Astra Group, First Half Results

Grup Astra adalah salah satu grup usaha yang terbilang cepat dalam merilis laporan keuangan (LK) mereka, setiap kuartalnya. Per hari ini, tanggal 27 Juli 2012, hampir seluruh emiten Grup Astra yang terdaftar di BEI sudah merilis LK-nya masing-masing untuk periode semester pertama 2012 (1H12), kecuali Bank Permata (BNLI). Mengingat bahwa Grup Astra juga merupakan salah satu grup usaha terbesar di Indonesia, dengan total market cap yang mencapai Rp412 trilyun, maka tentunya selalu menarik untuk mencermati kinerja mereka dari waktu ke waktu. Berikut adalah rangkuman kinerja lima emiten Grup Astra untuk periode 1H12.

Stocks
Price
Trading Value
Net Profit Growth
EAR
ROE
PBV
PER
EAR + ROE

(Rp)
(billion Rp)
(%)
(%)
(%)
(x)
(x)
(%)
ASII
6,650
111.1
12.7
47.1
28.2
3.3
13.9
13.3
UNTR
21,150
155.5
21.4
57.9
20.8
2.7
12.8
12.0
AALI
22,550
24.6
(24.4)
72.4
24.3
4.3
18.5
17.6
AUTO
3,650
0.8
9.4
62.7
23.1
2.8
13.3
14.5
ASGR
1,380
2.8
32.2
44.1
25.3
3.3
13.2
11.1
Average
55,380

10.8
51.0
25.9
3.2
14.8
13.2

Catatan:

1. Posisi IHSG ketika tabel diatas dibuat adalah 4,068
2. Angka ‘Average’ mungkin tidak akurat, mengingat kinerja ASII tidak bisa diakumulasikan dengan kinerja keempat emiten lainnya, karena ASII berstatus sebagai perusahaan induk dari keempat emiten lainnya tersebut. Namun angka average tersebut tetap berguna untuk melihat kinerja Grup Astra secara keseluruhan, minus BNLI.

Oke, kita mulai analisisnya dari pertumbuhan laba bersih. Secara keseluruhan, Grup Astra mencatat pertumbuhan laba bersih 10.8%, sementara ASII sendiri mencatat angka 12.7% untuk indikator yang sama. Ini angka yang mengecewakan sebetulnya, mengingat bahwa standar sebuah perusahaan bisa dikatakan tumbuh jika laba bersihnya naik minimal 20%. Namun dua emiten Astra masih mencatat kenaikan laba bersih diatas 20% tersebut, mereka adalah United Tractors (UNTR), dan Astra Graphia (ASGR). Saham ASGR sendiri telah naik cukup signifikan dalam enam bulan terakhir, tepatnya 33%. Sementara UNTR justru sebaliknya, yaitu telah terkoreksi sekitar 24% dalam enam bulan terakhir. Jika dilihat dari valuasinya, maka praktis UNTR pada saat ini lebih menarik ketimbang ASGR. UNTR mungkin masih tertekan belakangan ini, karena selain sentimen di sektor batubara yang masih jelek, beberapa waktu lalu juga perusahaannya baru saja menggelar right issue.

Astra Agro Lestari (AALI) menjadi satu-satunya anggota Grup Astra yang mencatat pertumbuhan laba bersih yang minus, tepanya 24.4%. Meski demikian, AALI masih berstatus sebagai unit usaha yang paling menguntungkan di Grup Astra, dengan EAR dan ROE masing-masing 72.4% dan 24.3%. AALI sendiri sebenarnya mencatat kenaikan volume penjualan CPO dan Kernel masing-masing 13.7% dan 37.6% sepanjang semester pertama 2012. Namun karena harga jual CPO dan Kernel turun masing-masing 1.6% dan 34.2%, maka jadilah pendapatan AALI hanya tumbuh 6.6%. Karena beban pokok perusahaan naiknya lebih tinggi, maka kemudian laba bersih AALI menjadi turun.

Logo PT Astra Agro Lestari, Tbk

Saat ini di Bursa Malaysia, harga CPO tercatat masih dibawah level RM3,000 per ton, tepatnya RM2,905 per ton. Sejak mencapai puncaknya pada level RM3,900-an per ton, awal tahun 2011 lalu, hingga kini harga CPO memang masih stagnan, bahkan cenderung tertekan (beberapa waktu lalu sempat stabil di level RM3,200 per ton). Ini sebenarnya agak anomali, mengingat volume produksi CPO Indonesia, produsen CPO terbesar di dunia, pada tahun 2011 lalu hanya tumbuh 9% dibanding 2010, yang salah satunya karena moratorium pembukaan lahan. Sementara tingkat konsumsi CPO di pasar domestik, kenaikannya lebih tinggi, yaitu mencapai 16.2%.

Tapi seperti yang kita ketahui, harga suatu komoditas tidak selalu hanya dipengaruhi oleh supply dan demand, tetapi juga ekspektasi, rumor, dan sebagainya. Bersamaan dengan tertekannya harga CPO belakangan ini, harga komoditas lainnya yang bisa dijadikan substitusi bagi CPO, seperti minyak biji bunga matahari, jagung, dan kedelai, semuanya naik. Kalau menurut penulis, nanti akan ada gilirannya bagi CPO untuk kembali ‘naik panggung’ untuk menyingkirkan para pesaingnya tersebut. Mungkin itu juga yang kemudian menyebabkan saham AALI tetap stabil diatas level 20,000-an, dan PER-nya tetap cenderung mahal, yaitu 18.5 kali.

Yang mungkin juga menarik untuk diperhatikan adalah ASII dan Astra Otoparts (AUTO). Dua saham ini, seperti yang kita ketahui, melakukan stocksplit beberapa waktu lalu. ASII dengan rasio stocksplit 1 : 10, sementara AUTO 1 : 5. Harapannya, agar sahamnya lebih likuid. Tapi kenyataannya? Nilai trading value ASII sekarang ini malah lebih rendah dari UNTR. Sementar AUTO juga masih saja tidak likuid sama sekali. Penulis belum mengecek apakah saham-saham lainnya yang di-stockplit juga mengalami hal yang sama, tapi yang jelas kalau kita pake sampel dua saham diatas, maka kelihatannya aksi stocksplit tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan likuiditas sebuah saham.

Secara keseluruhan, saham-saham Grup Astra masih merupakan saham-saham termahal di bursa, dengan PBV dan PER dikisaran 3 dan 15 kali. Wajar, karena selain reputasinya yang mentereng, kinerja mereka juga masih oke dengan mencatat ROE 26%. Hanya memang, pertumbuhannya mulai melambat, seiring juga dengan IHSG yang sejak setahun terakhir masih terpaku di level 4,000-an.

Btw, dalam bukunya yang berjudul ‘Chairul Tanjung si Anak Singkong’, Mr. Chairul mengatakan bahwa ia pernah tertarik untuk membeli saham ASII di tahun 1999, setahun setelah terjadinya krisis moneter. Ketika itu saham ASII cuma dihargai Rp175, dan Mr. Chairul punya dana segar Rp240 milyar, hasil keuntungan dari operasional Bank Mega. Namun setelah berkonsultasi dengan Dirut ASII ketika itu, Rini Soewandi, Mr. Chairul nggak jadi beli ASII karena Ibu Rini masih pesimis dengan keadaan ekonomi saat itu.

Padahal kalau saja ketika itu uang Rp240 milyar milik Mr. Chairul dibelikan saham ASII di harga Rp175, maka sekarang uang itu sudah bernilai Rp91.2 trilyun! Dan itu bahkan belum termasuk dividen trilyunan Rupiah yang sudah dibagikan dalam tiga belas tahun terakhir ini. Tapi penulis yakin Mr. Chairul bukan satu-satunya pengusaha yang menyesal tidak membeli ASII ketika itu.

Anyway, ASII kini sudah mature, sehingga potensi pertumbuhannya sudah lebih terbatas. But it’s okay. Masih banyak calon-calon ASII lainnya yang terdapat di BEI, dan tugas kita hanya mencari dan menemukannya saja.

Komentar

Anonim mengatakan…
Balik lagi: manajemen, manajemen, dan manajemen .....kredibel!
Anonim mengatakan…
Kalau ASII dengan PER 13.9 sudah dianggap mahal, berarti UNVR dengan PER 30 lebih harusnya dianggap tidak pantas untuk disentuh. Tapi kenyataannya, sama seperti group Astra ini, tiap tahun profit growth UNVR naik terus dan PERnya tetap di kisaran 30 walaupun harganya terus merangkak naik(walaupun untuk tahun ini hampir mencapai 40) sehingga menurut saya, ASII ini tidak bisa dibilang kemahalan juga mengingat reputasi dan histori kinerjanya yang mempang baik.
Anonim mengatakan…
untuk saham cyclical macam asii hati-hati apabila pertumbuhan mulai melambat bisa jadi itu pertanda industri tersebut masuk tahap jenuh dan butuh waktu untuk kembali berkembang.
ardi mengatakan…
UNVR dan ASII berbeda karakter produk.
tidak bisa secara langsung dibandingkan apple to apple

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia