Uang THR Buat Beli Saham? Why Not??

Salah satu moment yang ditunggu-tunggu oleh hampir semua orang menjelang lebaran, terutama mereka yang bekerja sebagai pegawai negeri ataupun swasta, adalah pemberian Tunjangan Hari Raya alias THR. Nah, kalau jaman dulu, pemberian THR ini sangat penting karena bisa membuat satu keluarga yang sehari-harinya mungkin hanya makan tahu dan tempe saja, maka khusus pada hari lebaran mereka bisa makan daging dan juga beli pakaian yang bagus-bagus. Tapi bagaimana dengan jaman sekarang?

Kalau dilihat dari sejarahnya, pemberian THR di Indonesia dimulai pada tahun 1951, dimana Pemerintah Republik Indonesia dibawah pimpinan Presiden Soekarno ketika itu memberikan THR kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) berupa uang tunai sebesar Rp125 – 200 per orang, atau setara kurang lebih Rp2 jutaan pada hari ini. Pemberian THR ini sangat penting, karena dalam kondisi ekonomi yang carut marut pasca perang revolusi ketika itu (Indonesia memang sudah memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, tapi setelah itu terjadi perang revolusi melawan Pemerintah Kolonial Belanda hingga akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949), maka pemberian uang tunjangan bagi para PNS, meski relatif kecil dan hanya setahun sekali menjelang lebaran, namun sangatlah berarti untuk meningkatkan produktivitas serta dukungan dari para PNS itu sendiri kepada Pemerintahan yang baru berdiri. Setahun kemudian pada tahun 1952, Pemerintah juga turut memberikan THR bagi kaum buruh non PNS, dan akhirnya anggaran untuk THR ini secara rutin masuk ke dalam APBN. Di tahun-tahun berikutnya, perusahaan-perusahaan swasta juga mulai secara bertahap memberikan THR bagi para pegawainya, dengan tujuan yang sama: Meningkatkan produktivitas serta loyalitas pegawai terhadap perusahaan. Kemudian pada tahun 1994 hingga sekarang, Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja mengatur pemberian THR oleh perusahaan swasta, termasuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak memberikan THR bagi pekerjanya.

Nah, seperti yang sudah disebut diatas, pada jaman dulu dimana kondisi ekonomi tidak senyaman saat ini, maka status ‘pegawai’, ‘karyawan’, atau ‘buruh’ bisa berarti bahwa anda memiliki penghasilan bulanan yang relatif cukup untuk kebutuhan sehari-hari, tapi tidak lebih dari itu. Sementara untuk bisa menikmati gaya hidup ‘mewah’ seperti makan ayam goreng, minum susu dan keju, mengendarai motor atau mobil, hingga pergi ke tempat-tempat rekreasi, maka anda haruslah menjadi tuan tanah, pengusaha, atau pejabat. Pada tahun 1960-an anda akan dianggap kaya raya tujuh turunan jika anda memiliki sebuah sepeda motor. Kalo kata almarhum Benyamin Sueb, jaman dulu asal bisa pergi nonton film koboy di bioskop saja, itu rasanya udah kaya orang gedongan.

Simbol status 'horang kayah' di tahun 1960-an (yang sekarang jadi barang antik). Sumber www.hondacommunity.net

Sementara untuk tahun 2017 ini? Well, jika anda berstatus sebagai karyawan dengan pengalaman 5 tahun di sebuah perusahaan multinasional di Jakarta, maka normalnya anda sudah bisa membeli rumah secara KPR di kampung halaman, dan juga menyicil mobil type LCGC. Untuk makan sehari-hari anda juga nggak perlu makan tahu tempe melulu, apalagi makan gaplek atau nasi aking seperti jaman kakek nenek kita dulu, karena harga daging sapi sekalipun sudah relatif terjangkau. Kecuali bagi mereka yang memang tidak bekerja/tidak punya penghasilan sama sekali, maka sekarang ini kita berada di jaman dimana semua orang bisa memenuhi kebutuhan primer mereka, termasuk juga kebutuhan yang sifatnya sekunder atau bahkan tersier, karena apa yang dianggap ‘mewah’ di masa lalu sekarang ini sudah menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja.

Dan kalau keadaannya sudah demikian, maka apakah keberadaan THR masih diperlukan? Toh tanpa memperoleh THR sekalipun, anda masih bisa makan enak dan juga beli baju bagus bukan?

Meski demikian pemberian THR untuk para pekerja tetap dilakukan sampe sekarang, bahkan semakin dimudahkan. Peraturan pemerintah terbaru di tahun 2016 menyebutkan bahwa pekerja yang baru bekerja selama 1 bulan sudah berhak memperoleh THR (sebelumnya minimal harus sudah 1 tahun bekerja), dan perusahaan harus sudah membayar THR tersebut satu minggu sebelum hari lebaran. Nah, pada titik inilah anda mungkin bisa berpikir berbeda soal itu duit THR mau diapakan: Daripada dipake buat beli banyak makanan untuk disajikan di hari raya tapi malah nggak habis dimakan, atau beli baju baru tapi cuma dipake sekali itu saja pas hari raya, maka kenapa tidak disimpan saja? Alias ditabung, agar anda punya simpanan aset yang nilainya kemudian meningkat dari tahun ke tahun (sehingga meski anda masih berstatus karyawan, tapi anda tetap memiliki aset seperti layaknya pengusaha).

Dan kalau anda sudah mengerti caranya, maka boleh juga THR tersebut diinvestasikan dengan cara dibelikan saham di pasar modal. I mean, kalau anda disuruh untuk menyisihkan gaji setiap bulan untuk dibelikan saham, maka itu mungkin agak sulit terutama jika gaya hidup anda sudah terlanjur ala ‘eksekutif muda’, yang biasanya terjadi pada pegawai kantoran di kota besar seperti Jakarta. Tapi ketika anda memperoleh THR inilah, maka kecuali anda hendak memberikan kembali THR tersebut ke orang tua atau keponakan di kampung halaman, maka anda bisa menyimpannya saja, dalam bentuk investasi saham.

Jadi, yup, kalau dulu setiap di bulan puasa selalu ada trader saham yang nyeletuk ‘Barusan gue dapet THR nih dari saham A!’, dimana mindset trader saham itu kalo dia cuan maka dia bisa menarik cuan tersebut untuk kemudian dipake hura-hura (istilah THR itu hanya kiasan, intinya duit hasil trading saham dipake buat hal-hal yang konsumtif), maka untuk sekarang ini, kecuali jika anda selama ini memang cuma bisa makan nasi pake kecap, maka anda bisa melakukan sebaliknya: Jika anda memperoleh THR maka uangnya kemudian dipakai untuk beli saham, dan demikian tahun-tahun selanjutnya begitu terus, hingga akhirnya anda akan memiliki sejumlah aset yang tidak pernah anda bayangkan sebelumnya. Bonusnya adalah, jika para pekerja di Indonesia ramai-ramai menginvestasikan THR-nya ketimbang menggunakannya untuk beli makanan dll secara berlebihan, maka itu akan menekan inflasi yang biasanya terjadi menjelang hari raya itu sendiri, sehingga berdampak positif pada perekonomian nasional. Yup, kalau anda perhatikan, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, pada bulan Ramadhan tahun 2017 ini harga-harga kebutuhan pokok cenderung stabil (harga daging ayam dll memang masih naik, tapi masih dalam batas-batas yang bisa ditoleransi), yang mungkin karena sebagian masyarakat Indonesia sudah sadar investasi, dan lebih memilih menabung/menginvestasikan kembali THR yang mereka peroleh entah itu di saham atau lainnya, setidaknya sebagian diantaranya, ketimbang menghabiskannya untuk belanja ini itu secara berlebihan. At the end, dalam Islam sendiri disebutkan bahwa Allah SWT tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan bukan?

Okay Pak Teguh, terus saran sahamnya apa aja nih? Well, di blog ini penulis dalam beberapa bulan terakhir sudah banyak kasih clue tentang saham yang bagus-bagus kok, tinggal artikelnya dibaca lagi yap!

Info Investor: Penulis membuat buku yang berisi kumpulan analisis 30 saham pilihan, edisi Kuartal I 2017. Anda bisa memperolehnya disini. TeguhHidayat.com tetap online selama libur lebaran, jadi email-email yang masuk tetap akan dibalas secepatnya.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?