Prospek IPO Garuda Indonesia

Saat ini mungkin anda sedang concern dengan saham-saham IPO. Setelah kemarin dua perusahaan yaitu Skybee (SKYB) dan Golden Retailindo (GOLD) secara resmi listing di BEI, hari ini dua emiten lainnya juga dijadwalkan untuk melantai di bursa. Mereka adalah Bank Jabar Banten dan Indopoly. Semua pendatang baru tersebut cukup menarik untuk dijadikan mainan spekulasi, karena hampir semua saham akan mengalami volatilitas harga yang sangat tinggi pada hari perdagangan perdana mereka. Dan itu pula yang dialami SKYB dan GOLD yang pada kemarin naik cukup besar. Namun emiten-emiten tersebut tergolong kecil sehingga tidak begitu menarik bagi anda pemain bluchip. Nah, salah satu perusahaan yang juga akan segera melantai di bursa dan berpotensi menjadi anggota bluchip karena ukurannya yang cukup besar, adalah Garuda Indonesia.

Seperti kita ketahui bersama, Garuda Indonesia atau GI adalah perusahaan maskapai penerbangan terbesar di Indonesia, dengan total aset pada 2009 sebesar Rp 14.8 trilyun, atau sedikit lebih besar dibanding SMGR. Karena ukurannya cukup besar, GI berpotensi menjadi anggota bluchip baru di IDX. Pertanyaannya, bluchip untuk long term atau unstuk spekulasi?


Kalau kita perhatikan neracanya, dari total aset 14.8 trilyun, hanya 3.2 trilyun yang merupakan ekuitas, sedangkan sisanya adalah utang dan hak minoritas. Yang perlu dicermati adalah, modal awal yang ditempatkan pada 2009 adalah 9.1 trilyun, namun karena GI mengalami defisit laba sebesar 7.4 trilyun, maka ekuitasnya berkurang menjadi tinggal 1.7 trilyun. Setelah ditambal surplus revaluasi, tambahan dari selisih kurs, dan tambahan modal disetor, ekuitas GI akhirnya membaik menjadi 3.2 trilyun.

Dari sini kita bisa melihat bahwa neraca GI tidak sehat, karena perusahaan tidak menghasilkan keuntungan berupa saldo laba namun justru malah defisit. Defisit yang terjadi bahkan cukup besar sehingga hampir saja menghabiskan ekuitas yang ada. Namun untungnya manajemen masih bisa mengakalinya dengan menambalnya dengan semua ‘alat’ yang tersedia.

Utang yang ditanggung oleh GI juga cukup besar, yaitu Rp 11.6 trilyun, atau hampir 80% dari total asetnya. Cukup besar bukan? GI selama ini memang bermasalah dengan utang. GI pernah mengkonversi utang Bank Mandiri menjadi saham, setelah perusahaan tidak mampu membayar utang tersebut. GI sendiri akan menggelar IPO setelah mendapat persetujuan dari European Credit Agency (ECA) sebagai salah satu kreditor, yang mungkin itu berarti ECA ngomong begini: ‘Wah, kami nggak mau kalau utang kami dikonversi jadi saham, buat apa? Lebih baik anda IPO saja, terus dana hasil IPO-nya bisa anda pakai untuk bayar utang ke kami.’ Pada 2006, GI memiliki utang ke ECA sebesar US$ 504 juta. Dan sebagaimana kita ketahui, GI memang merencanakan untuk menggunakan dana sekitar Rp 3 trilyun hasil IPO untuk restrukturisasi perusahaan, termasuk restrukturisasi utang.

Meski tampaknya buruk, namun kinerja GI dalam tiga tahun terakhir memang sedikit membaik, meski belum cukup baik untuk menutupi kerugian yang diakibatkan buruknya kinerja perusahaan di masa lalu. Defisit sebesar Rp 7.4 trilyun pada 2009 tergolong lebih baik jika dibanding defisit pada 2007 yang mencapai Rp 9.4 trilyun. Sayangnya, kinerja GI pada 2009 kembali menurun jika dibandingkan 2008, dimana pendapatan usahanya turun dari 19.3 trilyun menjadi 17.9 trilyun. Laba bersihnya memang naik dari 975 milyar menjadi 1,018 milyar. Namun kenaikan laba bersih tersebut disebabkan oleh pos pendapatan luar biasa (extraordinary items) diluar operasional perusahaan, sebesar Rp 123 milyar, yang berasal dari hasil restrukturisasi utang dengan Bank Mandiri. Jika pos tersebut tidak ada, maka laba bersih GI pada 2009 hanyalah 895 milyar, atau turun dibanding 2008.

Kesimpulannya, GI terlalu beresiko untuk dikoleksi dalam jangka panjang. Namun mengingat sahamnya mungkin akan likuid karena jumlah saham yang dilepas cukup besar (tidak ada informasi mengenai berapa milyar lembar persisnya saham yang dilepas, namun yang pasti cukup besar), maka mungkin GI bisa dipakai untuk mainan spekulasi jangka pendek. Selain itu, kemungkinan besar kedepannya GI akan cukup sering mengeluarkan informasi yang bisa menaikkan harga sahamnya, misalnya ‘GI membeli 4 armada pesawat baru’ atau ‘GI mentargetkan kenaikan pendapatan dari musim penerbangan Haji’ atau ‘GI merestrukturisasi utang-utangnya’, dan semacamnya. Sebab biar bagaimanapun, GI adalah perusahaan yang besar dan populer, meski ternyata nggak ada isinya. Jadi ketika nanti GI resmi diperdagangkan di bursa, maka silahkan masuk karena hampir pasti sahamnya akan membumbung tinggi. Namun begitu anda merasa bahwa keuntungan yang anda peroleh sudah maksimal, maka segeralah keluar dan jangan balik-balik lagi, kecuali jika anda menyukai spekulasi jangka pendek.

Lalu apakah IPO ini bisa membuat kinerja GI kedepannya menjadi lebih baik? Mungkin tidak, sebab dana yang diperoleh dari hasil IPO sebesar Rp 3 trilyun, relatif terlalu sedikit untuk digunakan sebagai modal untuk ekspansi usaha, dan kemungkinan hanya akan habis untuk merestrukturisasi utang. Mungkin ceritanya baru akan berbeda jika GI dijual ke pemodal asing yang menyuntikkan dana dalam jumlah besar. Seperti kita ketahui, ada banyak perusahaan Indonesia baik BUMN maupun swasta yang kinerjanya membaik setelah diakuisisi oleh perusahaan luar negeri.

Tapi kita memang masih belum tahu bagaimana kinerja GI pada 1Q10 kemarin, atau semester pertama 2010. Siapa tahu ada perbaikan.

Rating kinerja pada 2009: BB

Tentang IPO

Dengan resminya SKYB dan GOLD melantai di bursa, maka BEI sudah kedatangan tujuh anggota baru sepanjang 2010. Dan tamu-tamu berikutnya akan segera menyusul yaitu Indopoly dan Bank Jabar Banten. Dan kedepannya beberapa perusahaan juga akan IPO termasuk yang cukup besar yaitu Garuda Indonesia dan Berau Coal. Tampaknya banyak sekali perusahaan yang IPO bukan? Meski kelihatannya memang cukup banyak, namun hingga artikel ini ditulis, baru sembilan perusahaan (termasuk Indopoly dan Bank Jabar) yang sudah secara resmi melantai di bursa, alias masih cukup jauh dari target BEI yaitu 25 perusahaan sepanjang 2010, sedangkan sekarang sudah memasuki semester dua.

Sedikitnya jumlah IPO tersebut menunjukkan bahwa para emiten masih wait and see terhadap kondisi pasar setelah banyaknya sentimen negatif dari luar negeri. Termasuk GI yang menunda IPO-nya hingga September mendatang. Jadi meski anda cukup optimis sekalipun, maka sebaiknya anda juga tetap menjaga sikap hati-hati.

Komentar

Anonim mengatakan…
Analisa yang tajam dan tidak bertele-tele. Enak dibacanya.

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal I 2024 - Terbit 8 Mei

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham