Peluang Investasi dari ‘Value Gap’

Sejak diambil alih oleh Warren Buffett pada tahun 1964, Berkshire Hathaway (BRK) telah menghasilkan keuntungan investasi sebesar total 1,826,163% bagi siapapun yang memegang sahamnya, dalam 50 tahun terakhir (hingga 2014). Ini artinya jika anda membeli saham BRK senilai Rp10 juta pada tahun 1964 dan masih meng-hold-nya sampai sekarang, maka investasi anda saat ini sudah berkembang menjadi senilai.. Rp182.6 milyar.


Meski angkanya tampak fantastis, namun jangan lupa bahwa anda perlu menunggu selama 50 tahun untuk bisa meraup keuntungan sebesar itu. Namun bukan itu yang penulis hendak bahas di artikel kali ini. Di artikel ini, kita akan fokus pada fakta bahwa meski dalam jangka panjaaaaang saham BRK cenderung naik terus, namun dia juga bisa jatuh berantakan pada satu tahun tertentu, seringkali karena pada tahun tersebut perusahaan mencatat kinerja yang tidak sebagus biasanya, entah itu labanya turun atau ekuitasnya sendiri yang turun. Warren sendiri menyebutkan bahwa dalam 50 tahun terakhir, saham Berkshire pernah anjlok hingga lebih dari 50% sebanyak tiga kali. Atau dengan kata lain, meski dalam jangka panjang saham BRK pada akhirnya akan naik terus, namun pada waktu-waktu tertentu, beberapa orang mungkin justru menderita kerugian yang amat besar dari saham Berkshire ini.

Lebih jelasnya, berikut ini adalah data persentase pertumbuhan aset bersih/ekuitas BRK, dibandingkan dengan persentase kenaikan atau penurunan harga sahamnya setiap tahun, dari 1964 hingga 2014. Data dalam persen:

Year
Equity Value
Market Value
‘Value Gap’
1965
23.8
49.5
(25.7)
1966
20.3
(3.4)
23.7
1967
11.0
13.3
(2.3)
1968
19.0
77.8
(58.8)
1969
16.2
19.4
(3.2)
1970
12.0
(4.6)
16.6
1971
16.4
80.5
(64.1)
1972
21.7
8.1
13.6
1973
4.7
(2.5)
7.2
1974
5.5
(48.7)
54.2
1975
21.9
2.5
19.4
1976
59.3
129.3
(70.0)
1977
31.9
46.8
(14.9)
1978
24.0
14.5
9.5
1979
35.7
102.5
(66.8)
1980
19.3
32.8
(13.5)
1981
31.4
31.8
(0.4)
1982
40.0
38.4
1.6
1983
32.3
69.0
(36.7)
1984
13.6
(2.7)
16.3
1985
48.2
93.7
(45.5)
1986
26.1
14.2
11.9
1987
19.5
4.6
14.9
1988
20.1
59.3
(39.2)
1989
44.4
84.6
(40.2)
1990
7.4
(23.1)
30.5
1991
39.6
35.6
4.0
1992
20.3
29.8
(9.5)
1993
14.3
38.9
(24.6)
1994
13.9
25.0
(11.1)
1995
43.1
57.4
(14.3)
1996
31.8
6.2
25.6
1997
34.1
34.9
(0.8)
1998
48.3
52.2
(3.9)
1999
0.5
(19.9)
20.4
2000
6.5
26.6
(20.1)
2001
(6.2)
6.5
(12.7)
2002
10.0
(3.8)
13.8
2003
21.0
15.8
5.2
2004
10.5
4.3
6.2
2005
6.4
0.8
5.6
2006
18.4
24.1
(5.7)
2007
11.0
28.7
(17.7)
2008
(9.6)
(31.8)
22.2
2009
19.8
2.7
17.1
2010
13.0
21.4
(8.4)
2011
4.6
(4.7)
9.3
2012
14.4
16.8
(2.4)
2013
18.2
32.7
(14.5)
2014
8.3
27.0
(18.7)
Average
19.4
21.6
(2.2)

Nah, sebelum kita membahas tabel panjang diatas, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu, apa itu yang dimaksud dengan value gap (tolong baca bagian ini pelan-pelan!). Kalau anda googling, maka ada banyak penjelasan soal value gap ini di internet, namun yang dimaksud dengan value gap disini adalah selisih antara persentase kenaikan atau penurunan nilai aset bersih/ekuitas Berkshire, atau dengan kata lain nilai riil perusahaan, dengan persentase kenaikan atau penurunan harga sahamnya di market. Jika angkanya negatif pada tahun tertentu, artinya harga saham Berkshire naik lebih tinggi dibanding nilai ekuitas perusahaan pada tahun tersebut. Dan jika angkanya positif pada tahun tertentu, maka artinya sebaliknya, nilai ekuitas Berkshire naik lebih tinggi dibanding harga sahamnya.

Jadi jika seseorang hendak berinvestasi untuk jangka panjang di Berkshire, maka dia harus membeli sahamnya pada akhir tahun tertentu dimana value gap pada tahun tersebut tercatat positif, karena itu artinya kenaikan harga saham Berkshire pada saat itu lebih rendah dibanding pertumbuhan riil perusahaan, sehingga otomatis valuasi sahamnya menjadi lebih murah (dari sisi PBV).

Contoh! Pada tabel diatas, angka value gap tertinggi tercatat pada tahun 1974, yakni 54.2%, karena harga saham Berkshire pada tahun tersebut anjlok 48.7% (karena memang Bursa Wall-Street pada tahun tersebut sedang dilanda koreksi besar, terkait krisis minyak di Timur Tengah), padahal nilai aset bersih perusahaan sejatinya masih tumbuh 5.5%. Jika seseorang berani membeli saham Berkshire pada akhir tahun 1974 (‘berani’ disini merupakan istilah yang tepat, karena ketika itu Wall Street sedang hancur lebur), maka pada akhir tahun 1976, atau hanya dua tahun kemudian, ia akan profit luar biasa karena saham Berkshire naik total hampir 150% selama dua tahun tersebut.

Harga Saham Jatuh = Peluang Langka!

Pada tabel value gap diatas, selama 50 tahun terakhir, ternyata lebih banyak menunjukkan angka yang negatif ketimbang positif. Dan itu menunjukkan bahwa anda hanya bisa membeli Berkshire ini pada tahun-tahun tertentu dimana harganya jatuh (biasanya karena koreksi pasar), katakanlah seperti tahun 1974 tadi, sekali lagi jika tujuannya untuk investasi jangka panjang.

Contoh lainnya, pada tahun 2008 lalu, indeks S&P500 anjlok 37.0% karena krisis global, dan bahkan ekuitas Berkshire juga turun 9.6% (selama 50 tahun terakhir, ekuitas Berkshire hanya turun dua kali, yakni tahun 2001 dan 2008). Namun karena harga saham Berkshire turun lebih dalam, maka jadilah value gap-nya positif. Dan ternyata benar: Ketika periode krisis akhirnya berakhir, di tahun-tahun berikutnya Berkshire kembali senantiasa mencetak pertumbuhan ekuitas yang positif, dan harga sahamnya juga terus naik nyaris setiap tahun (hanya turun sekali di tahun 2011).

Kesimpulannya, selama anda memilih saham dari perusahaan yang bagus, maka penurunan harga sahamnya pada tahun tertentu, entah itu karena koreksi pasar atau karena kinerja perusahaan tersebut sedang agak jelek, adalah selalu merupakan peluang, sekali lagi dengan catatan anda berkomitmen untuk memegangnya dalam jangka panjang (1 tahun atau lebih).

Lanjutan dari artikel ini bisa dibaca disini.

Komentar

Unknown mengatakan…
Dedy muller.
Mas teguh jeli membuktikan kesuksesan value investing. Intinya beli murah saham bagus lalu sabar nyimpannya.
Anonim mengatakan…
pak keuntungan 1,826,163% atau 1,826,163 kali lipat pak.. kalo cuma persen uang kita sekarang hanya 18 milyar pak..
Teguh Hidayat mengatakan…
Terima kasih koreksinya :) Artikelnya sudah saya perbaiki.
Johan K mengatakan…
karena kita beli BRK harus dalam dollar, thn 1964 1 dollar=IDR 250,- kalau rp 10jt ke dollar jadi USD 40rb, dan jika diivestasikan ke BRK thn 1964 dan masih di hold sampai sekarang jadi USD 730,465,200 kalau dirupiahkan dan dikali 14500/usd maka jadi Rp 10.591.745.400.000

waoooooo 10juta thn 1964 jadi 10triliun thn 2015
ngak kerja apa2 hanya jadi investor BRK selama 50thn langsung masuk 100orang terkaya di indonesia nih
Unknown mengatakan…
@Johan K:

10 juta ditahun 1964 setara berapa ditahun 2015? Mungkin jika hanya inflasi 10% masih masuk 1-2 M.
Tapi mengingat gunting syarifudin, peralihan orde lama ke orde baru, dan macam-macam pengguntingan rupiah, ada kalanya inflasi 100-200% saat itu..

10 juta saat itu bukankah mahal sekali?
Anonim mengatakan…
Membandingkan perusahaan dengan valuasi dollar dalam rupiah seperti membandingkan kualitas apel dan jeruk , keduanya buah yang berbeda dan tidak tepat.

Meski demikian, tingkat pengembaliannya memang luar biasa. Bahwa $1000 di tahun 1964 , dimana BRK bernilai $19/saham akan menghasilkan nilai nominal +/- $11,6 juta. Sangat masif , namun tentunya kita harus menghitungnya secara real (after inflation) karena membandingkan uang tahun 1964 dengan uang 2014 tentu berbeda secara purchasing power.

Menurut data inflasi US , $1000 (1964) = $ 7636 (2014) atau inflasi secara kumulatif = 663% (tidak sedikit bukan ? karena itu penting memperhatikan gelontoran duit mbah central bank). So, secara keseluruhan nilai investasi tersebut tetap istimewa hasilnya , yaitu $ 1,747 juta

Bila diambil dari jangka waktu yang lebih singkat , contoh 20 tahun , walau hasilnya tetap jauh lebih baik dibandingkan misalnya dengan indeks S&P 500 atau DJIA , namun hasil $1000 (1994) = $ 10842(2014) secara nominal atau setelah inflasi : $10842 = $ 6788

10 tahun ? $1000 (2004) = $2516 (2014) nominal atau $2007 setelah inflasi , + 100% not bad. Jauh lebih superior dibandingkan S&P 500 yang secara real +30%

Salam,

e

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia