Panik Karena Saham Kamu Turun? Bagus!

Dalam banyak kesempatan, penulis sudah sering mengingatkan investor agar tidak serakah (greedy) ataupun panik (fear) dalam berinvestasi di saham, karena dalam kondisi emosi yang labil seperti itu maka sangat besar kemungkinan kita melakukan kesalahan yang tidak perlu, seperti menjual saham bagus karena takut harganya akan turun terus (biasanya ini terjadi ketika IHSG sedang turun), atau sebaliknya tetap hold saham jelek karena takut untuk merealisasikan kerugian, dan itu malah bikin ruginya jadi lebih besar ketika sahamnya turun lebih dalam lagi.

***

Ebook Market Planning edisi Februari 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan akan terbit 1 Februari. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Dan salah satu cara agar kita tidak gampang panik, adalah dengan membeli saham dalam jumlah yang kecil dulu. Jadi jika kita beli saham A senilai Rp10 juta, lalu harganya turun dan nilainya tinggal Rp9 juta (jadi kita rugi Rp1 juta), dan kita panik karenanya, maka kedepannya belinya jangan Rp10 juta melainkan Rp5 juta saja. Jika anda pegang saham senilai Rp5 juta itu masih panik juga, termasuk kalau sahamnya naik juga panik dan khawatir gimana kalau besok-besok turun lagi, maka kurang lagi jadi Rp3 juta saja. Demikian seterusnya hingga anda akhirnya tidak lagi panik, tak peduli meski mungkin saham A itu turun 20% atau lebih rendah lagi.

However, belakangan penulis perhatikan banyak investor yang salah kaprah soal saran ‘belilah saham dalam jumlah yang kecil dulu’ di atas. Contoh, seorang teman mengaku beli saham A di harga 400 dan sekarang saham A itu turun hingga 100, sehingga ia menderita rugi yang belum direalisasikan yang secara persentase sangat besar, yakni 75%. Tapi si teman ini sampai sekarang masih santai-santai saja dan tidak panik sama sekali, karena apa? Karena dia cuma beli saham A itu sebanyak 10 lot sehingga modalnya cuma Rp400,000, dan dengan demikian ruginya juga hanya Rp300,000. Jadi ya kenapa harus panik? Beda ceritanya kalau ruginya mencapai jutaan Rupiah, puluhan juta, atau lebih besar lagi.

Terkait hal ini maka penulis merasa perlu menyampaikan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, investor yang diceritakan diatas mungkin benar tidak panik ketika dia rugi Rp300 ribu. Tapi terkadang justru karena dia tidak panik itulah, imbasnya dia jadi kelewat santai dan tidak mengerjakan PR sebagai investor itu sendiri, yakni menganalisa saham, menerapkan diversifikasi, menentukan kapan kira-kira beli dan jualnya, dan seterusnya. Alhasil dia selalu beli saham secara asal-asalan saja tanpa analisa atau strategi apapun, dalam hal ini karena adanya pemikiran bahwa kalaupun hasilnya rugi, maka ruginya akan kecil saja karena belinya juga cuma sedikit. Nah, kalau begini jadinya maka apakah si investor ini bakal sukses, bahkan meski benar bahwa dia tidak panik ketika pegang saham? You know the answer.

Lalu kedua, sekaligus yang paling penting, adalah sebagai berikut: Investor A diatas betul tidak panik ketika rugi Rp300 ribu. Tapi bagaimana jika di lain waktu ruginya mencapai Rp3 juta? Maka mungkin pada saat itulah dia bakal panik dan stres. Namun demikian ada juga investor lain, sebut saja investor B, yang tetap tidak panik meski ia rugi Rp30 juta, Rp300 juta, atau lebih besar lagi.

Dan itu adalah karena investor B memiliki mental yang lebih kuat serta emosi yang lebih stabil, sehingga lebih mampu berpikir jernih dibanding investor A, gak gampang kena pompom, dan biasanya pula investor B ini sudah berpengalaman bertahun-tahun sebagai investor saham itu sendiri. Nah, tapi apakah investor B ini bisa langsung punya mental yang kuat seperti itu? Tentu saja tidak, melainkan ia juga dulunya sama seperti investor A yang emosinya masih labil dan mentalnya juga masih lemah, di mana ia bakal panik jika sahamnya turun dan ia rugi belasan juta Rupiah.

Hanya bedanya, investor B ini secara bertahap berusaha menguatkan mentalnya, yakni dengan cara membeli saham dalam jumlah yang akan membuatnya sedikit panik ketika saham itu kemudian malah turun. Misalnya ketika investor B ini beli saham lalu hasilnya rugi Rp300 ribu, dan ia tenang-tenang saja, maka di lain kesempatan dia akan beli saham lain dalam jumlah yang lebih banyak. Sehingga ketika saham lain itu kembali turun, ruginya juga lebih besar menjadi Rp1 juta, dan barulah pada titik ini investor B agak panik, tapi kepanikannya tersebut akan memaksanya untuk baca-baca lagi laporan keuangan emiten yang bersangkutan, mempelajari ulang prospeknya, menyusun strateginya harus bagaimana, dan seterusnya. Sehingga berbeda dengan investor A di atas yang gak panik sama sekali, tapi hal itu justru membuatnya tidak berkembang sebagai investor itu sendiri, maka sedikit kepanikan yang dialami investor B membuatnya bersikap lebih hati-hati, lebih teliti, dan juga berlatih untuk menguatkan mentalnya untuk tetap hold sahamnya. Yakni jika setelah dipelajari lagi sahamnya gak ada masalah apa-apa dan dia turun hanya karena IHSG sedang turun saja, misalnya.

Dan ketika pada akhirnya saham yang dipegang investor B naik lagi, sehingga ruginya berbalik menjadi profit, maka pada saat itulah si investor B ini sudah satu langkah lebih maju dalam hal pengendalian emosi, dan dalam hal menguatkan mentalnya sebagai investor. Sehingga pada titik inilah investor B akan sudah siap mengelola dana investasi yang lebih besar. Sedangkan investor A? Ya seperti disebut di atas, dia tidak berkembang sama sekali, dan dia selamanya akan berinvestasi pakai duit receh saja karena dia tidak cukup kuat mental untuk mengelola dana besar, karena ia memang tidak pernah melatih mentalnya itu sendiri untuk menjadi lebih kuat.

Okay, jadi kesimpulannya? Yup, kalau anda agak panik ketika saham anda turun, maka itu bagus, meski memang kata ‘agak’ disini harus digarisbawahi, alias jangan berlebihan. Jadi jika anda beli saham lalu rugi Rp300 ribu dan anda masih tenang-tenang saja, maka cobalah beli lagi saham lain dalam jumlah yang lebih besar, sehingga jika sahamnya turun maka ruginya juga jadi lebih besar dan alhasil anda akan merasa sedikit panik, dimana kepanikan kecil ini akan memaksa anda untuk baca-baca lagi laporan keuangan dll, dan itu jauh lebih baik dibanding anda rugi tapi santai-santai saja, yakni karena merasa bahwa ruginya kecil saja.

Dalam setahun terakhir, IHSG sudah terkoreksi signifikan sebanyak setidaknya lima kali (kotak merah), termasuk di bulan Januari 2023 ini. Pada momen-momen koreksi inilah, sebenarnya wajar jika kita sedikit panik.

Dan penulis sendiri sudah sering bercerita bahwa dulu ketika saya masih pemula banget, saya sampai gak bisa tidur cuma karena rugi Rp200,000. Tapi pada hari ini saya bisa rugi yang jauuuuh lebih besar dari itu ketika saham-saham kita turun, misalnya seperti sekarang ketika IHSG anjlok ke 6,600-an, tapi kita akan tetap tenang dan hanya sedikit panik saja.. karena apa? Karena kita secara terus menerus berlatih menguatkan mental itu sendiri, dengan cara yang sudah dijelaskan di atas.

Nah! Jadi jika kamu melihat seorang teman pegang saham tertentu yang jeblok gak karu-karuan tapi dia tenang-tenang saja, maka coba cek lagi. Biasanya sih, dia cuma pegang sahamnya sebanyak 1 lot saja.

***

Ebook Market Planning edisi Februari 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan akan terbit 1 Februari. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Komentar

Anonim mengatakan…
saya malah panik klo pasar tidak pernah koreksi.
artinya tidak pernah ada saham yang bagus dan murah.
:D
ryco v. mengatakan…
benar pak... ANTM saat koreksi sampai ke 1500
sy buy 500K tiap kali turun dan masuk hampir 50% porto

saat skrng udh di 2200 sy jual semua...
antm jadi tempat sy buat belajar :D
Yusri mengatakan…
Saya sekarang sedang merasa stress panik sedih krn saham yag dipegang turun. Semoga kedepannya jadi seperti investor B. Makin terpacu buat belajar, mental makin kuat dan dpat cuan konsisten. Aaamiiin ya Allah.
Anonim mengatakan…
betul itu pak saya sudah 1 tahunan di bursa. tahun lalu saya beli saham nilainya hanya dibawah 10jt dan menurut saya, saya beruntung karna beli saham batubara yang bisa dikatakan kalo beli saham batubara memang gampang cuan, tapi diawal desember 2022 sudah pindah ke saham lain dan nilainya lebih banyak, dan saham nya turun, saya panik dan itu memaksa saya mencari informasi lebih atau riset lebih, dan saya putuskan untuk avg down
zaenal mengatakan…
Kalo saya malah panik, dan avg down. Kalo ga ada budget lagi tutup aplikasinya dan lupakan. Hahaha
Mr su mengatakan…
sering telat cut loss .... mungkin jam terbaang kurang

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)