Prediksi Kinerja Laporan Keuangan BBCA, BBRI, BMRI, BBNI

Tak terasa kita sudah memasuki pertengahan bulan Juli 2025, yang itu artinya para emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan segera merilis laporan keuangan (LK) untuk periode Kuartal II 2025, atau Q2 2025. Dan penulis banyak menerima pertanyaan terkait bagaimana kira-kira kinerja LK dari big four banking yakni Bank BCA (BBCA), Bank BRI (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), dan Bank BNI (BBNI), karena saham dari keempat bank tersebut sedang turun cukup signifikan di sepanjang 2025 ini, sehingga kemudian menimbulkan pertanyaan: Apakah ini kesempatan untuk beli lagi di harga bawah? Eh tapi bagaimana kalau nanti LK perusahaannya ternyata jelek? Bukankah itu bisa bikin sahamnya turun lebih dalam lagi?

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 25 analisa saham pilihan edisi Q2 2025 terbit tanggal 8 Agustus 2025, dan sudah bisa dipesan disini. Tersedia diskon bagi yang memesan sebelum tanggal 8 Agustus, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio langsung dengan penulis.

***

Dan pertanyaan ini menjadi penting karena, kita tahu pada periode Q1 2025 (Januari – Maret 2025) kemarin kinerja BBCA dkk tidak tumbuh setinggi biasanya, malah laba Bank BRI anjlok karena kenaikan beban CKPN. Dengan kata lain penurunan saham-saham perbankan sejauh ini bukan tanpa alasan, melainkan karena memang kinerja fundamentalnya sedang turun, imbas dari lesunya ekonomimakro nasional di tahun 2025 ini. Sehingga kalau ternyata di Q2 ini kinerja BBCA dkk tidak tercatat lebih baik, atau minimal tidak turun lebih dalam dibanding Q1 kemarin, maka sahamnya juga belum punya alasan untuk naik lagi. Sehingga balik lagi: Bagaimana kira-kira kinerja big four di Q2 2025 ini?

Untungnya, berbeda dengan emiten-emiten di sektor lain yang hanya diwajibkan merilis laporan keuangan (LK) kuartalan setiap tiga bulan sekali, maka emiten perbankan juga harus merilis laporan keuangan bulanan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga, meski kita masih harus menunggu setidaknya dua minggu lagi sebelum BBCA dkk merilis LK Q2 (periode Januari – Juni 2025), tapi untuk saat ini kita sudah bisa membaca LK untuk bulan Mei 2025 (periode Januari – Mei 2025). Dan penulis sudah membuat ringkasannya sebagai berikut, angka dalam triliunan Rupiah kecuali growth dalam persen. Klik gambar untuk memperbesar:

Okay, perhatikan. Hingga bulan Mei 2025, keempat bank terbesar di Indonesia masih membukukan pertumbuhan ekuitas meski tipis, dimana ekuitas BBRI hanya naik 0.7%. Demikian pula dengan pendapatan, rata-rata masih naik namun BBRI turun -0.8%. Sehingga, meski betul bahwa laba bersih BBRI yang turun -14.9% itu terutama disebabkan oleh kenaikan beban CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) yang sifatnya hanya pembukuan, tapi dari sisi pendapatannya pun kinerja BBRI memang terhitung turun. Dan ini adalah kali pertama sejak tahun krisis covid 2020 lalu dimana ada emiten big four banking, dalam hal ini BBRI, yang mencatat penurunan pendapatan, sehingga secara tidak langsung menunjukkan bahwa situasi ekonomi di tahun 2025 ini memang sedang tidak baik-baik saja (karena dalam situasi ekonomi normal, BBRI akan selalu membukukan kinerja yang sangat baik).

Kemudian yang juga menarik untuk diperhatikan adalah kinerja laba bersih BMRI yang hanya naik sangat tipis 0.1%, sedangkan laba bersih BBNI turun -1.3%. Mengingat di Q1 kemarin laba BBNI dan BMRI masih naik lumayan, maka hal ini menunjukkan trend penurunan kinerja perbankan dalam dua bulan terakhir, sehingga bukan tidak mungkin pada LK Q2-nya nanti, BMRI akan menyusul BBRI dan BBNI untuk juga mencatat penurunan laba untuk pertama kalinya sejak tahun 2020. Mungkin perlu juga dicatat bahwa, tidak seperti BBRI yang labanya turun tajam karena adanya lonjakan beban CKPN, maka BMRI dan BBNI tidak mengalami situasi yang sama, malah beban CKPN BMRI sejatinya berkurang menjadi Rp3.8 triliun pada periode Januari – Mei 2025, dibanding Rp4.0 triliun di periode yang sama tahun 2025. But still laba BMRI, dan juga BBNI, kemungkinan akan ikut turun di Q2 ini.

Dengan demikian, BBCA menjadi satu-satunya bank besar yang masih mencatat pertumbuhan baik itu dari sisi ekuitas, pendapatan, dan juga laba bersih, dan mungkin ini juga yang menjelaskan kenapa saham BBCA sejauh ini belum turun terlalu banyak dibanding posisi all time high-nya di Rp10,950. Meski demikian untuk ketiga saham bank besar lainnya, maka harus penulis katakan bahwa penurunan harga sahamnya terbilang selaras dengan perkembangan kinerja laporan keuangannya sejauh ini, yang memang tidak sebagus biasanya. Sehingga kalau anda pegang saham BBCA maka bisa pertimbangkan untuk tambah lagi, tapi kalau pegang tiga saham bank lainnya, sebaiknya wait and see dulu.

Okay Pak Teguh, lalu sebenarnya apa yang bikin kinerja emiten perbankan jadi turun begitu? Kalau alasannya karena ekonomi lesu, tapi kita sekarang ini tidak sedang krisis seperti jaman covid dulu bukan? Yep, benar, namun dengan pertumbuhan ekonomi terakhir tercatat 4.87% untuk periode Q1 2025, aka lebih rendah dibanding biasanya yang 5.0 – 5.2%, plus kita sempat mengalami deflasi yang mana itu menunjukkan penurunan daya beli yang signifikan (inflasi turun itu bagus, tapi kalau sampai negatif alias deflasi, artinya masyarakat benar-benar gak punya duit untuk membeli barang dan jasa, dan imbasnya harga jualnya turun/terjadi deflasi), maka situasi ekonomi sekarang ini betul tidak separah era covid, tapi tetap lebih buruk dibanding rata-rata kinerja makroekonomi dalam lima, atau sepuluh tahun terakhir. Sehingga, meski dalam situasi demikian akan selalu ada saja perusahaan yang mampu mencatat kinerja bagus sendiri, contohnya ya BBCA itu tadi, tapi selebihnya mau tidak mau harus mengencangkan ikat pinggang, sampai situasinya nanti membaik.

Okay, lalu kapan situasinya akan membaik? Pendapatan dan laba bersih perusahaan-perusahaan akan kembali naik? Well, secepatnya, mudah-mudahan, namun yang jelas untuk Q2 ini maka kita masih harus ekstra hati-hati, jangan dulu belanja/average down di saham terutama jika memang kinerja perusahaannya masih cenderung turun. Just relax, kita lihat lagi nanti di Q3 bagaimana. In the meantime kita bisa fokus ke saham-saham yang kinerja perusahaannya masih bagus, contohnya saham PT Solusi Sinergi Digital, Tbk (WIFI), yang sudah rilis LK Q2, dan laba bersihnya meroket 153%. Sayangnya WIFI ini memang sudah naik banyak sejak direkomendasikan pada Agustus 2024 lalu, but no worries, kita nanti akan cari lagi saham lain yang fundamentalnya juga bagus, dan valuasinya masih murah/harganya belum naik.

***

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 19 Juli 2025, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q2 2025 - Terbit 8 Agustus

Live Webinar How to Invest in US Stocks, Sabtu 28 Juni 2025

Prospek Saham Adaro Minerals Indonesia (ADMR): Better Than ADRO?

Video Seminar How to Invest in US Stocks - 2025

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 19 Juli 2025

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?