Benarkah Waran Terstruktur Cuannya Lebih Besar Dibanding Saham?

Pada hari Senin, 19 September 2022, Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi memperdagangkan instrumen investasi baru yang disebut waran terstruktur (structured warrant), dimana baru ada satu sekuritas yang ditunjuk sebagai perantara perdagangan yaitu RHB Sekuritas, dan juga baru ada tiga waran yang terdaftar yakni waran Adaro Energy (ADRO), Unilever Indonesia (UNVR), dan Bank BRI (BBRI). Perlu dicatat bahwa waran terstruktur ini berbeda dengan saham. Sehingga jika ada investor yang membeli waran ADRO, maka yang ia pegang adalah waran ADRO, tapi bukan saham ADRO sendiri. Dari sinilah kemudian timbul pertanyaan: Waran terstruktur itu apa sih?

***

Ebook Market Planning edisi Oktober 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Sebelum kita bahas waran terstruktur, kita bahas terlebih dahulu pengertian waran biasa. Waran (biasa) adalah semacam kupon yang memberikan pemegangnya hak, tapi bukan kewajiban, untuk membeli/menebus saham tertentu pada harga yang sudah ditentukan sejak awal, tak peduli harga saham tersebut di pasar lebih tinggi atau lebih rendah. Misalnya seorang investor membeli waran A pada harga Rp100, dimana waran itu bisa digunakan untuk membeli saham A pada harga Rp1,000. Jadi jika saham A di pasar harganya naik menjadi Rp1,500, maka si investor bisa menggunakan waran tadi untuk menebus saham A pada harga Rp1,000. Sehingga setelah ditambah harga waran yang Rp100 itu tadi, maka totalnya ia keluar uang Rp1,100 untuk mendapatkan 1 lembar saham A, yang kemudian bisa ia jual pada harga Rp1,500, sehingga ia kemudian profit sebesar Rp400 dikurangi trading fee. Namun disisi lain jika saham A justru turun menjadi Rp800 atau lebih rendah lagi, maka si investor tidak harus/tidak wajib menggunakan waran yang ia pegang untuk membeli saham A pada harga Rp1,000, karena jika demikian maka ia akan rugi. Tapi dalam hal ini maka si investor tetap rugi sebesar uang yang digunakan untuk membeli waran A itu tadi, karena warannya bisa dibilang hangus sama sekali/nilainya menjadi nol.


Kemudian pada prakteknya, investor yang membeli waran biasanya bukan dengan tujuan untuk menggunakan waran tersebut untuk membeli saham, melainkan untuk dijual lagi pada harga yang lebih tinggi. Jadi balik lagi ke contoh waran A di atas (yang bisa digunakan untuk membeli saham A pada harga Rp1,000), dimana seorang investor membelinya pada harga Rp100 ketika harga saham A masih di Rp1,200. Maka jika besok-besok harga saham A di pasar naik Rp300 menjadi Rp1,500, biasanya harga waran A akan ikut naik sebesar kurang lebih Rp300 juga, dari Rp100 menjadi Rp400. Sehingga jika ada investor yang pegang saham A, maka dia akan profit 25% (dari 1,200 menjadi 1,500). Tapi jika ada investor lain yang pegang waran A, maka dia akan profit 300%, alias empat kali lipat! (dari 100 menjadi 400), sehingga persentase profitnya jauh lebih besar.

Nah, tapi balik lagi: Jika saham A bukannya naik tapi malah turun, misalnya dari Rp1,200 ke Rp1,000 atau lebih rendah lagi, maka harga waran A juga akan turun dari Rp100 menjadi nol, sehingga dalam hal ini kerugian investor bisa mencapai 100%, alias uangnya habis sama sekali. Perlu dicatat pula bahwa waran ini memiliki batas waktu jatuh tempo, dimana jika investor tidak segera menggunakan waran yang ia pegang untuk membeli saham A hingga lewat tanggal jatuh temponya, maka waran itu akan hangus/hilang dari portofolio. Jadi jika harga saham A turun ke 1,000 atau lebih rendah lagi hingga lewat tanggal jatuh temponya, maka investor yang memegang waran tersebut tetap akan rugi 100%, tak peduli meski setelah itu harga saham A naik lagi.

Jadi kita bisa katakan bahwa waran merupakan instrumen investasi yang high risk high gain, dimana potensi profitnya jauh lebih besar dibanding saham, tapi risikonya juga sangat besar dimana duit kita bisa habis sama sekali. Lebih jelas lagi soal waran bisa dibaca disini.

Okay, itu kan pengertian waran biasa. Lalu apa itu waran terstruktur? Jadi gini: Waran biasa diterbitkan oleh emiten, dimana jika ada investor yang menggunakan waran tersebut untuk membeli saham maka pihak emiten lah yang akan menerima uangnya (sehingga ekuitas meningkat), dan emiten kemudian menerbitkan saham baru yang kemudian menjadi miliki si investor tadi, sehingga jumlah saham beredar perusahaan meningkat.

Sedangkan waran terstruktur diterbitkan oleh broker/sekuritas, dalam hal ini RHB Sekuritas, dan tidak bisa digunakan untuk menebus/membeli saham emiten yang bersangkutan, karena pihak broker tidak bisa menerbitkan saham baru (yang bisa melakukan itu ya emitennya). Sehingga cara kerjanya adalah sebagai berikut: Broker menerbitkan waran lalu dijual ke investor, dimana investor ini bisa menebus/menjual kembali waran tersebut ke pihak broker pada harga yang sudah ditetapkan di awal, istilahnya strike price. Jadi misal broker menerbitkan dan menjual waran UNVR pada harga Rp100, dengan strike price Rp4,500. Maka jika harga saham UNVR di pasar naik menjadi Rp5,000, maka investor bisa menjual kembali waran tersebut ke broker, dan broker akan membayar investor sebesar selisih harga UNVR di pasar dengan strike price-nya, yakni Rp500 (5,000 dikurangi 4,500). Jadi bisa dihitung sendiri profitnya berapa kali lipat (bukan berapa persen lagi), karena modalnya tadi hanya Rp100.

Kemudian selain menebus waran ke broker, maka investor juga bisa menjual waran yang ia pegang di pasar pada harga berdasarkan gearing ratio-nya, yang juga sudah ditentukan sejak awal. Misal gearing ratio waran UNVR adalah 3 x, maka itu artinya jika dalam satu hari saham UNVR di pasar naik 2%, maka waran UNVR juga akan naik kurang lebih 6% (tiga kali lipatnya) pada hari yang sama.

Sehingga dengan demikian, maka seperti halnya waran biasa, waran terstruktur ini juga menawarkan profit yang jauh lebih besar dibanding jika membeli saham UNVR itu sendiri. Disisi lain jika saham UNVR di pasar bukannya naik tapi malah turun, maka harga waran terstruktur-nya juga akan turun sebesar tiga kali lipatnya, sehingga risikonya juga lebih tinggi. Kemudian jika sampai dengan tanggal jatuh temponya, harga saham UNVR di pasar ternyata lebih rendah dibanding strike price-nya, maka investor tidak bisa menebus waran tersebut ke broker, dan pihak broker juga tidak ada kewajiban untuk membayar apapun ke investor. Jadi dalam hal ini kerugian investor juga bisa saja mencapai 100%, yakni jika waran yang ia pegang hangus sama sekali karena sudah lewat jatuh temponya.

Kesimpulannya, waran terstruktur adalah instrumen alternatif khusus untuk investor yang berani ambil risiko tinggi demi mengejar potensi profit yang juga maksimal, tapi pada saham-saham bluechip yang pergerakannya di market cenderung lebih stabil dibanding saham-saham kecil, dan dengan mekanisme yang juga sedikit berbeda dibanding waran biasa sehingga risikonya lebih terukur. Namun terlepas dari itu, penulis sendiri tidak tertarik dengan waran terstruktur ini karena fokus kami selama ini adalah menekan risiko investasi hingga serendah-rendahnya (ingat rule-nya Warren Buffett: Never lose money), sedangkan waran biar bagaimanapun risikonya tetap tinggi. Tapi jika anda tertarik dengan waran terstruktur ini, maka anda sekarang sudah mengerti risk and reward-nya.

***

Ebook Market Planning edisi Oktober 2022 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Komentar

Anonim mengatakan…
Ikatan antara atom C pada alkena ada yang membentuk ikatan rangkap dua.
Dengan adanya ikatan rangkap dua maka senyawa alkena masih memungkinkan
mengikat atom hidrogen lagi dengan membuka ikatan rangkap dua tersebut.
Elman Raiyan Firdaus mengatakan…
Pak TH, bisa tidak bahas harga komoditas yang naik sekarang ini? Apa berefek pada perusahaan yang mengunakkan barang-barang komoditas?
MFTKIA mengatakan…
Ngeri juga ya Pak Teguh, btw, keren Pak penjelasannya.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Kuartal II 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia