Seperti juga
tahun-tahun sebelumnya, tak terasa tahun 2017 inipun akan segera berlalu dan,
hey, blog
‘Indonesia Value Investing’ ini tiba-tiba saja sudah berusia 8 tahun. Jadi bagi anda yang sudah membaca blog ini sejak
tahun-tahun awal maka anda, bersama-sama dengan penulis, sudah melewati banyak
sekali fase naik turunnya pasar saham, sudah mengalami ‘susah senang’ bersama,
pernah merasa flying without wings ketika memperoleh profit besar, dan
sebaliknya pernah pula kebingungan hingga stress ketika terpaksa cut loss.
'Patience Makes Difference' -Teguh Hidayat, artikel baru diposting setiap minggu.
Ebook Rekomendasi Saham edisi Desember, plus analisa window dressing dll sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio saham untuk subscriber. Info telp/WA 0813-1482-2827 (Yanti).

Seminar Value Investing: Surabaya, 20 Januari 2018
Dear investor, penulis (Teguh Hidayat) menyelenggarakan training/seminar/workshop
investasi saham dengan tema ‘Value Investing –
How
to Casually Make Money from Stock Market’, di Surabaya. Acara ini juga merupakan kesempatan untuk
gathering bagi teman-teman sesama investor saham di Surabaya (atau dari
luar kota juga boleh hadir). Berikut keterangan selengkapnya:
Tiga Pilar Sejahtera Food
Dalam beberapa waktu
terakhir ini ada banyak saham second liner yang turun signifikan seiring
dengan terjadinya koreksi pasar (soal koreksi pasar ini, baca lagi penjelasannya
disini), namun mungkin tidak ada saham lain yang turun sedalam Tiga Pilar
Sejahtera Food (AISA). Yup, enam bulan lalu AISA masih berada di level
1,700-an, sebelum kemudian drop ke level 1,000-an pada Juli 2017 setelah perusahaan
tersangkut kasus hukum terkait anak usahanya, PT Indo Beras Unggul. However,
tak hanya kasus hukumnya tersebut sampai sekarang masih simpang siur, AISA
kembali dihantam isu-isu miring mulai dari rencana divestasi unit usaha berasnya
hingga isu default (gagal bayar utang), dan alhasil sahamnya kembali
terjun bebas hingga sempat menyentuh level 378, sebelum kemudian membal ke
level 480 – 500.
Cara ‘Membeli’ IHSG
Pada salah satu sesi
kelas private kemarin, ada pertanyaan menarik dari peserta: ‘Pak Teguh, saya
ini kan gak mengejar profit besar ataupun profit cepat dari saham. Asal bisa
dapet profit decent diatas bunga deposito, katakanlah 10 – 15% per
tahun, dan juga konsisten dalam jangka panjang, saya sudah sangat puas. Nah,
saya perhatikan kenaikan IHSG dalam jangka panjang, kalau dirata-ratakan adalah
sekitar segitu per tahun. Jadi bisa gak kita gak usah beli saham, tapi beli IHSG-nya saja?’
Cara Membaca Arah Pasar Sekarang Ini
Sebagian dari anda
mungkin bingung dengan kondisi pasar saham dalam satu atau dua minggu terakhir,
dimana ada banyak saham yang turun cukup banyak (10% atau lebih), padahal gak
ada sentimen atau berita negatif apapun terkait perusahaannya (kecuali mungkin
rumor-rumor yang gak jelas dari mana sumbernya), sementara disisi lain IHSG-nya
masih strong di level 6,000-an. Maksud penulis adalah, kalau misalnya sebuah
saham turun ketika IHSG-nya lagi
turun, atau ada something bad terkait perusahaan, maka penurunan
tersebut jadi bisa dimaklumi, dan terdapat harapan bahwa saham itu nanti juga
bakal naik lagi ketika IHSG naik lagi. Tapi bagaimana ketika ada sebuah saham yang
seperti turun sendiri, tanpa ada peristiwa apapun yang bisa menjelaskan
penurunan tersebut?
Prospek ANTM, TINS, PTBA Pasca Pembentukan Holding Tambang
Pada Rabu, 29 November
kemarin, tiga BUMN tambang yakni PT Aneka Tambang (ANTM), PT Timah (TINS), dan
PT Bukit Asam (PTBA), secara hampir bersamaan (hanya beda jam) menyelenggarakan
RUPS untuk menyetujui rencana pembentukan perusahaan holding tambang, dimana
saham milik pemerintah di ketiga perusahaan (hanya saham milik pemerintah saja,
jadi saham milik investor publik tetap dimiliki oleh publik/ketiga perusahaan
tersebut tetap berstatus Tbk) semuanya dialihkan ke PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Dengan demikian Pemerintah
sekarang memiliki satu perusahaan tambang yang besar, yang merupakan gabungan
dari Inalum, ANTM, TINS, dan PTBA, dimana Inalum menjadi induk (holding) dari
tiga perusahaan lainnya.
Langganan:
Postingan (Atom)