Mengenal lebih dekat Bhakti Investama

Bhakti Investama (BHIT) adalah salah satu emiten paling populer saat ini. Dalam seminggu terakhir saja, BHIT sudah mengeluarkan setidaknya tiga informasi penting yang tersebar di berbagai media, yaitu konversi obligasi, pembangunan dermaga di kalimantan, dan finalisasi akuisisi tambang Papua. Kalau berita dari anak-anak usahanya seperti MNCN, BMTR, dan lainnya diitung juga, maka bakal lumayan sulit untuk selalu mengikuti perkembangan kaba terbaru BHIT ini. Sebenarnya BHIT ini perusahaan apa sih? Di artikel ini: 1. Lini bisnis BHIT, 2. review kinerja terbaru BHIT, 3. Prospek kedepan.

BHIT berdiri pada tahun 1989. Sebagai perusahaan holding, BHIT memiliki banyak sekali anak perusahaan. Jika dikerucutkan, maka lini bisnis utama BHIT ada tiga yaitu media, jasa keuangan, dan transportasi.


Anak usaha BHIT di bidang media adalah Global Mediacom (BMTR) yang dulu bernama Bimantara Citra, yang berdiri tahun 1982. BMTR membawahi beberapa anak usaha yaitu Media Citra Nusantara (MNCN), MNC SkyVision, dan Infokom Elektrindo. MNCN, sebagaimana anda ketahui, merupakan induk dari tiga stasiun televisi swasta di Indonesia yaitu RCTI, TPI, dan GlobalTV. MNCN juga merupakan induk dari beberapa perusahaan berbasis media dan entertainment. Sedangkan MNC SkyVision, adalah induk dari TV Kabel Indovision. Sementara Infokom Elektrindo adalah perusahaan yang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana dari MNCN dan MNC SkyVision.

Bisa dikatakan akuisisi BMTR adalah lompatan besar bagi Grup Bhakti, dimana setelahnya kemudian Grup ini mulai mengakuisisi kesana kemari. Yang pertama adalah stasiun televisi RCTI dan TPI. BMTR lalu diposisikan sebagai holding bagi dua televisi swasta ini. Tak lama kemudian, BMTR merambah bisnis tv kabel dan sarana penunjang untuk banyak perusahaan medianya. Karena cakupannya menjadi lebih luas, lalu MNCN didirikan untuk menjadi ‘bawahan’ BMTR yang memegang televisi dan media lainnya. Grup Bhakti sendiri jauh sebelumnya, sudah mendirikan BHIT sebagai holding BMTR, karena Mr. Harry sudah punya rencana untuk merambah bisnis lain, tak hanya media.

Dan rencana itu mulai terealisasi pada tahun 2000, dimana Bhakti Capital (BCAP) didirikan. BCAP ditempatkan terpisah dengan BMTR karena BCAP ini bergerak dibidang yang sama sekali berbeda dengan media, yaitu jasa layanan keuangan. BCAP lalu mengakuisisi Bhakti Finance (saya tidak mendapat informasi yang pasti, apa nama Bhakti Finance ini sebelum diakuisisi, dan kapan akuisisinya), dan mendirikan Bhakti Securities dan Bhakti Asset Management.

Merasa cukup sukses dibisnis jasa keuangan, selanjutnya BHIT masuk ke bisnis transportasi dengan mengakuisisi Citra Marga Nusaphala (CMNP), yang kemudian ditempatkan sebagai induk dari PT Indonesia Air Transport (IATA) dan PT Global Transport Services.

Dengan demikian, BHIT memiliki setidaknya lima anak perusahaan yang juga ikut listing di IDX, yaitu BMTR, MNCN, CMNP, IATA, dan BCAP. Selain itu BHIT pernah memiliki sebagian saham Mobile-8 (FREN), namun sudah dijual. Satu lagi yaitu Global Land Development (KPIG), meski belum jelas apakah dimiliki oleh BHIT juga, namun manajemennya adalah dibawah BHIT.

Lalu dimana anak usaha BHIT yang bergerak di sektor pertambangan? Bukankah belakangan ini BHIT banyak menyatakan bahwa mereka telah membeli ladang minyak di Papua dan delapan KP batubara di Sumatra? Saat ini BHIT memang sedang mencoba untuk melebarkan sayap di sektor tambang, dengan mendirikan PT Bhakti Coal Resources, dan mengakuisisi PT Suma Sarana. Kedepannya mungkin akan lebih banyak lagi perusahaan tambang yang didirikan dan diakuisisi. Kemungkinan nanti BHIT akan mendirikan satu perusahaan lagi, sebagai holding dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Tapi intinya, sejauh ini BHIT memang masih coba-coba di sektor ini. Kalau berjalan dengan baik, maka mungkin akan dijadikan sebagai sumber pendapatan utama. Tapi kalau tidak? Ya fokus ke media lagi. Sejauh ini bisnis media yang dikepalai oleh BMTR, dengan anak emasnya yaitu MNCN, masih menjadi penyumbang terbesar pendapatan BHIT, dengan perbedaan yang cukup jauh. Pada 1Q10, BHIT mencetak penjualan 1,5 trilyun dengan komposisi 102 milyar dari bisnis jasa keuangan, 53 milyar dari bisnis jasa transportasi, dan sisanya yaitu lebih dari 1 trilyun, dari media. Jadi wajar kalau bisnis jasa keuangan dan transportasi terkesan hanya difungsikan sebagai pekerjaan sambilan.

Bagaimana dengan kinerja BHIT sendiri secara keseluruhan?

Aset BHIT pada 1Q10 adalah 17.5 trilyun, cukup besar, namun turun sedikit dari 1Q09 yang 17.9 trilyun. Ekuitas dan kewajibannya nyaris tak berubah. Namun BHIT mencatat pertumbuhan positif pada kinerjanya, dengan mencatat kenaikan di penjualan, laba operasional, dan laba bersih. Laba bersih BHIT adalah 153 milyar, dari sebelumnya rugi 124 milyar. Meski meningkat, namun sejujurnya Mr. Harry perlu bekerja lebih keras lagi untuk menjadikan BHIT sebagai perusahaan benar-benar yang menguntungkan. Bagaimana dengan valuasi sahamnya? Mungkin untuk saat ini itu tidak begitu penting, karena pergerakan BHIT saat ini masih lebih dipengaruhi oleh spekulasi.

Lalu bagaimana prospeknya?

Mr. Harry Tanoesoedibjo adalah tipikal pengusaha yang ambisius, dan kita tahu itu. Setelah berjaya di industri media, kemudian dia melakukan banyak ekspansi ke bidang-bidang lain. Namun untuk saat ini sepertinya beliau belum bisa dikatakan sukses dibidang diluar media. Pilihannya untuk terjun ke natural resources juga lebih karena hanya mengikuti langkah-langkah pengusaha lain yang melihat prospek natural resources ini bagus. Kita belum tahu apakah dia akan sukses dibidang ini seperti halnya dia sukses menguasai 36% penonton televisi Indonesia dan menjadi pemain utama di bisnis tv kabel, ataukah pada akhirnya sektor ini hanya dijadikan sebagai pekerjaan sambilan seperti halnya sektor jasa keuangan dan transportasi? We’ll see!

Catatan: Saya memang punya ide untuk membuat profil dari para penguasa market lainnya seperti James Riady, Aburizal Bakrie, dll.. Lengkap dengan daftar perusahaan yang mereka miliki. Profil itu bisa merupakan profil mereka secara personal terutama dari sisi bisnisnya (misalnya, James Riady and his business), atau profil perusahaannya (misalnya, Matahari Putra Prima), atau profil grup konglomerasinya (misalnya, Grup Lippo). Profiling ini bertujuan agar lebih mengenal orang-orang yang kepada mereka anda mempercayakan uang anda untuk diputar di market. Bagaimana menurut anda?

Komentar

GunawanWibisono mengatakan…
Met pagi pak Teguh, hanya satu kata ' Luar Biasa '
Ini yang saya cari selama ini, sebuah ulasan lengkap yang disajikan secara sederhana namun sarat makna dan informasi
Bila diasumsikan dengan group Bakrie, maka BHIT memiliki posisi yang sama dengan BNBR.
Selama ini di BNBR menunjukan pengaruh dominan anak usaha dibawahnya untuk membangun kinerja induknya
Apakah hal yang sama akan terjadi pada BHIT, ya pak ... ?
Satu hal lagi, dengan mengkoleksi anak usahanya langsung akan memberikan 'profit' yang lebih optimal dibanding dengan induknya
Contohnya BTEL dan ELTY memiliki kemampuan recovery yang lebih cepat
Sehubungan dengan keadaan diatas, maka untuk group Harry ini muncul satu pertanyaan lagi.
Lebih prospek-kah, bila kita simpan BMTR/MNCN dan CMNP dibandingkan koleksi langsung pada BHIT ... ?
Maaf, jadi banyak tanya sebab materi ulasannya sangat menarik dan saya sangat menyukai ulasan ini
Makasih kawan, sukses selalu. Amin
Felicia mengatakan…
Saya sangat mendukung sekali jika pak Teguh ingin berbaik hati memberikan gambarannya mengenai profil mereka (penguasa market) itu. Mungkin boleh juga dibahas ttg bagaimana track record mereka selama menjalankan bisnis mereka itu. tx
Draken mengatakan…
ide bagus pak teguh mengenai reviem penguasa pasarnya
G.Kesuma mengatakan…
BHIT menurut hemat saya emitmen yg terkategori high risk, emitmen BHIT typenya saham gorengan, kali ini ngkoh TANOE salah pilih broker/bandar yg disrh menggoreng, BHIT digorengnya pake minyak jelantah, jadi nyungsep 5 hari berturut turut, en dihari keenam naik 1 poin dengan susah payah.
Ganti broker dan bandarnya ngkoh , biar saya bisa masuk lagi tuh.

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)