Strategi Investasi untuk Saat Ini

Anda mungkin memperhatikan bahwa IHSG bergerak membosankan akhir-akhir ini, dalam artian dia tidak naik melainkan cenderung turun, tapi penurunannya juga pelaaaan sekali. Akhir April kemarin IHSG ditutup di posisi 4,839, dan ketika artikel ini ditulis, dia berada di posisi 4,753, atau hanya minus 1.7%. Jika posisi ini bertahan sampai akhir bulan nanti, maka bulan Mei ini menjadi bulan pertama sepanjang tahun 2016 dimana IHSG turun, namun kalau penurunannya hanya 1 – 2% maka nggak bisa disebut sebagai ‘Sell in May and Go Away’ juga, karena penurunan segitu tentu saja gak signifikan, dan memang penulis sendiri bisa melihat bahwa tidak terjadi kepanikan di pasar (normalnya, pasar hanya akan panik kalau IHSG sudah main perosotan).

Tapi kondisi ‘tidak jelas’ ini mungkin tetap menimbulkan pertanyaan bagi investor: What should I do? Apalagi, meski IHSG turunnya pelan-pelan, tapi beberapa saham sudah longsor duluan, salah satunya Perusahaan Gas Negara (PGAS), sementara disisi lain beberapa saham kecil tetap naik. Bagi investor yang memegang posisi cash, anda mungkin bingung kapan waktunya belanja. Sementara bagi investor yang masih memegang saham, anda mungkin bingung apakah sekarang harus keluar dulu apa gimana. Karena meski saham-saham yang anda pegang turunnya pelan-pelan (jika anda memegang saham yang pergerakannya mengikuti IHSG), namun dia tetap saja turun toh? Jadi ngapain juga tetap dihold?

Nah, untuk menjawab pertanyaan ini maka pertama-tama kita harus balik lagi dulu ke faktor fundamental. Seperti yang sudah kita bahas disini, kinerja emiten di Kuartal I 2016 ternyata belum begitu bagus, sehingga suka atau tidak, IHSG tidak akan naik terlalu banyak pada tahun 2016 ini, dan anda untuk sementara harus melupakan proyeksi bahwa IHSG akan tembus 5,000 dalam waktu dekat. Berdasarkan analisa laporan keuangan secara general ini saja, dan berdasarkan fakta bahwa ada banyak saham yang sudah naik tinggi dihitung sejak IHSG mengalami panic selling-nya pada Agustus – September 2015 lalu sehingga valuasi mereka juga sudah tidak terlalu murah lagi, maka kemungkinan terbaik bagi IHSG hanyalah bahwa dia akan sideways dalam beberapa bulan kedepan, dalam artian tidak turun, tapi tidak naik juga.

Sementara kemungkinan terburuknya? Well, tentu dia akan turun. Tapi kapan dia akan turun? Ya bisa kapan saja. Kalau lihat pengalaman tahun 2011, 2013, dan 2015, IHSG biasanya akan mencapai titik terendah koreksinya pada sekitar bulan Agustus – September.

'Panic selling' itu kalo penurunan IHSG sudah seperti gambar diatas.

Jadi jika posisi anda sudah diluar alias megang cash, maka strategi termudahnya adalah anda pergi saja ke gunung, pantai, atau gua sekalian yang tidak ada koneksi internet, lalu diem disitu paling lama sampai bulan Agustus – September (penulis katakan paling lama, karena koreksi pasar bisa saja terjadi sebelumnya. Disisi lain kalaupun IHSG tetap naik sedikit sebelum Agustus – September, maka ujungnya dia tetap akan turun). Dan sambil menunggu itu, anda jangan belanja saham apapun. Pengalaman telah mengajarkan bahwa waktu terbaik untuk ‘turun gunung’ dan belanjar besar-besaran adalah ketika orang-orang sudah berteriak panik. Sementara jika pasar masih adem ayem saja, maka tutup laptop anda, pergilah berlibur, dan terserah anda mau ngapain asal jangan ngutak atik portofolio.

However, tentunya tidak semudah itu pula untuk bisa hold cash sampai berbulan-bulan begitu, apalagi jika anda masih pemula yang gampang ‘gatel’. Dan faktanya meski IHSG cenderung turun, namun beberapa saham tetap akan naik. Jadi jika anda bisa menemukan saham murah yang kinerjanya masih oke pada Kuartal I 2016 kemarin, maka anda mungkin masih bisa memperoleh profit signifikan meski IHSG-nya turun, dimana saham-saham ini kalau IHSG turun 0.5% pada hari tertentu, maka dia cuma akan turun 1%, sementara ketika IHSG naik 0.5% di hari yang lainnya (karena ketika IHSG cenderung turun/downtrend, maka itu bukan berarti IHSG akan turun setiap hari), maka dia akan naik 2 – 3% pada hari tersebut. Alhasil setelah dua atau tiga bulan, IHSG mungkin totalnya turun 5 – 7%, namun saham anda tetap naik total 20 – 25%.

Dan contoh dari kasus diatas adalah, persis setahun lalu yakni pada Mei 2015, kondisi pasar juga tidak jauh beda dengan saat ini dimana para emiten melaporkan kinerja yang tidak bagus pada Kuartal I 2015, sehingga penulis menyimpulkan bahwa IHSG cepat atau lambat akan turun besar-besaran (dan memang ketika itu dia mulai turun dari 5,500-an hingga 5,200-an). Namun ternyata ada beberapa emiten yang kinerjanya bagus dan prospeknya pun cerah, salah satunya adalah Sri Rejeki Isman (SRIL), dimana setelah dianalisa secara mendalam, penulis membelinya pada harga 274. Dan memang, ketika beberapa bulan kemudian IHSG terus saja longsor hingga mentok di 4,200-an, SRIL justru naik hingga sempat tembus 400. Maka jadilah pada koreksi pasar di pertengahan tahun 2015 tersebut, kami masih mampu menghasilkan profit ketika pasar secara umum justru harus struggle untuk sekedar tidak menderita kerugian.

Jadi jika pada tahun ini anda menemukan saham-saham model SRIL tersebut (biasanya saham second liner dengan nominal harga saham yang kecil, yakni ratusan Rupiah), maka mungkin anda masih bisa mencetak profit, sekali lagi, ketika IHSG cenderung turun. Penulis punya daftar beberapa saham yang mungkin bisa menjadi ‘the next SRIL’, tapi disini biar saya kasih satu saja diantaranya: Coba anda perhatikan Alam Sutera Realty (ASRI).

However, keputusan untuk ‘tetap pergi melaut ketika cuaca sedang buruk’, tentunya tetap sangat berisiko dimana anda mungkin bisa pulang membawa ikan (baca: profit), tapi mungkin pula kapal anda malah tenggelam! Ketika anda membeli saham tertentu yang fundamentalnya bagus dan memang dia sukses naik, maka tetap saja tidak ada jaminan bahwa saham tersebut tidak akan terseret turun ketika pasar pada akhirnya nanti dilanda panic selling. Sepanjang akhir 2015 hingga Kuartal I 2016 kemarin, kita sudah melewati masa-masa dimana kondisi pasar sangat bersahabat, jadi mungkin sekarang gilirannya kita harus beristirahat dulu dirumah sampai cuaca badai berlalu. Dengan asumsi bahwa anda sudah meraih profit signifikan sepanjang beberapa bulan lalu, maka asalkan kedepannya anda tidak menderita rugi saja, maka pada akhir tahun nanti kinerja investasi anda tetap akan jauh lebih baik diatas rata-rata kenaikan/penurunan IHSG. Dan satu-satunya cara untuk ‘tidak menderita rugi’ tersebut adalah dengan hold cash, agak lama memang, tapi sabar saja.

Okay, jadi sekarang kita punya dua opsi strategi: 1. Stay out of the sea until people screaming out ‘here goes the tsunamiiii!’, atau, 2. Lakukan pembelian saham secara selektif, dengan fokus pada saham-saham nominal kecil yang berfundamental bagus. Sebenarnya karena kita juga tentunya tidak bisa mengetahui secara persis bahwa IHSG akan kemana, dimana bisa saja panic selling yang beberapa kali disebut diatas ternyata tidak pernah terjadi, maka anda bisa mengkombinasikan dua strategi diatas, dimana anda bisa belanja beberapa saham tapi jangan habiskan seluruh dana yang tersedia, melainkan sisakan sebagian cash untuk jaga-jaga jika pasar nanti benar-benar longsor. Well, the choice is yours.

Disclosure: Ketika artikel ini dipublikasikan, Avere sedang dalam posisi memegang ASRI di average 384. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Buletin Analisis IHSG & Rekomendasi Saham Bulanan edisi Juni 2016 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi portofolio/tanya jawab saham untuk member.

Komentar

Pak Teguh, bagaimana nasib saham PGAS jika jadi dicaplok sama Pertamina? Mohon analisa dan pencerahannya Pak.
Terima Kasih.
Analis Saham Jalanan mengatakan…
Tele masuk daftar gak pak teguh?
Unknown mengatakan…
Pak Teguh, boleh donk dibahas ipo 2 emiten, nawacitanya jokowi. Listrik dan maritim. Tks

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)