Indofarma

Saham recehan alias penny stock selalu menarik untuk dicermati, terutama karena harganya yang terjangkau. Untuk membeli saham seharga Rp100 per lembarnya, misalnya, maka anda hanya perlu mengeluarkan dana Rp50,000 untuk mendapatkan 1 lot saham tersebut (belum termasuk fee sekuritas). Nah, salah satu saham penny yang sedang naik daun belakangan ini adalah Indofarma (INAF). Sejak Oktober 2011 lalu, INAF terus naik dari posisi 79 hingga terakhir sudah menyentuh 174, atau telah menguat 120% dalam tiga bulan terakhir. Pertanyaannya sekarang, apakah kenaikan tersebut wajar dan masih akan terus berlanjut di masa mendatang?

INAF adalah salah satu perusahaan farmasi tertua di Indonesia, yang sudah berdiri sejak tahun 1918. Di masa lalu, INAF merupakan perusahaan farmasi spesialis obat-obatan generik yang dijual dengan harga murah. Pada perkembangannya, terutama sejak perusahaan listing di BEI pada tahun 2001, INAF kemudian juga memproduksi obat ber-merk, obat herbal, makanan bernutrisi, dan alat-alat kesehatan. Beberapa merk obat milik INAF yang cukup populer di masyarakat adalah Bioprost, Biovision, Prouric, dan Prolipid. Saat ini INAF lebih memfokuskan usahanya pada produksi obat-obatan etikal, yaitu obat yang memerlukan resep dokter, baik generik maupun ber-merk. Hingga kuartal III 2011, INAF mencatat penjualan 695 milyar, dimana 539 milyar diantaranya berasal dari penjualan obat-obatan etikal.


Selain menjadi produsen obat, INAF juga memiliki beberapa anak usaha yang ‘bertugas’ menjadi distributor dan retailer bagi produk-produk yang dihasilkan perusahaan, sehingga boleh dikatakan bahwa bisnis INAF cukup terintegrasi. Dengan profil usaha seperti itu, maka seharusnya INAF menjadi perusahaan yang bagus serta menguntungkan. Apalagi dengan produk obat generik-nya, INAF mampu menjangkau pasar dari semua kalangan, baik masyarakat kelas menengah keatas maupun menengah kebawah.

Sayangnya faktanya tidak demikian. Sejak tahun 2006, INAF hanya mampu mencetak laba bersih paling tinggi 15 milyar, padahal nilai penjualannya selalu diatas 1 trilyun. Pada tahun 2008, INAF bahkan sempat mencatat penjuala 1.5 trilyun, tapi laba bersihnya cuma 5 milyar. Kalau dirata-ratakan, margin laba bersih perusahaan hanya sekitar 4% dari nilai penjualan, atau gak nyampe sepertiganya Kalbe Farma (KLBF). Apakah margin yang kecil ini karena INAF hanya mengambil keuntungan yang kecil dari produk obat generik mereka? Bisa jadi. Penulis masih ingat pernah membeli satu strip paracetamol berisi 12 tablet buatan Indofarma, dengan harga cuma seribu Rupiah. Benar atau tidak, yang jelas karena margin keuntungan INAF terbilang kecil, maka laba bersih yang diperoleh pada satu kuartal tertentu bisa berbalik menjadi kerugian di kuartal berikutnya. Pada kuartal III 2011, INAF memang mencatat laba bersih 21 milyar. Tapi di kuartal sebelumnya, INAF mencatat rugi bersih 23 milyar. Di struktur modalnya sendiri, INAF memang mencatat defisit sebesar 53 milyar, yang disebabkan oleh akumulasi kerugian yang dialami perusahaan sejak tahun 2003.

Hal lainnya yang juga perlu dicermati adalah, kinerja INAF sejak lima tahun terakhir cenderung jalan di tempat, yang mungkin karena selama itu manajemen perusahaan tidak melakukan aksi korporasi tertentu untuk memajukan perusahaan. Nah, terkait masalah aksi korporasi, belakangan ini manajemen INAF mulai ‘menggeliat’ setelah sebelumnya tidur nyenyak cukup lama. Anda mungkin mengetahui bahwa INAF pada 28 Desember 2010 lalu telah melakukan kuasi reorganisasi untuk menutup defisit. Diluar itu, beredar wacana bahwa INAF mungkin akan mengakuisisi perusahaan untuk memperbesar skala usaha, atau mungkin merger dengan BUMN Farmasi lainnya yaitu Kimia Farma (KAEF), untuk efisiensi kinerja. CEO Indofarma, Djakfarudin Junus, memastikan bahwa di laporan keuangan full year 2011 nanti, INAF tidak akan lagi mencatat defisit, sehingga membuka kemungkinan bahwa perusahaan bisa saja membagikan dividen.

Seperti yang sudah kita bahas diatas bahwa jika dilihat dari profil usahanya, maka seharusnya INAF merupakan perusahaan yang bagus serta menguntungkan, asalkan dikelola dengan benar. Dan alhasil mungkin itu yang menyebabkan sahamnya naik dengan cepat, karena aksi-aksi korporasi INAF diatas mungkin merupakan sesuatu yang sudah ditunggu-tunggu oleh para investor sejak lama. Kalau semua aksi korporasi diatas berjalan dengan lancar, maka kedepannya INAF berpeluang untuk tumbuh pesat dan menjadi perusahaan yang menguntungkan, tak kalah menguntungkannya dibanding emiten-emiten farmasi lainnya. INAF kini berubah dari perusahaan yang tidak memiliki prospek sama sekali, menjadi perusahaan yang digadang-gadang akan menjadi penguasa baru di industri farmasi.

Jadi apakah dengan demikian sahamnya layak dikoleksi?

Ketika artikel ini ditulis, INAF kembali menguat 7% ke posisi 186 karena beredar kabar bahwa perusahaan berpotensi meraih pendapatan 200 milyar di tahun 2012 ini dari penjualan alat untuk mendiagnosa penyakit kanker milik PT Batan Teknologi. Kenaikan itu bisa dibilang wajar dari sisi momentum karena hari ini IHSG juga sedang menguat. Tapi bagaimana kalau dari sisi fundamental? Well, saham INAF ini mulai berisiko turun. Di kuartal III 2011 kemarin INAF memang mencatat laba bersih 21 milyar, dan bisa kembali naik menjadi 30 – 40 milyar pada laporan kuartal IV nanti. But still, itu adalah angka keuntungan yang belum terlalu besar mengingat ekuitas INAF berada di posisi 332 milyar (sehingga ROE-nya cuma 8%). Dengan PER yang sudah menembus 20 kali, INAF kini menjadi salah satu saham termahal di sektor farmasi. Dan valuasi yang mahal tersebut hanya ditopang oleh prospeknya, bukan oleh kinerjanya. Secara umum, kinerja INAF di laporan keuangan terakhirnya sama sekali belum istimewa.

Tapi memang kalau melihat momentum kenaikannya yang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, INAF mungkin saja bisa terus naik sampai batas psikologis 200 perak, sehingga kalau anda sudah memegangnya sejak awal boleh hold. Sementara kalau anda baru meliriknya sekarang, sebaiknya kita tunggu dulu sampai INAF merilis kinerja yang (mudah-mudahan) lebih baik lagi di kuartal IV nanti. Terlalu berisiko kalau anda baru masuk sekarang, karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa INAF tidak akan kembali mengalami kerugian di laporan keuangan terbarunya nanti. Atau kalau anda hendak main jangka pendek, maka seperti biasa, jangan gunakan dana terlalu banyak.

Penulis memang belum yakin bahwa INAF akan menjadi perusahaan yang profitable di masa mendatang, karena untuk mencapai itu diperlukan lebih dari sekedar kuasi reorganisasi, dan karena secara historis INAF ini jelek banget. Tapi potensi kearah sana tentunya akan tetap ada, mengingat INAF bermain di industri farmasi yang prospeknya akan selalu cerah. INAF ini hanya perlu dikelola dengan serius saja kok, dan belakangan ini manajemennya memang mulai menunjukkan keseriusan mereka. Jadi mungkin mulai sekarang, bolehlah saham ini dimasukkan kedalam watchlist anda (watch aja dulu, ga usah buru-buru eksekusi).

PT Indofarma (Persero) Tbk
Rating kinerja pada 9M11: BBB
Rating saham pada 187: BBB

Komentar

ombaliku mengatakan…
Mas Teguh, thanks analisanya.
Anonim mengatakan…
Dimajalah investor yang January ada juga tuh ulasan Inaf dari Presdirnya.

Mau tanya gimana pengaruhnya terhadap harga saham jika Inaf membeli KAEF atau sebaliknya KAEF membeli Inaf ?

Makasih buat ulasannya, sangat membantu.

salam investor
Anonim mengatakan…
lagi hari ini news kaef sama inaf bakal merger tapi bener ga ya? terus kl merger nilai sahamnya gimana?
Unknown mengatakan…
Maaf saya di sini baru mau mulai bermain saham..nah di sini saya belom ada teman untuk saya tanya"kan tentang saham ini..saya di sini ingin mengenal investor yng sudah tau cara bermain saham tolong bantuannya atau pemasukanya🙏

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)