Mengenal Exchange Traded Fund (ETF), Termasuk Potensi Keuntungan dan Risikonya
Dalam berinvestasi
di saham, ada sejumlah peraturan tidak tertulis yang harus dipatuhi jika kita
ingin meraih profit konsisten. Dan salah satu peraturan tidak tertulis tersebut
adalah terkait diversifikasi portofolio, dimana di blog ini penulis juga
sudah sering kasih tips-tips tentang cara melakukan diversifikasi yang baik dan
benar. However, berdasarkan pengamatan penulis selama ini, peraturan
diversifikasi inilah yang sering dilanggar oleh investor, baik pemula maupun
berpengalaman. Contohnya, sering terjadi seorang investor menempatkan lebih
dari separuh porto-nya hanya pada saham A, karena ia sangat yakin bahwa
‘pilihannya tidak mungkin salah’, dan/atau karena ia berharap bahwa jika benar
saham A itu naik banyak, maka dampak profitnya terhadap kinerja portonya secara
keseluruhan akan sangat signifikan.
***
Jadwal Seminar Value Investing: Untuk saat ini belum ada jadwal lagi, namun anda bisa memperoleh rekaman seminarnya disini. Tersedia rekaman terbaru lengkap dengan slide materinya, dan excel 'kalkulator saham', plus bonus Ebook 'How to be a Full Time Investor'.
***
Dan meski strategi
‘menaruh hampir seluruh telur hanya dalam 1 keranjang’ ini terkadang memang
sukses menghasilkan jackpot, misalnya jika saham A tadi beneran naik banyak,
namun dalam jangka panjang pada akhirnya porto anda akan berantakan, dan secara
ilmu statistik itu bisa dijelaskan. Sekarang begini: Kalau anda membeli sepuluh saham yang
berbeda dimana kesepuluh saham tersebut sudah dipilih dengan hati-hati
(fundamental bagus, prospek bagus, valuasinya murah atau wajar), maka dalam
kondisi pasar yang tidak sedang terkoreksi sekalipun, biasanya ada saja satu
atau dua saham yang ternyata malah turun, but it’s okay selama saham-saham
lainnya masih naik, dan total profit yang anda peroleh akan lebih besar
dibanding ruginya. Namun bagaimana kalau anda hanya membeli satu saham, dan
ternyata dia turun? Maka ya sudah, porto anda akan langsung berantakan sama
sekali.
Tapi pak Teguh, kalau satu saham
yang dibeli itu naik banyak, maka untungnya bakal gede toh? Betul, tapi
masalahnya, mungkin ndak setiap kali kita beli satu saham, dan hanya satu saham
itu saja, maka dia akan selalu langsung naik? Nggak mungkin kan? Karena
ada banyak skenario yang bisa terjadi selain skenario bahwa saham itu akan
langsung naik tak lama setelah anda membelinya, misalnya dia bergerak mendatar
dulu lalu lama kemudian baru naik, atau turun dulu lalu baru naik, atau yang
terburuk, turun dan tak pernah naik kembali. Problemnya, tak peduli berapapun
hasil profit yang dihasilkan dari strategi all in ini sebelumnya, maka
ketika anda mengalami satu kali ‘terpeleset’ itulah, kerugian yang diderita bisa
menyapu habis seluruh keuntungan yang diperoleh sebelumnya. Strategi all in
seperti ini juga sangat berbahaya dalam kondisi pasar bearish/IHSG
turun, karena mayoritas saham di BEI lebih fluktuatif dibanding IHSG itu
sendiri, sehingga satu saham yang anda pegang itu bisa drop 5 – 10% sendiri
(dan artinya porto anda secara keseluruhan juga turun segitu, karena anda gak
pegang saham lain, dan juga gak pegang cash), ketika IHSG sejatinya cuma turun
1 – 2%.
Karena itulah, penulis sendiri
belum pernah ketemu investor besar yang menempatkan seluruh portonya hanya
dalam 1, 2, atau 3 saham. Termasuk Pak Lo Kheng Hong, beliau memegang kurang
lebih 20 – 30 saham berbeda dalam satu waktu. Dan salah satu alasan kenapa Pak
LKH bisa tetap santai ketika memegang katakanlah saham Petrosea (PTRO) sejak lebih dari lima tahun
lalu, tak peduli selama itu PTRO ini bahkan pernah drop sampai 300 perak,
adalah karena PTRO ini tidak menjadi satu-satunya saham di portonya, melainkan
ada banyak lagi saham-saham lainnya, yang bisa jadi naik banyak ketika PTRO
sedang dapet gilirannya untuk turun.
Okay, tapi balik lagi, alasan
kenapa investor kadang malas menerapkan diversifikasi adalah karena, jangankan
20 saham, memegang 5 – 10 saham berbeda saja mereka sudah pusing, karena itu kan
artinya ke-10 saham itu harus dianalisa satu per satu, dan juga harus diawasi
setiap beberapa waktu sekali, siapa tahu salah satu dari mereka mengalami perubahan
fundamental yang menyebabkan sahamnya tidak layak invest lagi. Seperti jika keluarga
anda dirumah punya 2 orang anak, dibanding dengan punya 10 orang anak, maka
pusingnya pasti beda. Bagi investor full time, hal ini sejatinya tidak akan
jadi masalah, karena sudah pekerjaan sehari-hari mereka menganalisa. Tapi bagi
investor paruh waktu yang masih punya kesibukan lain, maka memegang banyak
saham berbeda seperti ini bisa sangat merepotkan.
Exchange Traded Fund = Diversifikasi
Otomatis
Nah, jadi ketika penulis baca-baca
lagi tentang exchange traded fund atau ETF, maka saya kemudian tercerahkan:
Mungkin ETF inilah yang bisa menjadi solusi bagi investor yang sulit menerapkan
diversifikasi, dan khususnya dalam kondisi pasar yang masih cenderung bearish
dalam dua tahun terakhir. Yang dimaksud ETF adalah semacam reksadana yang pemilihan
sahamnya mengikuti indeks tertentu, atau kelompok saham tertentu. Let say, anda
membeli unit ETF LQ45. Maka, dana anda akan secara otomatis disebar ke semua saham
yang merupakan komponen indeks LQ45 (apa itu indeks LQ45? Baca penjelasannya
disini), seperti BBCA, TLKM, BBRI, dan seterusnya hingga sebanyak total 45
saham berbeda (karena ada 45 saham yang menjadi komponen indeks LQ45). Sehingga
NAV atau harga dari reksadana ETF LQ45 tersebut akan naik dan turun mengikuti naik
dan turunnya indeks LQ45 itu sendiri, boleh dibilang dengan pergerakan yang
nyaris identik.
Kemudian karena pergerakan indeks
LQ45 sangat mirip dengan pergerakan IHSG, maka investasi anda di ETF LQ45 tadi
juga akan naik dan turun selaras dengan IHSG (dan ini juga perbedaan utama antara
ETF dengan reksadana biasa, dimana kinerja reksadana biasa bisa lebih rendah
atau lebih tinggi dibanding IHSG, karena pemilihan sahamnya terserah si fund
manager, alias tidak mengikuti komponen indeks saham tertentu). Nah, karena
kita tahu bahwa, meski IHSG bisa turun sangat signifikan sewaktu-waktu, tapi toh
pada akhirnya dia akan naik kembali, maka investasi ETF ini pada akhirnya akan
memberikan keuntungan signifikan. Jadi beda dengan jika anda beli saham A, B,
C, misalnya, dimana ketiga saham ini bisa saja ikut anjlok ketika pasar turun,
tapi ketika pasar kembali pulih maka ketiga saham ini tidak ikut naik (hayo, pernah
ngalamin gak? Penulis pernah). Investasi ETF ini juga bisa memberikan anda
keuntungan ekstra jika anda bisa membaca situasi dan arah pasar. Misalnya,
jika dalam satu waktu anda melihat IHSG sudah naik terlalu tinggi dan valuasi
saham-saham sudah terlalu mahal, maka anda bisa jual dulu unit ETF yang anda
pegang, minimal sebagian diantaranya. Dan jika kemudian IHSG drop, anda bisa
beli lagi unit ETF yang sama, tentunya pada harga yang lebih rendah.
Beberapa keuntungan yang ditawarkan investasi ETF, versi Bursa Efek Indonesia. Klik gambar untuk memperbesar |
Selain ETF LQ45, beberapa ETF
lainnya mengikuti indeks-indeks lain yang ada di bursa (daftar indeks saham di
BEI bisa dilihat disini),
seperti IDX30, Jakarta Islamic Index (JII), Sri-Kehati, Bisnis27, dan
seterusnya. Jadi kalau anda katakanlah hanya ingin membeli saham-saham syariah,
maka boleh ikut ETF Jakarta Islamic Index. Yang tidak ada adalah ETF IHSG,
karena tentunya tidak mungkin bagi seorang fund manager yang mengelola ETF
tersebut untuk membeli semua saham yang ada di BEI (yang jumlahnya, ketika
artikel ini ditulis, total 662 saham), termasuk diantaranya saham-saham tidur,
saham-saham yang di-suspen, saham gocap bin laknat, saham yang baru IPO, dan
saham gorengan model MYRX
dkk. Namun karena seperti yang disebut diatas, pergerakan indeks LQ45 terbilang
mirip dengan IHSG, maka anda bisa ambil ETF LQ45 ini saja. Dan dalam jangka
panjang, keuntungan investasi yang anda hasilkan akan kurang lebih setara
dengan kinerja IHSG.
Okay Pak Teguh, lalu dimana saya
beli ETF ini? Well, karena ETF ini termasuk baru, maka belum ada banyak sekuritas/perusahaan
asset management yang menjualnya. Namun daftar manajer investasi yang sudah
menjual ETF bisa dilihat
disini (saya gak bisa menyebut nama/merk reksadana karena nanti dianggap
endorse). Terus kalau Pak Teguh sendiri ada beli ETF? Nggak, karena kami sudah
bisa melakukan diversifikasi itu sendiri. Adakah risiko tertentu kalau saya
beli ETF ini, dibanding jika saya beli saham sendiri? Secara umum boleh
dibilang tidak ada, kecuali kalau IHSG-nya crash seperti tahun 2008 lalu,
tapi kalau itu terjadi maka gak cuma investor ETF, melainkan investor yang
pegang saham biasa juga pasti kebakaran semuanya. Namun disisi lain, jika
pasarnya sedang naik/IHSG bullish, maka keuntungan yang diperoleh
pemegang ETF juga akan kurang lebih sebanyak kenaikan IHSG saja, sedangkan jarang
terjadi IHSG naik lebih dari 20% dalam setahun.
Karena itulah, jika anda termasuk yang belum
bisa menerapkan diversifikasi dengan baik dan benar, maka anda untuk sementara juga
bisa mengambil ETF ini, sambil tetap membeli saham-saham seperti biasa. Seperti
yang pernah penulis sampaikan di seminar, portofolio yang ideal (dari sudut
pandang diversifikasi) adalah portofolio dimana tidak ada saham yang naik
turunnya berpengaruh terlalu besar terhadap kinerja porto secara keseluruhan,
tapi disisi lain juga tidak ada saham yang tidak memberikan pengaruh sama
sekali. Thus, sekarang boleh lihat lagi rekening anda di sekuritas: Jika
disitu ada satu atau dua saham yang alokasi dananya gede sendiri, atau
sebaliknya ada satu atau dua saham receh yang anda membelinya sebanyak 1
atau 10 lot saja (biasanya karena iseng doang, atau karena anda tahu bahwa itu
saham gorengan sehingga gak berani beli banyak), then you know what to do.
***
Ebook Kumpulan
Analisa & Rekomendasi 30 Saham Pilihan edisi Kuartal
III 2019 sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya
disini.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Baru sekarang ini saya mau comment: apa beda nya ETF dengan reksadana indeks?
Apakah reksadana indeks bisa digunakan sebagai strategi utk investasi?
Terimakasih.
Klo indonesia kayaknya yang paling gede premiere etf idx30 kodenya XIIT. Tapi sayangnya sepi transaksinya. Padahal kalau likuid pasti rame.
Kalau ada saham yg alokasinya gede sendiri --> either tambahin alokasi lain ato turunin alokasi yg gede.
Kalau ada saham gorengan yang belinya iseng --> ?? d
ETF = Unit dari Mutual fund tetapi pembeliannya melalui bursa efek dan dapat diperjual belikan seperti halnya saham selama jam bursa. underlying EFT biasanya mirip dgn Index, contoh ETF LQ45, ETF IDX30, dst
Reksadana Index = sama seperti reksadana lain, jika ingin membeli atau menjual unit reksadana hanya bisa melalui reksadana tersebut, dan underlyingnya mirip dengan indeks yg diikutinya.
contoh ETF LQ45, ETF IDX30, dst
Just 2 cent
Untuk bubble ETF Index fund
sudah ada yg membahas
contohnya disini https://fortune.com/2019/09/14/passive-investing-stock-market-bubble-etfs/