Melirik Kembali Saham-Saham Perkebunan

Tak terasa kita sudah memasuki penghujung bulan April, dan itu artinya sebentar lagi para emiten akan merilis laporan keuangan untuk periode Kuartal I 2014. Malah hingga artikel ini ditulis, terdapat setidaknya tiga emiten yang sudah merilis laporan keuangan tersebut. Mereka adalah Bank Danamon (BDMN), Bank Mutiara (BCIC), dan Astra Agro Lestari (AALI). Yang mencuri perhatian adalah emiten/saham yang disebut terakhir, yakni AALI, dimana laba bersihnya tercatat Rp810 milyar, atau melompat lebih dari dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun 2013. Disisi lain kalau kita melirik harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) di Bursa Malaysia, angkanya sudah stabil di RM2,600-an per ton, setelah sebelumnya sempat anjlok hingga RM2,200 per ton. Waktunya bagi perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk bangkit kembali?

AALI, seperti yang anda ketahui, merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit ketiga terbesar di BEI setelah Salim Ivomas Pratama (SIMP), dan Sinarmas Agro (SMAR). AALI juga masuk kategori saham blue chip dengan volume perdagangan yang cukup likuid. Sementara jika dilihat dari kualitas fundamentalnya, AALI merupakan saham terbaik di sektor perkebunan kelapa sawit, dengan kinerja keuangan yang sangat konsisten dari tahun ke tahun, termasuk hanya mengalami penurunan laba yang sedikit saja pada tahun 2013 lalu ketika harga CPO jatuh. Wajar, karena AALI dipegang oleh grup konglomerasi terbaik di Indonesia, Grup Astra. Pada tahun 2014 ini AALI kembali sukses mencatatkan kenaikan laba bersih, dan seharusnya trend-nya akan tetap bagus mengingat harga CPO terus naik dalam beberapa waktu terakhir, namun masih jauh dibanding puncaknya pada tahun 2011 lalu yakni RM4,500 per ton.

Sayangnya dengan PER dan PBV yang masing-masing mencapai 14.2 dan 4.2 kali pada harga saham 28,350, maka AALI jelas sudah cukup mahal. Sudah agak terlambat kalau anda memaksakan diri untuk masuk diharga sekarang jika anda memang tertarik dengan sahamnya. Namun mengingat sektor perkebunan kelapa sawit sendiri secara umum mulai pulih, maka peluangnya mungkin terdapat di saham sawit lainnya.

Lalu tahu dari mana kalau sektor perkebunan kelapa sawit sudah pulih? Simpelnya bisa dilihat dari perkembangan harga CPO dunia. Pada awal tahun 2009, berdasarkan data dari  Bursa Rotterdam, harga CPO tercatat US$ 562 per ton. Kemudian hanya dalam waktu dua tahun berikutnya, harga CPO melejit naik hingga mencapai US$ 1,300 per ton pada Februari 2011, dan itu sebabnya sektor perkebunan kelapa sawit merasakan kejayaannya juga pada tahun 2011. Namun setelahnya harga CPO terus turun hingga akhirnya mentok di US$ 770 per ton pada akhir tahun 2012.

Trend harga CPO dunia, dan harga CPO milik AALI

Kemudian sepanjang tahun 2013 kemarin, meski hanya pelan-pelan, namun harga CPO mulai naik kembali dan saat ini sudah stabil di level US$ 900-an per ton. Jika dilihat dari sini maka penurunan harga CPO yang terjadi sepanjang tahun 2011 – 2012 adalah bukan karena oversupply, adanya komoditas substitusi (pengganti) yang lebih baik, atau apapun alasan yang dikemukakan oleh para analis, melainkan hanya karena harga CPO sudah naik banyak sebelumnya. Itu saja (bear in mind that investing is simple if you make it so). Pada akhirnya kebutuhan masyarakat dunia akan minyak goreng dan berbagai produk turunan lainnya dari CPO, tidak akan pernah turun.

Sepanjang tahun 2013, mayoritas perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya di BEI masih mencatatkan peningkatan kinerja jika dilihat dari volume penjualan CPO-nya yang masih terus naik, atau paling tidak jika kita melihat data kinerja operasional dari AALI, SIMP, dan PP London Sumatera/LSIP (karena hanya tiga emiten itu yang merilis data kinerja operasionalnya), namun harga CPO yang masih rendah menyebabkan mereka gagal dalam mencetak kenaikan laba.

Dan pada tahun 2014 ini, jika mengacu pada data yang dimiliki oleh AALI, rata-rata harga jual CPO sepanjang Januari – Februari 2014 tercatat Rp8,829 per kilogram, melompat 39.0% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya! However, ingat bahwa pada awal tahun 2013 harga CPO memang sedang rendah-rendahnya. Tapi yang jelas karena hal ini pula, AALI sukses mencatatkan kenaikan laba yang signifikan pada Kuartal I 2014, karena disisi lain volume penjualan CPO milik perusahaan (dan juga produk turunannya, seperti olein dan stearin) masih terus meningkat seperti biasa. Termasuk, harga jual dari minyak inti sawit (palm kernel) juga naik signifikan, dari Rp2,700 di tahun 2013 menjadi Rp5,600 per kilogram pada saat ini. Dari pendapatan AALI sebesar Rp3.7 trilyun pda Kuartal I 2014, Rp448 milyar diantaranya berasal dari penjualan minyak inti sawit.

Nah, kalau kita ingat-ingat lagi, pada tahun 2011 lalu hampir perusahaan perkebunan kelapa sawit mulai dari AALI, LSIP, SMAR, Sampoerna Agro (SGRO), Gozco Plantations (GZCO), hingga Tunas Baru Lampung (TBLA), semuanya menikmati laba bersih yang besar seiring dengan kenaikan harga sawit. Ini artinya kinerja seluruh perusahaan perkebunan di BEI (kecuali Bakrie Sumatera Plantations/UNSP, tentu saja) memang seiring sejalan. Jadi dengan asumsi bahwa tidak hanya AALI, melainkan perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya juga akan mencatat kenaikan kinerja yang signifikan pada Kuartal I 2014, maka tugas anda sekarang tinggal mencari saham mana yang harganya masih murah saja.

Nah, untuk membantu anda melakukan screening awal, berikut ini adalah data PBV terbaru dari empat belas saham perkebunan kelapa sawit di BEI (diluar AALI), berdasarkan posisi ekuitas mereka per tanggal 31 Desember 2013.

Ticker
Name
Price
PBV (X)
SSMS
Sawit Sumbermas Sarana
1,145
4.8
DSNG
Dharma Satya Nusantara
3,055
4.0
SMAR
Sinarmas Agro
6,700
3.0
BWPT
BW Plantation
1,345
2.8
LSIP
PP London Sumatra
2,380
2.5
PALM
Provident Agro
440
2.0
SGRO
Sampoerna Agro
2,190
1.6
ANJT
Austindo Nusantara Jaya
1,600
1.3
TBLA
Tunas Baru Lampung
476
1.3
JAWA
Jaya Agra Wattie
365
1.1
SIMP
Salim Ivomas Pratama
940
1.1
MAGP
Multi Agro Gemilang
75
0.7
GZCO
Gozco Plantations
106
0.4
UNSP
Bakrie Sumatera Plantations
50
0.1

Catatan:
  1. PBV diatas dihitung berdasarkan posisi aset bersih/ekuitas diluar ekuitas yang merupakan kepentingan nonpengendali.
  2. ANJT menyajikan laporan keuangannya dalam mata uang US Dollar, jadi PBV-nya dihitung berdasarkan asumsi bahwa kurs Rupiah adalah Rp11,000 per US Dollar.
  3. Khusus untuk MAGP, PBV-nya dihitung berdasarkan posisi ekuitas perusahaan per tanggal 30 September 2013, karena perusahaan belum merilis laporan keuangannya untuk periode Kuartal IV 2013.
Berdasarkan tabel diatas, maka anda akan mengerti kenapa penulis mengatakan bahwa AALI pada saat ini sudah mahal, mengingat PBV-nya yang mencapai 4.2 kali adalah merupakan yang tertinggi kedua dibanding PBV dari semua saham sawit lainnya diatas. Okay, kualitas fundamental AALI yang super menyebabkan saham ini mungkin memang layak dihargai premium, but still, penulis yakin bahwa kecuali anda bisa masuk di AALI pada harga yang jauh lebih rendah dibanding harganya saat ini, maka masih terdapat saham sawit lain yang lebih menawarkan keuntungan. Yang penting asal anda memilih saham yang fundamentalnya bagus saja.

However, jika diatas disebutkan bahwa rata-rata perusahaan perkebunan kelapa sawit akan mencatat kenaikan kinerja yang signifikan pada Kuartal I 2014 seperti halnya AALI, maka itu hanya merupakan asumsi. Selain itu dalam tiga tahun terakhir terdapat banyak saham sawit baru di bursa yang penulis sendiri belum mempelajari mereka, apakah mereka juga meraup untung besar pada tahun 2011 lalu atau tidak. Jadi untuk lebih pastinya, mari menunggu hingga awal Mei nanti dimana mereka semua seharusnya akan sudah merilis laporan keuangannya masing-masing.

Komentar

myself mengatakan…
pa teguh mohon tanya, pakai software apa sih pak bandingin harga komoditas sm harga saham.. :)...
pengen bandingin satu-satu.. hehehe..

sepertinya cpo dah mulai uptren.. :)
Taufiq Sardji mengatakan…
Pak Teguh, kalo prospek harga batubara bagaimana Pak ?! Apakah akan mengikuti kenaikan komoditas sawit juga ?! PTBA sangat pede bagi deviden besar...
Andi Abduljalil mengatakan…
Artikel yang sangat bagus pak, saya mau menambahkan saja Pak Teguh, sebenarnya di tahun 2011-2013 itu terjadi penurunan harga CPO karena memang produktivitas kelapa sawit yang meningkat saat itu (kalau tidak salah ada rule of thumb untuk trend kelapa sawit, dimana 1 tahun produktivitas rendah dan 2 tahun produktivitas tinggi) CMIIW. Dan saat ini prospek CPO cukup menarik, didorong oleh, tahun ini produktivitas CPO rendah, penambahan lahan kelapa sawit di Malaysia tidak akan bisa bertambah lagi, program biodiesel dari Pemerintah Indo yang akan meningkatkan demand CPO dan juga potensi el nino pada kuartal ke-3. Meskipun saat ini secara valuasi memang cukup mahal, tetapi bila kita melihat potensi harga CPO bisa kembali pada kisaran MYR2800-3000/ton di akhir tahun 2014, maka valuasi saham2 perkebunan akan menarik.

Mungkin Pak Teguh juga bisa melihat demand supply dari industri nikel, sangat menarik untuk di analisa lebih mendalam :)
Dewi Novianti mengatakan…
Artikelnya bagus pa. bisa buat referensi...terima kasih
Anonim mengatakan…
2014 Q1 UNSP PER 0,58 PBV 0,13 Net income 300M. Luaarr biasa murah, tapi koq sahamnya gocap terus ya...?
timbangan digital mengatakan…
bagus bagus mas informasi dan ilmunya..
di tunggu yang lain ya..
:)

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI