Pada tanggal 19 November kemarin, Semen Gresik
(SMGR) mengumumkan aksi korporasi penting, yakni akuisisi terhadap Thang Long Cement, sebuah perusahaan
semen asal Vietnam. Tak butuh waktu lama, saham SMGR langsung terkerek naik
karena kabar ini, hingga hampir saja menyentuh new high di 17,000, sebelum
kemudian turun lagi ke posisi saat ini yaitu 15,850. Kalau kita bicara soal
sahamnya, maka tidak ada yang bisa dibicarakan lebih lanjut karena sudah cukup jelas
bahwa saham SMGR sudah cukup mahal. Tapi, mari kita coba pelajari prospek SMGR
ini di masa depan, terutama pasca aksi go
regional-nya tersebut.
'Patience Makes Difference' -Teguh Hidayat, artikel baru diposting setiap minggu.
Ebook Rekomendasi Saham edisi Desember, plus analisa window dressing dll sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio saham untuk subscriber. Info telp/WA 0813-1482-2827 (Yanti).

Unilever: Analysis on Royalties
Tanggal
12-12-12 kemarin mungkin merupakan tanggal cantik dan juga bermakna
keberuntungan bagi sebagian orang, namun tidak demikian halnya bagi investor
yang memegang saham Unilever Indonesia (UNVR). Pada hari
tersebut UNVR tiba-tiba saja anjlok dari posisi 25,950 hingga 23,150. Di hari
berikutnya, penurunan tersebut terus berlanjut hingga posisi 20,350, sehingga
secara keseluruhan, UNVR telah terkoreksi 27.5% hanya dalam dua hari. Itu
adalah sebuah angka penurunan yang sangat besar dan juga tidak wajar, tentu
saja, mengingat UNVR ini bukan saham gorengan melainkan saham super-blue-chip,
dengan statusnya sebagai perusahaan terbesar ketiga di BEI dari sisi market cap
(sebelum harganya turun, kalau sekarang mungkin terbesar kedelapan, setelah
BBRI). Bloomberg menyebut penurunan UNVR tersebut merupakan yang terburuk dalam
dua belas tahun terakhir.
Fiscal Cliff & IHSG
Dalam beberapa minggu terakhir ini, anda pasti sudah familiar dengan judul
artikel diatas: Fiscal Cliff,
atau disebut juga jurang
fiskal. Istilah fiscal cliff tersebut tiba-tiba saja mengemuka ke publik
dan menjadi populer belakangan ini, setelah Barack Obama memenangkan Pilpres
Amerika Serikat (AS) pada tanggal 6 November 2012. Tapi jika dipelajari lebih
lanjut, ‘kasus’ fiscal cliff ini berpangkal pada salah satu kebijakan yang
dilakukan oleh Presiden AS, dalam hal ini George W. Bush, pada tahun 2001, atau
hampir 12 tahun yang lalu alias sudah cukup lama. Nah, disini kita akan merunut
kronologisnya.
Waskita Karya
Waskita Karya (Waskita) akan menjadi perusahaan BUMN keempat dalam tiga
tahun terakhir yang melantai di bursa, setelah Bank BTN (BBTN), Krakatau Steel
(KRAS), dan Garuda Indonesia (GIAA). Dan seperti juga IPO-IPO BUMN sebelumnya,
selalu ada cerita menarik yang mengiringi pelaksanaan IPO tersebut. Untuk
Waskita, cerita itu adalah berkaitan dengan statusnya sebagai perusahaan yang
‘bangkit dari kubur’, dimana Waskita dulunya merupakan perusahaan yang sakit,
atau bahkan boleh dikatakan sudah mati, karena kasus penggelembungan aset yang
terjadi di masa lalu. Barulah setelah melalui restrukturisasi yang dilakukan
oleh Perusahaan Pengelola Aset (PPA),
sebuah BUMN yang secara khusus menangani aset-aset bermasalah milik negara,
Waskita mulai menggeliat kembali. Restrukturisasi tersebut dilaksanakan pada
tahun 2010 lalu, dimana PPA menyuntikkan modal sebesar Rp475 milyar kedalam kas
Waskita.
Wismilak Inti Makmur
Beberapa waktu lalu, seorang teman penulis, sebut
saja namanya A, bercerita tentang salah satu pengalamannya yang berkaitan
dengan rokok ketika ia kuliah di Newcastle, Inggris. Jadi ketika ia sedang bersama
dengan seorang temannya di sebuah ruang terbuka, ia menyalakan rokok favoritnya
yang ia bawa dari Indonesia: Gudang Garam Surya, setelah sebelumnya tak lupa
menawarkan rokok tersebut. Dan ternyata temannya yang orang bule langsung terkesima setelah menghisap rokok tersebut, hingga kemudian ia
bertanya, ‘The flavor's very strong! Is this some kind of marijuana?’ Dan A
menjawab, ‘No man, this is what had made you and your Dutch friends came to my
country some centuries ago. We call it, cengkeh!’
Hot Stock: CNKO
Exploitasi Energi Indonesia (CNKO), hingga artikel ini ditulis, sejatinya
belum merilis laporan keuangan untuk periode Sembilan Bulan 2012 (9M12), dan
kinerjanya di Semester Pertama 2012 (1H12) kemarin juga biasa-biasa saja,
sehingga secara fundamental seharusnya sahamnya juga nggak kemana-mana. Namun
setelah perusahaan mengumumkan rencana right issue kedua beberapa bulan lalu,
sahamnya langsung terkerek naik. Saat ini CNKO sudah mantap di posisi 360 atau
sudah naik sekitar 130% dalam 4 bulan, dan teori konspirasi menyebutkan bahwa
sahamnya masih bisa naik lagi hingga minimal 500 dalam beberapa waktu kedepan,
mengingat right issue-nya dilakukan pada harga 500 tersebut. Benarkah demikian?
I don’t know. Tapi seperti biasa, mari kita lihat CNKO ini dari sisi
fundamental.
Metrodata Electronics
Setiap tiga bulan sekali, yakni setiap para emiten
merilis laporan keuangan terbaru mereka, penulis terbiasa mencari saham-saham
yang memiliki kinerja perusahaan alias fundamental yang bagus, namun valuasinya
masih murah. Jika nggak ketemu saham yang seperti itu, yaitu biasanya ketika
IHSG lagi tinggi seperti sekarang, maka kriterianya diperlonggar menjadi 1.
Saham bagus dengan valuasi yang belum begitu mahal, atau 2. Saham yang nggak
jelek-jelek amat namun valuasinya cukup murah. Nah, Metrodata Electronics (MTDL) adalah salah satu saham yang kalau
berdasarkan kinerjanya di Sembilan bulan 2012 (9M12), bisa digolongkan sebagai
saham yang masuk kriteria kedua.
Rating Kinerja Blue Chip 9M12
Berikut
adalah rating kinerja untuk dua puluh emiten terbesar di BEI dari sisi likuiditas
(blue chip), berdasarkan laporan keuangan periode Sembilan Bulan 2012 (9M12).
Data diurutkan berdasarkan total nilai perdagangan saham selama periode Kuartal
III 2012 (Juli – September 2012), dari yang terbesar hingga yang terkecil:
Cowell Development
Menurut anda, ketika IHSG lagi tinggi seperti sekarang, apakah masih ada
saham-saham yang valuasinya, atau dalam hal ini PER-nya masih sangat rendah, namun
disisi lain kinerja perusahaannya tidak terlalu buruk? Ternyata ada. Salah satunya, Cowell
Development (COWL). Berdasarkan laporan keuangan (LK) terbarunya untuk
periode Sembilan Bulan 2012, saham perusahaan properti ini mencatat PER dan PBV
masing-masing 2.8 dan 0.8 kali pada
harga 220. Sekilas, valuasi tersebut agak sulit untuk dipercaya mengingat COWL
mencatat ROE yang cukup bagus, yakni 28.6%, dan laba bersihnya juga tumbuh 9.5%.
Ekuitas alias modal bersih perusahaan juga naik 24.7% dalam sembilan bulan
terakhir, yang sepenuhnya ditopang oleh kenaikan saldo labanya. Lalu apa
rendahnya harga saham COWL tersebut berkaitan dengan right issue yang akan
dilakukan oleh perusahaan? Well, memang itulah yang akan kita bahas disini.
Brief Analysis: TLKM, MNCN, GIAA
Pada pertengahan September 2012 kemarin, beredar kabar yang agak sulit
untuk dipercaya: Telkomsel bangkrut! Anak perusahaan Telekomunikasi Indonesia
atau Telkom (TLKM) ini dinyatakan oleh pengadilan telah gagal dalam membayar
tagihan dari mitra usahanya, PT Prima Jaya Informatika (PJI), sebesar Rp5.3
milyar. Seperti sudah diduga sebelumnya, pihak Telkomsel kemudian mengajukan kasasi
ke Mahkamah Agung, dan hingga kini belum ada perkembangan terbaru lagi. Pihak TLKM
sendiri sebagai induk dari Telkomsel menyatakan bahwa mereka akan mengikuti
prosedur hukum yang berlaku.
Ebook 40 Edisi 9M12
Dear investor, seperti
biasa setiap tiga bulan sekali, penulis akan bikin ebook kumpulan analisis
(“Ebook 40”), yang kali ini didasarkan pada laporan keuangan (LK) para emiten
periode Kuartal III 2012, alias Sembilan Bulan 2012 atau Nine Months
2012 (9M12). Ebook ini diharapkan akan menjadi panduan bagi anda untuk
memilih saham yang bagus untuk investasi jangka menengah dan panjang.
The Forgotten Stocks
Salah satu kesulitan yang dialami investor ketika IHSG sedang
tinggi-tingginya seperti sekarang ini, adalah menemukan saham yang secara
fundamental masih murah. Well, sebenarnya solusi termudah adalah tunggu aja
sampai nanti IHSG terkoreksi dengan sendirinya. But sometimes, cuma menunggu
doang terkadang memang membosankan. Karena itulah penulis kemudian mengecek
kembali saham-saham yang pernah dipegang di masa lalu yang pada saat ini sudah
penulis ‘lupakan’. Siapa tahu ada diantara mereka yang masih bisa dikoleksi,
atau setidaknya bisa diperhatikan kembali. Hasilnya, ketemu dua saham yang kelihatannya
cukup menarik. Dua saham tersebut adalah Resource
Alam Indonesia (KKGI), dan PP London
Sumatra (LSIP).
Bumi Resources: What’s Inside?
Bakrie strikes back! Itulah kesan pertama yang penulis
tangkap ketika mendengar berita bahwa Grup Bakrie melalui salah satu
holdingnya, Bakrie & Brothers (BNBR) dan Long Haul Holdings Ltd, mengajukan
proposal kepada manajemen Bumi Plc untuk membeli kembali saham Bumi Resources
(BUMI) yang dipegang Bumi Plc, senilai kurang lebih US$ 278 juta. Namun, BNBR
tidak akan membeli semua saham BUMI yang dipegang Bumi Plc, melainkan hanya
18.9%, sehingga nantinya Bumi Plc masih memegang 10.3% saham BUMI (karena saat
ini Bumi Plc memegang 29.2% saham BUMI). Disisi lain, Bakrie juga akan melepas
kepemilikannya atas Bumi Plc yang sebesar 23.8%, untuk ditukar dengan sisa
saham BUMI yang masih dipegang Bumi Plc, sebesar 10.3% tadi. So, jika prosesnya
berjalan lancar, maka sebelum Natal tahun ini, Bakrie akan tidak lagi memiliki
kepentingan di Bumi Plc, dan Bumi Plc juga tidak lagi menjadi pemegang saham di
BUMI.
Indomobil Sukses Internasional
Industri penjualan kendaraan bermotor roda
empat alias mobil di Indonesia selalu menarik untuk dicermati, mengingat gaya
hidup kalangan menengah keatas yang hampir pasti memiliki minimal satu unit
mobil di garasi rumahnya, dan mereka secara rutin mengganti mobilnya tersebut setiap
beberapa waktu sekali (beli lagi yang baru). Sejak dulu, merk mobil yang paling
umum digunakan di Indonesia adalah Toyota, dan sampai sekarang juga masih
demikian. Namun belakangan ini beberapa merk mobil yang sebelumnya kurang dikenal
masyarakat, kini bisa dengan mudah ditemui di jalan raya. Salah satunya, Nissan, dengan type unggulannya Nissan Juke,
March, dan Grand Livina. Siapa pemegang merk Nissan di Indonesia? Bukan, bukan
Astra International (ASII) ataupun salah satu anak usahanya, melainkan
Indomobil (IMAS).
Bakrie vs Rothschild, Part 2
Pada tanggal 24 September 2012 lalu, Bumi
Plc, perusahaan patungan antara Grup Bakrie dan Nathaniel Rothschild yang
terdaftar di Bursa London, Inggris, yang juga merupakan pemegang 29.2% saham Bumi Resources (BUMI) dan juga 85%
saham Berau Coal Energy (BRAU),
merilis pengumuman terkait pembentukan ‘komisi investigasi independen’, dimana
komisi ini akan menginvestigasi penempatan dana pengembangan (development
funds) yang dilakukan oleh perusahaan. Tak butuh waktu lama, pengumuman tersebut seketika langsung mengguncang dunia persilatan, termasuk memunculkan
banyak sekali spekulasi terkait hubungan Bakrie - Rothschild, sampai-sampai
pihak manajemen BUMI dan BRAU akhirnya menyelenggarakan public expose insidentil untuk
meluruskan semua rumor yang beredar.
Daftar Indeks Saham Dunia
Salah satu cara untuk menganalisis
pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah dengan melihat bagaimana
pergerakan indeks saham di negara-negara lain. Karena itulah anda pasti
familiar dengan beberapa indeks terkenal seperti Dow Jones, Nikkei, Hang Seng, dll.
Di seluruh dunia, indeks-indeks saham seperti ini jumlahnya sangat banyak,
mungkin mencapai ribuan, karena satu negara biasanya memiliki lebih dari satu
indeks saham (termasuk di Indonesia, selain IHSG ada juga indeks LQ45, indeks IDX
30, dll), sehingga anda tidak mungkin mengamati mereka semuanya secara satu per
satu. So, berikut adalah beberapa daftar indeks saham dunia yang penting untuk
anda perhatikan.
Provident Agro & Outlook Sektor Sawit
Sektor perkebunan kelapa sawit mengalami
masa jayanya pada awal tahun 2011 lalu, dimana ketika itu rata-rata ROE di sektor
ini mencapai lebih dari 25%. Namun terhitung sejak awal tahun 2012 hingga
sekarang, hampir seluruh emiten sawit di BEI mengalami kemunduran kinerja,
terutama dilihat dari laba bersihnya yang turun. Penyebabnya? Penurunan harga crude
palm oil atau CPO, yang hingga kini belum rebound kembali. Harga CPO di Bursa
Malaysia sempat hampir mencapai rekor RM4,000 per ton pada tahun 2011 lalu,
tapi sekarang, terakhir tercatat RM2,750 per ton. Di Indonesia sendiri,
berdasarkan data dari KPB PTPN, harga CPO pada lelang hari ini tercatat Rp7,375
per kg, cukup jauh dibawah rata-rata harga tahun 2011 yang sempat diatas
Rp10,000 per kg.
ICTSI Jasa Prima
ICTSI Jasa Prima (KARW) yang sebelumnya
bernama Maharlika Indonesia, dan sebelumnya lagi bernama Karwell Indonesia, berubah
nama menjadi ICTSI Jasa Prima, setelah pada tanggal 3 Mei 2012 lalu perusahaan
diambil alih oleh International Container
Terminal Services, Inc (ICTSI), sebuah perusahaan jasa pelabuhan
asal Filipina. Kegiatan usaha KARW juga berubah dari tadinya garment menjadi
jasa pelabuhan. Aksi korporasi ini menarik, karena kita tahu bahwa saat ini
banyak yang memprediksi bahwa sektor yang akan booming dalam beberapa waktu ke
depan adalah infrastruktur, dan pelabuhan adalah bagian dari infrastruktur
tersebut. So, apakah dalam hal ini ICTSI juga menangkap peluang tersebut,
sehingga mereka kemudian masuk ke Indonesia?
Heart is Only for Lovers, Bro!
Koran Bisnis
Indonesia pernah mewawancarai Aburizal ‘Ical’ Bakrie, mantan pimpinan Grup Bakrie
(Sekarang Grup Bakrie dipimpin oleh Nirwan, adik dari Ical), pada tahun 2010
lalu dalam rangka HUT Bisnis Indonesia yang ke-25. Dalam wawancara tersebut, wartawan
Bisnis mengajukan pertanyaan berikut, ‘Banyak orang tidak percaya bahwa Bakrie melalui
Bumi Resources (BUMI) berhasil membeli Arutmin dan Kaltim Prima Coal (KPC).
Bagaimana caranya?’ Dan Ical menjawab, ‘Waktu itu memang ada opportunity-nya,
sehingga langsung kami grab. Soal
duitnya dari mana, kami cari belakangan.’
Bakrie vs Rothschild
Bumi Resources (BUMI) terus saja turun
akhir-akhir ini, namun itu tidak menjadikannya tidak menarik lagi di mata
sebagian para pelaku pasar. Malah, beberapa investor justru mulai melirik lagi
saham yang pernah menyandang gelar sebagai saham sejuta umat ini, dengan
berbagai alasannya. Disisi lain, para ‘nyangkut-ers’ masih dilanda kebingungan
hebat untuk menentukan pilihan yang sama-sama sulit: Apakah saya harus
bertahan, ataukah lebih baik keluar saja, yang itu berarti merealisasikan
potensi kerugian yang terjadi?
Petrosea
BUMI (Bumi Resources) gonjang ganjing
lagi? Peduli amat! Untuk pekan ini penulis lebih memperhatikan Petrosea (PTRO), yang menjadi menarik
untuk diperhatikan pasca penurunannya yang sangat tajam akhir-akhir ini, justru
setelah dia di-stocksplit dengan rasio 1 : 10 pada Maret lalu. Ketika artikel ini ditulis, PTRO kembali tertekan
3.49% ke posisi 2,075, sehingga jika dihitung sejak enam bulan terakhir, PTRO
sudah terkoreksi lebih dari setengahnya, yakni 52.02%. Secara fundamental, penurunan PTRO sulit dijelaskan mengingat kinerjanya pada First Half 2012 (1H12) kemarin cukup bagus
dengan mencatat laba bersih US$ 21 juta, naik 8.6% dibanding 1H11, dan itu
mencerminkan ROE 26.2%. So, what happen?
Blue Chip Edition: Gudang Garam
Jika anda adalah
seorang trader dengan jumlah dana diatas rata-rata, katakanlah Rp20 – 30 milyar
atau bahkan diatas Rp100 milyar, maka terkadang agak sulit jika anda hendak trading
pada saham-saham second liner apalagi gorengan gak jelas yang likuditasnya
kembang kempis. Karena ketika membeli atau menjual saham second liner senilai
Rp1 milyar, misalnya, maka anda mungkin harus menyicilnya sedikit demi sedikit,
katakanlah 100 juta dulu, kemudian tambah lagi 100 juta, begitu seterusnya, dan
itu terkadang memang menyebalkan karena ribet. Nah, bagi anda para ‘trader semi-grosir’
seperti ini, maka pilihannya tetap berada pada saham-saham big caps alias
bluchip. So, berikut ini adalah analisis untuk salah satu saham big
caps yang penulis nilai memiliki fundamental yang cukup bagus dan juga valuasi yang
wajar, kalau berdasarkan kinerja perusahannya di First Half 2012 (1H12)
kemarin, yakni Gudang Garam (GGRM).
Melirik Saham di Sektor Telepon Selular
Dulu, telepon
selular alias handphone alias HP, adalah alat untuk menelpon dan mengirim SMS,
that’s it. Tapi seiring dengan perkembangan teknologi, HP kemudian bisa dipakai
untuk memotret, memainkan klip video, mengirim gambar, browsing internet,
hingga fungsi-fungsi lainnya layaknya komputer. HP kini tidak lagi sekedar alat
komunikasi, melainkan gadget yang
bentuk serta fungsinya menjadi beraneka ragam. Dan bagi sebagian orang, terutama anak-anak remaja, adalah suatu
kebanggaan untuk bisa memiliki gadget terbaru yang sedang nge-trend, sehingga
HP kemudian menjadi barang fashion yang harus di-update setiap beberapa waktu
sekali. Sementara bagi kita para investor atau pebisnis, maka behaviour masyarakat yang seperti itu
adalah peluang.
Perbandingan Bank Mandiri, BRI, dan BCA
Bank Mandiri (BMRI), Bank BRI (BBRI), dan Bank BCA (BBCA) sejak dulu
merupakan tiga bank terbesar di Indonesia dari sisi nilai aset, dan sampai
sekarang juga masih demikian. Pada akhir Kuartal II 2012, total aset dari
ketiga bank tersebut tercatat Rp1,454 trilyun, atau mewakili sekitar 38.0%
total aset perbankan di Indonesia per akhir Mei 2012. Bagi para pelaku pasar,
saham dari ketiga bank tersebut selalu menarik untuk dipakai trading, karena
likuiditasnya yang sangat bagus. Sekarang, bagaimana fundamentalnya?
We're Still Walking, not Running
Kemarin, Badan
Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca ekspor impor untuk periode semester
pertama 2012. Hasilnya, total nilai ekspor Indonesia untuk semester pertama
2012 turun 1.8% dibanding periode yang sama tahun 2011, dari US$ 98.6 milyar
menjadi hanya US$ 96.9 milyar. Kalau anda perhatikan, nilai ekspor Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir jarang sekali mencatat pertumbuhan minus, alias nyaris selalu
naik pada setiap bulannya. Tapi sepertinya sekarang sudah tidak lagi. Jika dulu
neraca ekspor impor kita juga senantiasa surplus (nilai ekspor lebih besar dari
impor) dengan selisih yang besar, maka sekarang selisih tersebut tidak lagi
besar, sehingga bisa berbalik menjadi defisit sewaktu-waktu. Pada semester
pertama 2012, Indonesia hanya mencatat surplus perdagangan US$ 476 juta.
Astra Group, First Half Results
Grup Astra adalah salah satu grup usaha yang terbilang cepat dalam merilis
laporan keuangan (LK) mereka, setiap kuartalnya. Per hari ini, tanggal 27 Juli
2012, hampir seluruh emiten Grup Astra yang terdaftar di BEI sudah merilis
LK-nya masing-masing untuk periode semester pertama 2012 (1H12), kecuali Bank
Permata (BNLI). Mengingat bahwa Grup Astra juga merupakan salah satu grup usaha
terbesar di Indonesia, dengan total market cap yang mencapai Rp412 trilyun,
maka tentunya selalu menarik untuk mencermati kinerja mereka dari waktu ke
waktu. Berikut adalah rangkuman kinerja lima emiten Grup Astra untuk periode
1H12.
Indonesia, IMF, and US$ 1 Billion Loan
Tanggal 10 Juli kemarin, Christine Lagarde, Managing Director dari
International Monetary Fund (IMF), datang ke Jakarta untuk bertemu dengan
Presiden SBY dan beberapa petinggi negara. Di akhir pertemuan, diperoleh kesepakatan
bahwa Bank Indonesia (BI) akan membeli obligasi yang diterbitkan oleh IMF,
senilai US$ 1 milyar. Atau dengan kata lain, BI akan memberi hutang kepada IMF.
Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Radjasa, mengatakan bahwa BI akan
meminjamkan US$ 1 milyar kepada IMF menggunakan dananya sendiri, bukan
mengambilnya dari APBN.
Ebook 40 edisi 1H12
Dear investor, seperti biasa setiap
tiga bulan sekali, penulis akan bikin ebook kumpulan analisis (“Ebook 40”),
yang kali ini didasarkan pada laporan keuangan (LK) para emiten periode Kuartal II 2012, alias Semester
Pertama 2012 atau First Half 2012 (1H12). Ebook ini diharapkan akan
menjadi panduan bagi anda untuk memilih saham yang bagus untuk investasi jangka
menengah dan panjang.
Tiga Pilar Sejahtera Food
Industri apa yang paling kebal terhadap gejolak perekenomian baik dalam
skala nasional maupun global? Jawabannya tentu, industri consumer goods, salah
satunya industri makanan dan minuman. Rupiah boleh anjlok, IHSG boleh terpuruk,
tapi orang-orang akan tetap butuh makan. Karena itulah bagi sebagian investor
di BEI, mereka memiliki kebijakan untuk harus memegang minimal satu saham
perusahaan consumer goods, dimana biasanya saham tersebut akan tetap stabil
meski saham-saham yang lainnya berjatuhan. Nah, Tiga Pilar Sejahtera Food
(AISA) adalah salah satu saham yang mungkin bisa dipertimbangkan sebagai saham
yang harus dipegang tersebut.
MNC Sky Vision
Dulu, layanan televisi berbayar (pay tv, atau disebut juga tv kabel) adalah
layanan yang, bagi kebanyakan orang, sama sekali tidak menarik. Di Indonesia
terdapat lebih dari sepuluh stasiun televisi swasta yang menyajikan berbagai
macam tayangan secara gratis, jadi kenapa juga saya harus membayar hanya untuk
menonton televisi? Namun sekarang ini, menonton acara stasiun televisi swasta adalah
kegiatan yang membosankan bagi sebagian orang, karena acaranya kebanyakan nggak
mutu, yakni kalau bukan acara gosip ya debat politik yang konyol. Alhasil, bagi
orang-orang yang menginginkan tayangan yang berkualitas, maka pay tv bisa
menjadi pilihan. Dan Mr. Hary Tanoesoedibjo, pemilik Grup Bhakti, sudah melihat
peluang itu sejak tahun 1994, dimana ketika itu beliau mendirikan perusahaan
penyedia layanan pay tv dengan merk Indovision.
Alam Sutera Realty, Now & Future
Pada tanggal 2 Juli kemarin, Alam Sutera Realty (ASRI), perusahaan
pengembang properti di wilayah Alam Sutera, Tangerang, Banten, mengumumkan
bahwa perusahaan telah mengakuisisi sebuah perusahaan pengelola kawasan pariwisata
Garuda Wisnu Kencana (GWK), Bali,
dengan nilai akuisisi Rp738 milyar (yang belakangan naik menjadi Rp813 milyar).
Bagi ASRI, tujuan dari aksi korporasi ini adalah untuk mendiversifikasikan
kegiatan usaha perusahaan, dimana ASRI kini punya usaha di bidang pariwisata.
Namun masuknya ASRI ke GWK tersebut ditanggapi negatif oleh investor, dimana
saham ASRI sempat merosot hingga posisi 455, meski sekarang sudah naik lagi ke
posisi 480.
Exploitasi Energi Indonesia (CNKO)
Jika anda memiliki sebuah perusahaan batubara dan hendak menambah
penghasilan, apa yang bisa anda lakukan? Ada dua opsi. Pertama,
mendirikan unit usaha kontraktor tambang batubara, dan juga usaha alat-alat
berat (biar gak perlu nyewa lagi sehingga pengeluaran akan berkurang dan laba
bersih meningkat). Dan kedua, mendirikan pembangkit listrik, jika batubara yang
anda produksi adalah jenis thermal coal. Nah, Exploitasi Energi Indonesia
(CNKO) adalah perusahaan batubara yang memilih opsi kedua. Meski demikian
hingga sejauh ini, usaha pembangkit listrik yang dimiliki CNKO masih belum
memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan perusahaan.
Saham Sejuta Umat? No More!
Beberapa hari ini kalau penulis perhatikan, di banyak media berkali-kali
ditampilkan pemberitaan soal jumlah utang Grup Bakrie, yang disebut-sebut sudah
berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Ada juga artikel yang menyebutkan
bahwa pencalonan Aburizal ‘Ical’ Bakrie sebagai Presiden ditengarai sebagai
upaya untuk menyelamatkan Grup Bakrie dari kebangkrutan akibat utang. Sebuah
upaya untuk menjatuhkan saham-saham Grup Bakrie di market? Sepertinya bukan,
soalnya saham BUMI dan kawan-kawan sejak awal juga udah jeblok banget.
Saham-Saham Pilihan di Sektor Asuransi
Industri apa yang belakangan ini berkembang pesat di Indonesia, namun agak
luput dari pengamatan para investor? Jawabannya mungkin, industri asuransi. Kalau
anda perhatikan, dalam beberapa tahun terakhir ini banyak sekali perusahaan
asuransi global yang buka ‘lapak’ di Indonesia, dan mereka cukup sukses disini.
Sebut saja Prudential (Inggris), AIA (Hongkong), Manulife (Kanada), Commlife
(Australia), AXA (Perancis), hingga Allianz (Jerman). Lalu bagaimana dengan perusahaan-perusahaan asuransi
yang terdaftar di BEI?
Prospek IPO Bank Jatim
Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, atau disingkat BPD Jatim (kodenya belum ditentukan, tapi kita sebut saja BJTM), akan menyusul BPD Jabar Banten atau
Bank BJB (BJBR) sebagai bank daerah yang terdaftar di bursa saham Indonesia.
Namun tidak seperti BJBR yang menyelenggarakan IPO di saat yang cukup tepat,
yaitu ketika kinerja perusahaan sedang cukup bagus, underwriter BJTM terbilang
agak memaksakan diri kalau mereka kekeuh
untuk me-listing-kan BJTM pada Juli ini. Yup, BJTM mencatat penurunan laba
bersih sebesar 10.8% pada Kuartal I 2012, yang tentu saja menjadikannya tidak
cukup cantik di mata para investor.
Sebelum membahas BJTM, pertama-tama kita lihat dulu, apa sih yang dimaksud
dengan Bank Pembangunan Daerah alias
BPD? Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 1962, BPD adalah (kalimatnya
penulis ubah sedikit agar lebih enak dibaca) bank yang didirikan dengan tujuan khusus untuk menyediakan
pembiayaan bagi pembangunan di daerah, dalam rangka mendukung percepatan pembangunan nasional secara
menyeluruh dan merata di semua
daerah di seluruh Indonesia.
Jadi sebelum adanya BPD, kemampuan untuk membiayai pembangunan di Indonesia
terkonsentrasi pada bank-bank nasional milik Pemerintah (BRI, Mandiri, BNI, dan
BTN). Dan karena semua bank Pemerintah tersebut berkantor pusat di Ibukota Jakarta,
maka layanan mereka juga hanya terbatas di Jakarta dan sekitarnya, atau paling
banter Pulau Jawa, dan tidak mampu menjangkau daerah yang jauh dari pusat,
katakanlah Pulau Sabang atau Kabupaten Merauke. Bank-bank nasional ini tentunya
bisa saja membuka kantor cabang hingga ke daerah terpencil, namun kantor-kantor
cabang tersebut belum tentu sanggup menyediakan fasilitas kredit dalam jumlah
besar untuk mendukung pelaksanaan pembangunan setempat (karena status mereka
cuma kantor cabang, bukan pusat), kecuali sebatas menyediakan kredit usaha
mikro.
Nah, dengan adanya BPD, maka para pelaksana pembangunan di daerah bisa
meminta fasilitas pembiayaan kepada BPD setempat, dan nggak perlu jauh-jauh
terbang ke Jakarta. Misalnya ketika Bupati Merauke membutuhkan dana untuk
membangun infrastruktur jalan raya, maka dia bisa berangkat ke Jayapura untuk
minta pinjaman ke Bank BPD Papua.
Saat ini semua provinsi di Indonesia memiliki BPD-nya masing-masing, atau
minimal dua provinsi yang lokasinya berdekatan memiliki satu BPD (misalnya Bank
Jabar-Banten, Bank Sumsel-Babel, dll). Sehingga teorinya, pembangunan di
Indonesia kemudian berjalan secara merata. Semua orang di semua provinsi
kemudian bisa menikmati pembangunan yang maju, fasilitas hidup yang lengkap,
dan pekerjaan serta penghasilan yang layak. Tidak ada lagi alasan bagi mereka untuk
mengadu nasib ke Jakarta.
Tapi, apakah pada prakteknya memang demikian?
Sayangnya pada prakteknya, kebanyakan BPD hanya sedikit sekali menjalankan
peran mereka sebagai penyedia pembiayaan bagi pembangunan di daerahnya. Yang
ada, mereka lebih suka ‘main aman’ dengan menempatkan dana yang mereka peroleh
ke Bank Indonesia (BI), atau bank-bank lainnya, untuk kemudian duduk manis dan
memperoleh bunga secara rutin. Mereka enggan menyalurkan kredit ke
perusahaan-perusahaan atau pemerintah di daerahnya, karena itu akan membutuhkan
kerja keras untuk menganalisis risiko kredit dan lain-lain. Ironis, karena para
BPD ini memperoleh sebagian besar dana pihak ketiganya dari Pemerintah Pusat
dalam bentuk giro (plus sebagian kecil dalam bentuk deposito dan tabungan dari
nasabah), dimana Pemerintah Pusat memperoleh dana tersebut dari BI. Terus masa
sama para BPD ini, duit itu kemudian ditaroh di BI lagi? Jadi mereka ini
sebenernya ngapain aja?
Btw, berikut adalah catatan porsi kredit yang disalurkan oleh bank nasional,
dibandingkan dengan total aset yang mereka miliki, berdasarkan laporan keuangan
kuartal I 2012. Angka dalam milyar Rupiah:
Bank
|
Asset
|
Loans
|
Portion
(%)
|
Bank BTN
|
91,317
|
61,294
|
67.1
|
Bank BRI
|
439,339
|
269,181
|
61.3
|
Bank
Mandiri
|
546,852
|
310,519
|
56.8
|
Bank BNI
|
289,373
|
159,356
|
55.1
|
Total
|
1,366,881
|
800,350
|
58.6
|
Sementara berikut ini adalah data yang sama untuk BPD seluruh Indonesia:
Bank
|
Asset
|
Loans
|
Portion
(%)
|
BPD NTB
|
4,110
|
2,764
|
67.2
|
BPD Bali
|
11,635
|
7,506
|
64.5
|
BPD
Sumbar (Nagari)
|
13,880
|
8,776
|
63.2
|
BPD Sulut
|
6,376
|
3,880
|
60.9
|
BPD Sumut
|
20,525
|
11,554
|
56.3
|
BPD Jatim
|
29,340
|
16,361
|
55.8
|
BPD
Kalbar
|
8,641
|
4,708
|
54.5
|
BPD
Sumsel
|
16,336
|
8,882
|
54.4
|
BPD
Sulsel Sulbar
|
9,995
|
5,284
|
52.9
|
BPD DI
Yogyakarta
|
5,173
|
2,709
|
52.4
|
BPD
Jateng
|
26,663
|
13,880
|
52.1
|
BPD NTT
|
7,618
|
3,937
|
51.7
|
BPD
Bengkulu
|
2,958
|
1,494
|
50.5
|
BPD
Maluku
|
4,814
|
2,118
|
44.0
|
BPD Riau
Kepri
|
19,936
|
8,766
|
44.0
|
BPD
Sultra
|
2,966
|
1,296
|
43.7
|
BPD Jabar
Banten
|
63,680
|
27,339
|
42.9
|
BPD
Kalsel
|
8,796
|
3,650
|
41.5
|
BPD
Kaltim
|
29,803
|
11,598
|
38.9
|
BPD Papua
|
14,389
|
5,506
|
38.3
|
BPD
Sulteng
|
1,911
|
576
|
30.1
|
BPD Jambi
|
6,292
|
1,702
|
27.0
|
Total
|
315,838
|
154,286
|
48.8
|
Catatan: Data untuk BPD Jabar Banten dan BPD Jatim diperoleh dari laporan keuangannya masing-masing, sisanya diperoleh dari publikasi BI. Sementara Bank DKI Jakarta, Lampung, Aceh, dan Kalteng, statusnya bukan merupakan bank BPD.
Dari data diatas, tampak bahwa rata-rata porsi kredit yang disalurkan oleh
bank-bank nasional mencapai 58.6% dari total aset yang mereka pegang. Angka
tersebut lebih besar ketimbang rata-rata porsi kredit yang disalurkan bank-bank
BPD, yaitu hanya 48.8%. Sebenarnya, bank nasional juga bukannya nggak naroh
duit di BI, kemudian duduk manis dan menerima bunga. Hanya saja porsinya tidak
sebesar bank-bank BPD.
Dan dalam kaitannya dengan pendapatan dan laba bersih yang diperoleh bank
yang bersangkutan, tindakan ‘cari aman’ dengan menempatkan dana di BI dan
institusi keuangan lainnya, memang mampu memberikan peningkatan laba yang
konsisten bagi bank-bank BPD (karena bunga dari BI ibarat gaji yang sudah pasti
akan diterima setiap bulannya). Ambil contoh BPD Jatim (BJTM), laba tahun
berjalannya naik terus dari tahun 2007 sebesar Rp403 milyar, menjadi Rp860
milyar pada tahun 2011, atau totalnya telah tumbuh 113.2% dalam empat tahun. Demikian juga dengan BJBR, yang laba
bersihnya terus naik secara konsisten hingga total telah tumbuh 159.7% dalam kurun waktu 2007 - 2011.
Well, lumayan bagus bukan? Tapi sekarang coba kita bandingkan pertumbuhan laba
bersih dalam jangka panjang tersebut dengan bank-bank nasional, berikut
datanya:
Net
Profit
|
2011
|
2007
|
Growth
(%)
|
Bank BTN
|
1,119
|
402
|
178.4
|
Bank BRI
|
15,088
|
4,838
|
211.9
|
Bank
Mandiri
|
12,246
|
4,346
|
181.8
|
Bank BNI
|
5,808
|
902
|
543.9
|
Total
|
34,261
|
10,488
|
226.7
|
Kita lihat, bank-bank nasional mencatat persentase pertumbuhan yang jauh
lebih baik ketimbang BPD, yaitu dengan rata-rata 226.7%. Dan itu memang masuk akal. Para bank nasional ini, mereka berani
menyalurkan kredit dalam jumlah besar ke perusahaan ataupun masyarakat, dimana disitu
terdapat risiko gagal bayar. Namun, risiko tersebut sebanding dengan pendapatan
bunga yang juga jauh lebih besar ketimbang bunga simpanan di BI. Dengan sedikit
kerja keras, risiko tersebut kemudian bisa diminimalisir, sementara pendapatan
bunga yang diperoleh tetap tinggi. Well, analoginya mungkin mirip dengan
seorang pengusaha yang pendapatannya tidak tetap alias bisa naik dan turun
setiap saat, termasuk berisiko mengalami kerugian, namun memiliki peluang untuk
meraih kenaikan pendapatan yang tinggi, tergantung seberapa giat dia dalam mengelola
perusahaannya. Ini berbeda dengan seorang karyawan yang meskipun sudah pasti
akan menerima gaji setiap bulannya, tapi gajinya ya segitu-gitu aja, peduli
amat dia mau kerja sampai jungkir balik sekalipun.
So, dalam hal ini BPD menjadi tidak cocok untuk investasi long term, karena
potensi pertumbuhannya (ternyata) terbatas, disamping karena mereka juga tidak
berkontribusi banyak ke pembangunan di daerahnya. Sehingga lagi-lagi,
pembangunan hanya terkonsentrasi di pusat (Jakarta dan Pulau Jawa). Mungkin ada
juga BPD yang mau terjun untuk membiayai proyek tertentu milik Pemda, tapi itu
jarang terjadi (BPD biasanya cuma mau ngasih kredit konsumsi ke PNS saja). And
sorry to say, BPD Jatim juga termasuk didalamnya, kecuali jika nanti pihak
manajemen mau mengubah kebijakan penyaluran kreditnya, kemudian
mempraktekkannya (gak cuma omong doang).
Tapi, bukankah katanya BJTM mau menggunakan dana IPO-nya untuk ekspansi
kredit? Yup, benar. BJTM akan melepas 2.98 milyar lembar saham pada harga Rp430
- 670 per saham. Tarohlah kita pakai harga jual yang terendah yaitu Rp430, maka
BJTM akan meraup dana Rp1.3 trilyun. Dari dana tersebut, 80% diantaranya atau
sekitar Rp1 trilyun akan dipakai untuk mendukung ekspansi kredit perseroan. Tapi
tahukah anda, bahwa ketika BJBR melaksanakan IPO dua tahun yang lalu, 80% dari
dana hasil IPO juga rencananya akan dipakai untuk ekspansi kredit? Lalu
bagaimana hasilnya? Pada Kuartal I 2011, BJBR mencatat penyaluran kredit Rp27.3
trilyun, hanya meningkat 47.2% dibanding kuartal yang sama di dua tahun sebelumnya (tahun 2010). Untuk ukuran Bank BPD yang lokasinya dekat dengan pusat, itu adalah pertumbuhan yang mengecewakan. Kemana aja BJBR ini ketika banyak peluang pembiayaan untuk industri yang ramai-ramai masuk ke wilayah Bekasi, Tangerang, Cikarang, Depok, Bogor, dan Bandung?
Terus bagaimana dengan BJTM? Sama saja. Manajemen hanya mentargetkan
peningkatan nilai kredit sebesar 23% pada tahun 2012 ini, dimana kalau bagi
penulis sebagai seorang investor, itu adalah target pertumbuhan yang sama
sekali tidak atraktif. Terlebih, seperti yang sudah disebut diatas, entah
kenapa laba bersih BJTM di 1Q12 ini turun, padahal pendapatannya sebenarnya
naik (Rp666 berbanding 622 milyar). Setelah penulis cek lagi, itu salah satunya
karena perusahaan menderita kerugian dari penurunan aset kredit (impairment) senilai Rp60 milyar, dari
sebelumnya hanya 19 milyar. Well, ini sebetulnya sangat disayangkan, karena
kalau anda baca lagi tabel diatas, BJTM sebenarnya nggak pelit-pelit amat dalam
menyalurkan kredit. Pada 1Q12, porsi kredit BJTM mencapai 55.8% dibanding total
asetnya, atau sedikit lebih baik dibanding Bank BNI di periode yang sama. Tapi
ternyata kualitas dari kredit itu sendiri nggak bagus dan malah menyebabkan
kerugian. So, this stock is not an option for long term investments, at least
for now.
Okay, mungkin BJTM ini memang nggak oke kalau buat invest. Tapi bagaimana
kalau dipakai untuk simpanan jangka pendek? Bisakah dia naik banyak seperti
ketika dulu ketika IPO BJBR? Untuk menjawab itu, bisa kita mulai dengan
menghitung valuasi sahamnya.
Seperti disebut diatas, BJTM akan dilepas di range harga Rp430 - 670 per
saham. Kita ambil yang terendah yaitu Rp430, maka BJTM akan meraup dana Rp1.3
trilyun, atau tepatnya Rp1,283 milyar. Setelah dikurangi biaya emisi dan
lain-lain, bersihnya mungkin sekitar Rp1.25 trilyun. Ditambah ekuitas BJTM pada
1Q12 sebesar Rp3.7 trilyun, maka totalnya menjadi Rp5 trilyun. Pada harga saham 430, BJTM akan mencetak market cap Rp6.5 trilyun, sehingga PBV-nya akan
menjadi Rp5 / 6.5 trilyun = 1.3 kali.
Sementara PER-nya, dengan laba bersih Rp218 milyar pada 1Q12, maka annualized
EPS BJTM adalah Rp58 per saham, sehingga PER-nya pada harga 430 adalah 7.4 kali. Binggo! Kabar baik
saudara-saudara, IPO Bank Jatim ini ternyata murah! Jika sahamnya dilepas pada
harga tertinggi, yaitu Rp670, maka PBV dan PER-nya masing-masing adalah 1.7 dan 11.5 kali, sudah tidak bisa
dikatakan murah lagi, tapi juga belum bisa disebut mahal (masih wajar). Sepertinya, underwriter dari IPO Bank Jatim ini memilih untuk melepas saham
BJTM di harga yang ‘sedapetnya aja’, mengingat kondisi market yang belum
benar-benar pulih.
Terakhir, ingat bahwa meski saham IPO BJTM terbilang murah, namun kinerja
BJTM pada 1Q12 ini cenderung menurun dibanding periode sebelumnya. Dan yang
menurun tidak hanya laba bersihnya. Beberapa rasio keuangannya seperti aset
produktif bermasalah, NPL, ROA, ROE, NIM, BOPO, hingga LDR, semuanya mengalami
kemunduran kinerja yang cukup signifikan. Dalam kondisi market yang belum
benar-benar pulih seperti sekarang, penurunan kinerja tersebut akan ditanggapi secara
sensitif oleh para investor, atau trader sekalipun, sehingga mereka akan
menjadi kurang berminat untuk bergabung dalam IPO BJTM. Jadi kalaupun BJTM ini
berhasil naik banyak pada pembukaan perdagangan perdananya di tanggal 11 Juli
nanti, namun kenaikannya kemungkinan tidak akan sebesar BJBR dulu. Jika anda
tetap berminat, maka saran penulis, jangan gunakan dana terlalu banyak.
NB: Buletin rekomendasi saham edisi Juli akan terbit tanggal 1 Juli mendatang, anda bisa membelinya disini.
Ilustrasi Cara Kerja Paket Bailout Yunani
Bagaimana cara kerja Bailout Yunani? Berikut ilustrasinya. Tulisan ini
bukanlah milik penulis, melainkan hasil nemu di internet (entah siapa yang
nulis). Namun berhubung tulisan ini sangat menarik untuk dibaca, maka penulis
jadi pengen juga meng-share-nya disini. Okay, here we go!
Tips Agar Tetap 'Calm' Ketika IHSG Turun
Setelah terkoreksi selama satu setengah bulan kemarin, IHSG akhirnya mulai
menunjukkan indikasi pulih dan sekarang sudah kembali berada di level 3,900-an.
Bagi anda yang sudah berpengalaman terjun ke market minimal 1 - 2 tahun, koreksi
kemarin adalah hal yang biasa terjadi dan (seharusnya) tidak perlu
dikhawatirkan sama sekali. Termasuk jika kemarin sempat nyangkut, maka tidak
perlu dilakukan cut loss karena cepat atau lambat harga-harga saham yang anda
pegang akan naik kembali (tentunya jika sejak awal anda tidak keliru dalam
memilih saham). Tapi bagi anda yang tergolong masih newbie, maka bukan tidak
mungkin ketika kemarin IHSG terjun bebas ke posisi 3,600-an, anda malah cut
loss yang itu berarti justru merealisasikan potensi kerugian yang terjadi.
Sektor Batubara: Antara Rumor, Fakta, dan Konspirasi
Saham-saham batubara, jika anda perhatikan, hingga saat ini masih berada
dalam event big sale, alias masih
terdiskon besar-besaran. Termasuk saham yang fundamentalnya amburadul macam
Bumi Resources (BUMI), pada harga sekarang juga sudah boleh dikatakan murah. Jadi
apakah sekarang sudah saatnya untuk akumulasi, ataukah kita justru harus
menghindari sektor ini dulu? Bagaimana dengan berbagai sentimen negatif
yang menyelimuti saham-saham batubara belakangan ini?
Belajar dari Liem Sioe Liong
Liem Sioe Liong alias Sudono Salim,
seperti yang anda ketahui, telah wafat pada tanggal 10 Juni 2012 kemarin, pada
usia 95 tahun (atau tepatnya 96 tahun kurang 1 bulan). Meski telah tiada, namun
Om Liem, demikian beliau biasa disapa, akan selalu dikenang sebagai pendiri
dari salah satu grup usaha terbesar dalam sejarah Republik Indonesia, Grup
Salim. Sebagai seorang taipan, maka tentu banyak hal yang bisa dipelajari dari sosok
Om Liem. Seorang teman penulis pernah berkata, ‘Semua orang juga tahu bagaimana
Om Liem merangkak susah payah dalam membangun imperium bisnisnya. Beliau adalah
contoh sempurna bagi siapapun yang hendak sukses dalam merintis usaha dari
titik nol.’
Daftar Sepuluh IPO Terbesar di Indonesia
Pertengahan Mei lalu, Facebook resmi IPO untuk kemudian listing di Nasdaq
dengan kode FB. IPO FB ini disebut-sebut sebagai IPO terbesar dalam sejarah,
mengingat nilai IPO-nya sangat besar, yaitu US$ 16 milyar atau sekitar Rp150
trilyun. Pernyataan ‘IPO terbesar dalam sejarah’ ini mungkin membuat anda
penasaran, benarkah demikian? Bahwa IPO FB adalah IPO terbesar sepanjang masa?
Karena itulah penulis kemudian mencoba search tentang IPO-IPO terbesar yang
pernah dilakukan, dan berikut adalah hasilnya.
Kobexindo Tractors
Kobexindo Tractors (kodenya belum ditentukan, tapi kita sebut saja KOBE)
adalah perusahaan yang tergolong baru dan masih berukuran kecil di sektor penjualan
dan penyewaan alat-alat berat (heavy
equipment). Jika dibanding tiga perusahaan alat-alat berat lainnya yang
sudah lebih dulu listing di bursa, yaitu United Tractors (UNTR), Intraco Penta
(INTA), dan Hexindo Adiperkasa (HEXA), maka KOBE adalah ‘anak muda yang masih
belum punya apa-apa’. Namun dalam lima tahun terakhir, KOBE cukup mampu
menunjukkan pertumbuhan yang konsisten. Pada tahun penuh 2011, KOBE mencatat
laba bersih Rp80 milyar, dibanding Rp7 milyar pada tahun 2006. Lalu kira-kira
bagaimana prospekya? Here we go.
Blue Chips on Sale!
Jika anda adalah investor konservatif, maka masa-masa terkoreksinya IHSG
adalah seperti pesta diskon di pusat perbelanjaan, yang hanya terjadi 2 – 3 kali
dalam satu tahun. Pada saat-saat seperti inilah anda bisa berbelanja saham
lebih banyak dari biasanya, mumpung harga-harga lagi pada murah. Berikut adalah
sebagian daftar belanjaan yang mungkin bisa anda pertimbangkan, kita ambil yang
kategori bluchip karena beberapa hari terakhir ini penulis cukup menerima
banyak masukan untuk menyajikan rekomendasi saham dari kategori bluchip.
JP Morgan, Dow Jones, & IHSG
Beberapa hari terakhir, media massa global gencar memberitakan soal
kerugian yang dialami oleh salah satu bank investasi paling terkemuka di
Amerika Serikat (AS) dan juga dunia, yaitu JP
Morgan Chase & Co., sebesar US$ 2 milyar (sekitar Rp18 trilyun).
Menurut rumor yang berkembang, kerugian tersebut disebabkan oleh kekeliruan
kebijakan investasi yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Pihak JP Morgan
merespons kejadian ini dengan mem-pensiun-kan Chief Investment Officer-nya
(CIO), yaitu Ms. Ina Drew, yang telah mengabdi di perusahaan selama 30 tahun.
Namun tindakan tersebut tetap belum menjawab pertanyaan para investor di
seluruh dunia: Apa yang sebenarnya terjadi?
Bank BTPN
Bank BTPN (BTPN), seperti yang sudah dibahas di artikel sebelumnya, adalah
bank miliki fund asing Texas Pacific Group (TPG), yang dikelola oleh fund
lokal, Northstar Equity Partners (Northstar). TPG mengakuisisi BTPN pada 14 Maret
2008, atau hanya dua hari setelah perusahaan listing di BEI. Kemudian di tangan
Northstar, BTPN memasuki bisnis baru yang belum banyak dimasuki oleh perusahaan
perbankan lainnya, yaitu pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM,
atau kita singkat saja UKM), namun dengan tetap menjalankan bisnis asli
perusahaan, yaitu kredit dan pembiayaan pensiunan.
Langganan:
Postingan (Atom)