnya setelah saham A anda beli, hanya dalam seminggu dia langsung terbang ke 1,250. Setelah anda cek teknikalnya, kenaikan tersebut terlalu cepat sehingga kemungkinan besar dia akan turun. Maka anda bisa jual saham A dan memperoleh keuntungan 25%, kemudian tunggu sampai dia turun, katakanlah ke 1,100, kemudian anda beli lagi pada harga tersebut. Kemudian anda diamkan lagi. Kalau sewaktu-waktu kenaikan yang terjadi sudah mentok, maka anda jual kembali saham A tersebut, tunggu dia turun, lalu beli lagi. Dengan cara ini, maka anda akan memperoleh gain lebih dari 70% dalam setahun. Mungkin bisa sampai 100%, atau lebih, hanya dari satu saham saja.
Masalahnya, seringkali kemudian muncul kejadian seperti ini: Ketika anda menjual saham A di harga 1,250, saham tersebut bukannya turun tapi malah naik ke 1,300. It’s okay, anda tetap yakin bahwa saham A akan kembali turun. Tetapi setelah ditunggu-tunggu, saham A bukannya beneran turun, tetapi malah naik kembali ke 1,350. Maka dalam hal ini anda akan terjebak dilema: Kalau anda beli lagi saham A di harga 1,350, maka anda tidak hanya kehilangan potensi gain sebesar 100 perak (dari 1,250 ke 1,350), tetapi anda juga mengambil risiko mengalami kerugian jika saham A tersebut akhirnya benar-benar turun seperti yang diperkirakan. Disisi lain kalau anda nggak kembali membeli saham A, maka bukan tidak mungkin saham A akan teruuuss saja naik sampai TP-nya tadi yaitu 1,700, namun anda nggak dapet apa-apa, karena anda kan nggak megang barangnya?
Tak peduli semahir apapun anda dalam melakukan trading, anda pasti pernah mengalami hal diatas. Karena itulah kalau menurut penulis, kalau anda sejak awal membeli sebuah saham untuk tujuan investasi, katakanlah untuk 1 tahun, maka saham tersebut ya dipake buat simpanan aja, alias diemin aja sampai TP-nya tercapai. Kecuali kalau dalam perjalanannya selama 1 tahun tersebut terjadi hal-hal yang memaksa TP tadi untuk direvisi, misalnya terjadi koreksi IHSG, beredarnya berita yang memberikan sentimen negatif terhadap si saham, atau kinerja emiten yang bersangkutan di kuartal berikutnya tidak berjalan lancar seperti yang diperkirakan sebelumnya, maka barulah anda bisa keluar.
Sementara kalau anda mau trading, anda bisa memilih saham-saham yang memang ‘didesain’ untuk trading. Penulis biasanya memilih saham-saham yang penulis tahu bahwa saham tersebut ‘nggak akan kemana-mana’, alias harganya gak akan berubah-ubah kecuali karena faktor fluktuasi. Misalnya saham A, rata-rata harganya dalam 3 bulan terakhir adalah 1,000. Kadang-kadang dia naik ke 1,200, kadang-kadang dia turun ke 900. Sementara dilihat dari kualitas fundamentalnya, saham A ini terlalu mahal kalau dihargai diatas 1,200, sehingga dia tidak berpotensi untuk naik lebih tinggi dari 1,200 (kecuali kalau sengaja dinaikkan oleh pihak-pihak tertentu). Disisi lain, fundamental A juga nggak jelek-jelek amat, sehingga dia nggak bisa turun lebih rendah dari 900 (sekali lagi, kecuali kalau sengaja diturunkan oleh pihak-pihak tertentu).
Ibaratnya begini. Ketika si ‘kereta’ berhenti di stasiun 900 (saham A turun ke 900), anda bisa naik kereta tersebut (anda beli sahamnya). Anda kemudian bisa turun ketika si kereta berhenti di stasiun 1,000, 1,100, atau 1,200. Semakin jauh ‘perjalanan’ anda, maka tentunya semakin besar persentase keuntungan yang anda peroleh. Maksimalnya bisa sampai 30% (dari 900 ke 1,200). Ketika si kereta sedang berada di stasiun 1,200 dan anda sudah berada diluar, maka anda bisa duduk santai sambil menunggu, karena anda tahu bahwa si kereta akan balik lagi ke stasiun 900, atau setidaknya stasiun 1,000, dimana anda bisa naik lagi dari situ. Dan seterusnya.
Dengan cara ini, kecil kemungkinan anda bisa ‘ketinggalan kereta’ seperti kalau anda memilih saham yang berpotensi terus menguat dalam jangka panjang. Karena meskipun kalau anda kebetulan sedang berada diluar kereta ketika si kereta tersebut melaju kencang, maka anda gak usah khawatir karena anda tahu persis bahwa kereta tersebut balik lagi (turun lagi) ke stasiun dimana anda bisa naik.
Okay, terus saham-saham apa saja yang bisa kita jadikan ‘kereta’ seperti ilustrasi diatas?
Dalam situasi market yang tidak begitu kondusif, maka ada satu hal lagi yang sebaiknya juga diperhatikan dalam memilih saham-saham yang bagus untuk trading, yaitu: Ambillah saham-saham yang kinerjanya cukup bagus, dan kinerjanya yang cukup bagus tersebut diperkirakan tidak akan terlalu terpengaruh oleh krisis, seandainya krisis tersebut benar-benar terjadi. Dari kriteria tersebut, penulis kemudian menyaring sekian banyak saham, dan diperoleh tiga saham yaitu Telkom (TLKM), Kalbe Farma (KLBF), dan Unilever Indonesia (UNVR).
TLKM merupakan pemain terbesar di industri telekomunikasi. Kita tahu bahwa pertumbuhan industri ini sedang lambat karena semakin ketatnya persaingan, sementara TLKM sendiri kinerjanya memang jalan ditempat. Tetapi industri ini hampir tidak mungkin akan mati, karena biar bagaimanapun semua orang akan tetap membutuhkan telepon, SMS, dan akses internet setiap hari, bahkan meski sedang krisis sekalipun. Saham yang fundamentalnya bagus di sektor ini ada dua, yaitu TLKM, dan XL Axiata (EXCL). TLKM lebih bisa dijadikan pilihan karena valuasi EXCL relatif mahal. Peraturan trading di TLKM ini sederhana saja: Masuk di 7,100-an atau dibawahnya, keluar di 7,500-an.
Selain industri telekomunikasi, industri farmasi juga bisa kita perhatikan karena dalam kondisi seburuk apapun, orang-orang akan selalu membutuhkan obat-obatan. Dan saham yang bisa dipakai di sektor ini adalah KLBF. Memang, di sektor farmasi juga terdapat beberapa ‘rising star’, seperti Kimia Farma (KAEF), dan Indofarma (INAF), yang kinerjanya melejit beberapa waktu terakhir ini. Tapi kalau mau trading, KLBF adalah pilihan yang paling bagus. Masuk dan keluarnya di level 3,300 dan 3,500.
Terakhir, UNVR, merupakan saham paling kesohor di sektor consumer goods, sekaligus merupakan salah satu saham dengan fundamental terbaik di BEI. Kita tahu bahwa industri kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, sabun cuci, shampoo, dan pewangi ruangan, merupakan industri yang terbukti kebal terhadap krisis. Jadi UNVR ini kemungkinan akan menjadi saham yang paling terakhir jatuh, jika kondisi terburuk benar-benar terjadi. Dengan karakter seperti itu, maka seharusnya UNVR bisa dipakai buat simpanan long term. Namun mengingat valuasinya yang selangit, dan UNVR ini ukuran perusahaannya dari dulu segitu-gitu aja (laba yang diperoleh tidak disimpan sebagai saldo laba, melainkan habis dibagikan dalam bentuk dividen), maka harga sahamnya pun sejak setahun terakhir segitu-gitu aja. Ketika artikel ini ditulis, UNVR berada di posisi 17,550, posisi yang secara historis sudah cukup tinggi. Jadi anda bisa tunggu dia balik lagi ke 16,000-an atau dibawahnya, kemudian baru masuk.
Baiklah, mungkin itu saja dari penulis. Ada yang mau menambahkan? Karena saham-saham yang bisa dipakai buat trading tentunya nggak terbatas pada tiga saham diatas saja. Oh iya satu hal lagi. Diatas kan penulis mengatakan bahwa ‘saham A nggak bisa turun lebih rendah dari 900, kecuali kalau sengaja diturunkan oleh pihak-pihak tertentu’. Artinya, meskipun anda sudah menganalisis dengan sangat teliti dan sampai pada kesimpulan bahwa saham A tidak akan turun lebih rendah dari 900, namun kesimpulan anda tersebut bisa menjadi mentah begitu saja, kalau saham A ternyata dimainkan oleh bandar.
Kalau begitu gimana solusinya? Well, untuk lebih amannya anda bisa memfokuskan trading anda pada saham-saham non-recehan (yang harga per lembarnya minimal Rp1,000, atau Rp2,000). Sebab para bandar ini, sebanyak apapun dana yang mereka miliki, tetap saja dana tersebut jumlahnya terbatas, sehingga mereka biasanya nggak akan sanggup memainkan saham-saham yang nominalnya besar. Memang, trading pada saham-saham sekelas bluchip sekalipun tetap saja tidak akan aman 100% dari para bandar, terutama bandar asing yang modalnya besar-besar. Tetapi setidaknya risiko adanya campur tangan bandar pada trading di saham-saham dengan nominal besar ini, lebih rendah dibanding jika anda trading menggunakan saham-saham recehan.
Karena faktor kriteria diatas, maka saham yang bisa dipakai buat trading belum tentu bisa dipakai untuk simpanan (investasi). Sementara saham yang bisa dijadikan simpanan, biasanya bisa pula dipakai untuk trading. Beberapa investor terkadang mengkombinasikan kedua hal tersebut (investasi dan trading) untuk lebih memaksimalkan keuntungan. Contohnya, saham A yang harganya Rp1,000, setelah dianalisis ternyata bagus buat investasi, dan berpotensi melaju ke Rp1,700 dalam setahun kedepan. Kalau anda beli saham A tersebut kemudian didiamkan, maka anda berpeluang memperoleh keuntungan 70% dalam setahun.
Nah, dalam perjalannya, tentunya saham A nggak akan terus-terusan naik hingga mencapai posisi 1,700 tadi, melainkan akan diselingi dengan penurunan sesekali (terjadi fluktuasi). Kalau anda men-trading-kan saham A ini, maka anda bisa memperoleh keuntungan tambahan dari fluktuasi tersebut. Misalnya setelah saham A anda beli, hanya dalam seminggu dia langsung terbang ke 1,250. Setelah anda cek teknikalnya, kenaikan tersebut terlalu cepat sehingga kemungkinan besar dia akan turun. Maka anda bisa jual saham A dan memperoleh keuntungan 25%, kemudian tunggu sampai dia turun, katakanlah ke 1,100, kemudian anda beli lagi pada harga tersebut. Kemudian anda diamkan lagi. Kalau sewaktu-waktu kenaikan yang terjadi sudah mentok, maka anda jual kembali saham A tersebut, tunggu dia turun, lalu beli lagi. Dengan cara ini, maka anda akan memperoleh gain lebih dari 70% dalam setahun. Mungkin bisa sampai 100%, atau lebih, hanya dari satu saham saja.
Masalahnya, seringkali kemudian muncul kejadian seperti ini: Ketika anda menjual saham A di harga 1,250, saham tersebut bukannya turun tapi malah naik ke 1,300. It’s okay, anda tetap yakin bahwa saham A akan kembali turun. Tetapi setelah ditunggu-tunggu, saham A bukannya beneran turun, tetapi malah naik kembali ke 1,350. Maka dalam hal ini anda akan terjebak dilema: Kalau anda beli lagi saham A di harga 1,350, maka anda tidak hanya kehilangan potensi gain sebesar 100 perak (dari 1,250 ke 1,350), tetapi anda juga mengambil risiko mengalami kerugian jika saham A tersebut akhirnya benar-benar turun seperti yang diperkirakan. Disisi lain kalau anda nggak kembali membeli saham A, maka bukan tidak mungkin saham A akan teruuuss saja naik sampai TP-nya tadi yaitu 1,700, namun anda nggak dapet apa-apa, karena anda kan nggak megang barangnya?
Tak peduli semahir apapun anda dalam melakukan trading, anda pasti pernah mengalami hal diatas. Karena itulah kalau menurut penulis, kalau anda sejak awal membeli sebuah saham untuk tujuan investasi, katakanlah untuk 1 tahun, maka saham tersebut ya dipake buat simpanan aja, alias diemin aja sampai TP-nya tercapai. Kecuali kalau dalam perjalanannya selama 1 tahun tersebut terjadi hal-hal yang memaksa TP tadi untuk direvisi, misalnya terjadi koreksi IHSG, beredarnya berita yang memberikan sentimen negatif terhadap si saham, atau kinerja emiten yang bersangkutan di kuartal berikutnya tidak berjalan lancar seperti yang diperkirakan sebelumnya, maka barulah anda bisa keluar.
Sementara kalau anda mau trading, anda bisa memilih saham-saham yang memang ‘didesain’ untuk trading. Penulis biasanya memilih saham-saham yang penulis tahu bahwa saham tersebut ‘nggak akan kemana-mana’, alias harganya gak akan berubah-ubah kecuali karena faktor fluktuasi. Misalnya saham A, rata-rata harganya dalam 3 bulan terakhir adalah 1,000. Kadang-kadang dia naik ke 1,200, kadang-kadang dia turun ke 900. Sementara dilihat dari kualitas fundamentalnya, saham A ini terlalu mahal kalau dihargai diatas 1,200, sehingga dia tidak berpotensi untuk naik lebih tinggi dari 1,200 (kecuali kalau sengaja dinaikkan oleh pihak-pihak tertentu). Disisi lain, fundamental A juga nggak jelek-jelek amat, sehingga dia nggak bisa turun lebih rendah dari 900 (sekali lagi, kecuali kalau sengaja diturunkan oleh pihak-pihak tertentu).
Ibaratnya begini. Ketika si ‘kereta’ berhenti di stasiun 900 (saham A turun ke 900), anda bisa naik kereta tersebut (anda beli sahamnya). Anda kemudian bisa turun ketika si kereta berhenti di stasiun 1,000, 1,100, atau 1,200. Semakin jauh ‘perjalanan’ anda, maka tentunya semakin besar persentase keuntungan yang anda peroleh. Maksimalnya bisa sampai 30% (dari 900 ke 1,200). Ketika si kereta sedang berada di stasiun 1,200 dan anda sudah berada diluar, maka anda bisa duduk santai sambil menunggu, karena anda tahu bahwa si kereta akan balik lagi ke stasiun 900, atau setidaknya stasiun 1,000, dimana anda bisa naik lagi dari situ. Dan seterusnya.
Dengan cara ini, kecil kemungkinan anda bisa ‘ketinggalan kereta’ seperti kalau anda memilih saham yang berpotensi terus menguat dalam jangka panjang. Karena meskipun kalau anda kebetulan sedang berada diluar kereta ketika si kereta tersebut melaju kencang, maka anda gak usah khawatir karena anda tahu persis bahwa kereta tersebut balik lagi (turun lagi) ke stasiun dimana anda bisa naik.
Okay, terus saham-saham apa saja yang bisa kita jadikan ‘kereta’ seperti ilustrasi diatas?
Dalam situasi market yang tidak begitu kondusif, maka ada satu hal lagi yang sebaiknya juga diperhatikan dalam memilih saham-saham yang bagus untuk trading, yaitu: Ambillah saham-saham yang kinerjanya cukup bagus, dan kinerjanya yang cukup bagus tersebut diperkirakan tidak akan terlalu terpengaruh oleh krisis, seandainya krisis tersebut benar-benar terjadi. Dari kriteria tersebut, penulis kemudian menyaring sekian banyak saham, dan diperoleh tiga saham yaitu Telkom (TLKM), Kalbe Farma (KLBF), dan Unilever Indonesia (UNVR).
TLKM merupakan pemain terbesar di industri telekomunikasi. Kita tahu bahwa pertumbuhan industri ini sedang lambat karena semakin ketatnya persaingan, sementara TLKM sendiri kinerjanya memang jalan ditempat. Tetapi industri ini hampir tidak mungkin akan mati, karena biar bagaimanapun semua orang akan tetap membutuhkan telepon, SMS, dan akses internet setiap hari, bahkan meski sedang krisis sekalipun. Saham yang fundamentalnya bagus di sektor ini ada dua, yaitu TLKM, dan XL Axiata (EXCL). TLKM lebih bisa dijadikan pilihan karena valuasi EXCL relatif mahal. Peraturan trading di TLKM ini sederhana saja: Masuk di 7,100-an atau dibawahnya, keluar di 7,500-an.
Selain industri telekomunikasi, industri farmasi juga bisa kita perhatikan karena dalam kondisi seburuk apapun, orang-orang akan selalu membutuhkan obat-obatan. Dan saham yang bisa dipakai di sektor ini adalah KLBF. Memang, di sektor farmasi juga terdapat beberapa ‘rising star’, seperti Kimia Farma (KAEF), dan Indofarma (INAF), yang kinerjanya melejit beberapa waktu terakhir ini. Tapi kalau mau trading, KLBF adalah pilihan yang paling bagus. Masuk dan keluarnya di level 3,300 dan 3,500.
Terakhir, UNVR, merupakan saham paling kesohor di sektor consumer goods, sekaligus merupakan salah satu saham dengan fundamental terbaik di BEI. Kita tahu bahwa industri kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, sabun cuci, shampoo, dan pewangi ruangan, merupakan industri yang terbukti kebal terhadap krisis. Jadi UNVR ini kemungkinan akan menjadi saham yang paling terakhir jatuh, jika kondisi terburuk benar-benar terjadi. Dengan karakter seperti itu, maka seharusnya UNVR bisa dipakai buat simpanan long term. Namun mengingat valuasinya yang selangit, dan UNVR ini ukuran perusahaannya dari dulu segitu-gitu aja (laba yang diperoleh tidak disimpan sebagai saldo laba, melainkan habis dibagikan dalam bentuk dividen), maka harga sahamnya pun sejak setahun terakhir segitu-gitu aja. Ketika artikel ini ditulis, UNVR berada di posisi 17,550, posisi yang secara historis sudah cukup tinggi. Jadi anda bisa tunggu dia balik lagi ke 16,000-an atau dibawahnya, kemudian baru masuk.
Baiklah, mungkin itu saja dari penulis. Ada yang mau menambahkan? Karena saham-saham yang bisa dipakai buat trading tentunya nggak terbatas pada tiga saham diatas saja. Oh iya satu hal lagi. Diatas kan penulis mengatakan bahwa ‘saham A nggak bisa turun lebih rendah dari 900, kecuali kalau sengaja diturunkan oleh pihak-pihak tertentu’. Artinya, meskipun anda sudah menganalisis dengan sangat teliti dan sampai pada kesimpulan bahwa saham A tidak akan turun lebih rendah dari 900, namun kesimpulan anda tersebut bisa menjadi mentah begitu saja, kalau saham A ternyata dimainkan oleh bandar.
Kalau begitu gimana solusinya? Well, untuk lebih amannya anda bisa memfokuskan trading anda pada saham-saham non-recehan (yang harga per lembarnya minimal Rp1,000, atau Rp2,000). Sebab para bandar ini, sebanyak apapun dana yang mereka miliki, tetap saja dana tersebut jumlahnya terbatas, sehingga mereka biasanya nggak akan sanggup memainkan saham-saham yang nominalnya besar. Memang, trading pada saham-saham sekelas bluchip sekalipun tetap saja tidak akan aman 100% dari para bandar, terutama bandar asing yang modalnya besar-besar. Tetapi setidaknya risiko adanya campur tangan bandar pada trading di saham-saham dengan nominal besar ini, lebih rendah dibanding jika anda trading menggunakan saham-saham recehan.
Komentar
Cocoklah untuk penakut alias konservatif ...
ASII -> sudah mendekati harga rekor ...
GGRM -> sudah tinggi kali alias lupa turunnya ...
ITMG -> ini yang aneh, turun terus dan lupa naiknya ...
Jadi kesimpulan dari bandar.com
Siap-siap saja masuk di ITMG ketika rebound ....
Target primer loh untuk bandar.com
Range harga lebar, potensi gain / loss pun bisa lebar ...
Jadi prinsip judi togel saham, bolehlah untuk trading ...
emang anda analis y? klo iya bikin blog sendiri dunk!! pengen liat akurasi analisa lo
ciri pemain baru, ngomongnya tinggi
- LSIP : tergantung harga CPO
- BMRI, BBRI : FA bagus, BUMN
ada yg menambahkan?
Menurut pengalaman saya, saham saham yang paling cocok untuk trading dengan keuntungan lumayan adalah saham saham kriteria Cyclical, tapi yang trmasuk blue chip dan hutangnya ga gede amat.
cthnya
AALI,
LSIP,
ANTM,
AKRA,
PTBA,
WIKA,
WSKT,
KAEF,
AISA,
MAPI.
kalo trading TLKM, UNVR, dan KLBF mah cuannya ga gede paling 5-15%.
klo itu mah ccoknya buat invest kecuali TLKM