Jaya Agra Wattie

Jaya Agra Wattie (Jawattie) adalah salah satu perusahaan perkebunan tertua di Indonesia, yang sudah berdiri sejak tahun 1921. Bisnis utama perusahaan terletak di perkebunan dan perdagangan karet, kopi, kakao, dan teh. Sejak tahun 1987, Jawattie yang sebelumnya dimiliki oleh sebuah perusahaan Belanda bernama Handel Maatschapij, diambil alih oleh Keluarga Hadi Surya, pemilik Berlian Laju Tanker (BLTA). Pada tahun 1997, Jawattie mulai masuk ke bisnis perkebunan kelapa sawit, namun bisnis utamanya masih terletak di perkebunan karet.

Karena itulah, Jawattie mungkin tidak bisa kita bandingkan dengan perusahaan perkebunan yang sudah lebih dulu listing di BEI, yang rata-rata meletakkan bisnis utamanya di perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2010, Jawattie mencatat penjualan 413 milyar, yang sebagian besar berasal dari penjualan karet (247 milyar), disusul CPO dan biji sawit (152 milyar), dan sisanya kopi, teh, dan kakao (tapi kakao hanya sedikit). Sebenarnya perusahaan memiliki cukup banyak lahan perkebunan kelapa sawit yang bisa dikembangkan kedepannya, sehingga kontribusi pendapatan dari CPO suatu hari nanti mungkin saja bisa melebihi kontribusi dari karet. Hanya saja manajemen Jawattie sendiri sejak awal sudah mengatakan akan lebih mengembangkan karet ketimbang CPO. Alasannya? Karena manajemen memprediksi bahwa harga karet akan terus naik dalam beberapa waktu kedepan.


Nah, harga karet inilah yang menarik untuk diperhatikan. Jawattie menjual karetnya berdasarkan harga yang berlaku di Singapore Commodity Exchange (Sicom), dan Tokyo Commodity Exchange (Tocom). Berdasarkan data dari Sicom (http://www.sicom.net/), harga karet untuk transaksi kontrak (barangnya baru akan diambil 3 bulan setelah transaksi) terus naik dari US$ 1.5 per kg pada awal tahun 2009, menjadi US$ 6 per kg pada saat ini, yang itu berarti naik empat kali lipat dalam kurun waktu dua tahun lebih.

Dan hal tersebut memang berdampak positif pada pendapatan perusahaan, dimana pendapatan perusahaan dari penjualan karet naik dari 153 milyar pada 2009, menjadi 247 milyar pada 2010. Padahal volume penjualan karetnya cenderung tetap, malah sedikit turun, yaitu dari 8.5 menjadi 8.4 juta kilogram (kg).

Terkait volume, catatan volume produksi karet milik perusahaan memang agak kurang prospektif, dimana track record-nya menunjukkan bahwa dari dulu produksinya segitu-gitu aja. Pada 2006, Jawattie memproduksi 5.7 juta kg karet mentah. Dan pada 2010, angka tersebut hanya naik sedikit menjadi 6.3 juta kg. Artinya? Kalau harga karet ternyata tidak naik seperti yang diharapkan, apalagi malah turun, maka pendapatan perusahaan dipastikan bakal tertekan. Kalau dana hasil IPO memang digunakan untuk mengembangkan perkebunan karet seperti yang direncanakan, maka memang terdapat peluang produksi karet perseroan akan meningkat tajam di masa mendatang. Perusahaan sendiri mentargetkan produksi karet 10.7 juta kg pada 2011. But still, we have to wait and see.

Dan kalau kita perhatikan lagi, volume produksi teh dan kopi milik perusahaan juga cenderung gak naik-naik. Yang tumbuh justru produksi tandan buah sawit, yang mencapai 92 juta kg pada 2010, tumbuh lebih dari empat kali lipat dibanding lima tahun sebelumnya (2006), yang hanya 18 juta kg. Namun produksi CPO perusahaan masih naik turun, karena Jawattie hanya memiliki satu pabrik pengolahan CPO, yang baru berdiri sejak tahun 2008 lalu.

Kesimpulannya, terlepas dari fakta bahwa kinerjanya cukup baik, namun jika dilihat dari track record produksi komoditasnya, prospek Jawattie ini nggak begitu bagus. Kecuali jika nanti perusahaan bisa meningkatkan produksi karetnya sesuai dengan target, dan harga karet memang naik sesuai ekspektasi.

Bagi Keluarga Hadi Surya, Jawattie mungkin hanyalah salah satu perusahaan kecil diantara beberapa perusahaan besar yang mereka miliki. Aset Jawattie baru menembus Rp1 trilyun pada tahun 2010. Dan seperti BLTA, utang Jawattie juga lumayan besar, yaitu 659 milyar, berbanding ekuitasnya yang hanya 345 milyar. Sebagian besar dari utang tersebut merupakan utang bank jangka panjang, sehingga laba bersih Jawattie setiap tahunnya akan tergerus beban bunga utang sekitar 20 – 25 milyar.

Well, but who cares? Dalam kondisi market yang lagi santai seperti sekarang, IPO apapun tampaknya tetap saja menarik. Kalau dibandingkan dengan IPO perusahaan milik Keluarga Hadi Surya yang satunya lagi, Buana Listya Tama, Jawattie ini secara fundamental jauh lebih baik. Sayangnya, lagi-lagi harga IPO-nya cukup mahal.

Jaya Agra Wattie
Rating kinerja pada FY10: AA
Rating saham pada Rp480: BBB

Komentar

Anonim mengatakan…
alo pak teguh,
ulasannya mengenai jaya watie bagus

tgoretha@yahoo.com
Anonim mengatakan…
Pak Teguh,

terima kasih atas ulasannya mengenai jaya watie. Bisa minta tolong ulasannya mengenai anak perusahaan indofood, PT Salom Ivomas Pratama, yang akan IPO pada tanggal 9 Juni mendatang?
Arie mengatakan…
Mas Teguh, minta pencerahan nya dong mengenai kuasi reorganisasi BNBR, thx
andhika yoegi mengatakan…
Mas mohon ulasan mengenai prospek ipo Buana Listya Tama (BULL), terimakasih.
Unknown mengatakan…
pak mohon saya dikirimkan ringksan kinerja khususnya closing price saham PT. jaya agra wattie dan PT. salim ivomas pratama tahun 2010.. cz saya lihat di idx closing price tahun 2010 tidak ada.
sblmnya trimakasih. :)

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)