Sugih Energy, A String Puppet

Artikel ini adalah untuk pertama kalinya penulis membahas tentang perusahaan yang tidak berdomisili di Indonesia. Yup, Ramba Energy Ltd (Ramba) adalah perusahaan minyak dan gas (migas) yang terdaftar di Bursa Efek Singapura. Meski bermarkas di Singapura, namun seluruh aset blok minyak milik perusahaan terletak di Indonesia, yaitu Blok West Jambi dan Blok Lemang, keduanya di Jambi, dan Blok Jatirarangon, Bekasi Selatan, Jawa Barat. Pemilik Ramba juga orang Indonesia, yaitu Aditya Soeryadjaya, cucu dari William Soeryadjaya, founding father-nya Grup Astra.

Ramba ini menjadi menarik untuk dibahas, mengingat aksi korporasi terbaru perusahaan melibatkan salah satu perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia, yaitu Sugih Energy (SUGI). SUGI sendiri adalah perusahaan kecil yang menyediakan berbagai jasa dan layanan terkait industri migas di Indonesia. Pada bulan Agustus 2010, Ramba menjadi pemilik mayoritas dari SUGI dengan mengakuisisi 51% sahamnya. Nilai akuisisinya nggak mahal, cuma US$ 1 juta atau sekitar Rp9 milyar. Melalui proses tender offer, Ramba kemudian menambah kepemilikannya di SUGI menjadi 55.2%. Bagi Ramba, tujuan dari akuisisi tersebut adalah untuk membuka peluang fund raising atau penggalangan dana dari pasar modal Indonesia, dimana dana ini nantinya akan dipakai untuk kegiatan akuisisi blok minyak, eksplorasi, produksi, dan lainnya.


Jadi bisa dikatakan bahwa status SUGI hanyalah alat bagi Ramba untuk mengumpulkan dana dari investor saham di Indonesia. SUGI kemudian bisa menggelar right issue, menerbitkan obligasi, atau apapun yang bisa menarik sejumlah dana dari investor, dimana hasilnya bisa dipakai Ramba untuk berbagai keperluan. Dan dalam hal ini, keperluan tersebut adalah terkait akuisisi Ramba terhadap salah satu blok minyaknya, yaitu Blok Lemang.

Okay, begini ceritanya. Sejak didirikan pada tahun 2008, Ramba merupakan perusahaan investasi dengan interest di bidang migas. Kegiatan utama perusahaan adalah mengambil alih aset blok minyak dari pihak lain, dan aksi korporasi terakhir yang dilakukan perusahaan adalah akuisisi terhadap 80.4% saham PT Hexindo Gemilang Jaya. Hexindo sendiri adalah pemegang 51% kepemilikan atas Blok Lemang, Sumatra Selatan (atau Jambi?), sehingga dengan demikian Ramba kemudian memegang 41% kepemilikan atas Blok Lemang. Akuisisi tersebut diselesaikan pada tanggal 27 Desember 2011, dengan nilai akuisisi yang tidak disebutkan.

Nah, disinilah menariknya, coba anda baca paragraf ini dengan perlahan dan seksama: Diatas disebutkan bahwa Hexindo memegang 51% kepemilikan atas Blok Lemang. Lalu siapa yang memegang 49% sisanya? Ternyata Hexindo juga. Namun pada tanggal 27 Desember 2011, atau persis di tanggal yang sama ketika perusahaan diakuisisi oleh Ramba, Hexindo melepas 49% kepemilikannya atas Blok Lemang ke sebuah perusahaan bernama Eastwin Global Investment, senilai US$ 1.6 juta atau sekitar Rp15 milyar. Jadilah ketika Ramba mengakuisisi 80.4% saham Hexindo, Ramba kemudian hanya memperoleh 41% kepemilikan atas Blok Lemang (80.4% dikali 51%, hasilnya 41%), padahal seharusnya 90%. Lalu bagaimana caranya agar kepemilikan Ramba di Blok Lemang bisa menjadi 90% seperti yang seharusnya? Ya mau tidak mau, perusahan harus mengakuisisi Eastwin.

Lalu siapa pemilik Eastwin? Tidak jelas, kecuali disebutkan bahwa Eastwin adalah anak usaha dari Roots Capital Asia Ltd. Lalu siapa pemilik Roots? Tidak jelas juga. Yang jelas baik Eastwin maupun Roots adalah perusahaan yang bermarkas di British Virgin Island, sehingga dianggap sebagai perusahaan asing di Indonesia.

Balik lagi ke SUGI. Melalui SUGI, Ramba kemudian berniat mengakuisisi Eastwin dari Roots. Berapa nilai akuisisinya? US$ 230 juta, atau sekitar Rp2.07 trilyun! Lho kok mahal sekali? Ya itu karena Blok Lemang memang memiliki prospek cadangan minyak yang sangat besar dan sangat bernilai. Seberapa tinggi nilainya? Kalau dihitung berdasarkan potensi cadangan minyaknya yang belum dieksplorasi, nilai kepemilikan Ramba di Blok Lemang yang sebesar 41% saja sudah bernilai US$ 193.7 juta, atau sekitar Rp1.8 trilyun. Inilah yang kemudian dijadikan justifikasi bahwa wajar jika Eastwin dihargai Rp2.07 trilyun, sebab Eastwin ini memegang 49% kepemilikan di Blok Lemang.

Lalu dari mana Ramba punya duit sebesar Rp2.07 trilyun tersebut? Dari right issue yang akan dilakukan oleh SUGI. Di tahun 2012 ini, SUGI berencana untuk menggelar right issue dengan target perolehan dana Rp2.4 trilyun, dimana Rp2.07 trilyun diantaranya akan digunakan untuk mengakuisisi Eastwin, sementara sisanya akan dipakai untuk modal kerja eksplorasi di Blok Lemang, setelah proses akuisisi selesai.

Jika rentetan kejadian diatas dipadukan, maka kesimpulannya mungkin sebagai berikut:

Awalnya, Ramba berniat untuk menambah portofolio usahanya dengan mengambil alih 90% kepemilikan di Blok Lemang. Ramba kemudian mengakuisisi Hexindo, pemegang 100% kepemilikan atas Blok Lemang. Namun ditengah-tengah proses akuisisi tersebut, mungkin timbul ide untuk memanfaatkan moment akuisisi ini untuk menggalang dana dari Pasar Modal Indonesia. Caranya bagaimana? Begini nih:

1. Pertama, seseorang mendirikan dua perusahaan di British Virgin Island, dengan nama Roots Capital Asia Ltd, dan Eastwin Global Investment. Roots kemudian dijadikan sebagai induk dari Eastwin. Baik Roots maupun Eastwin kemudian dianggap sebagai perusahaan asing karena berkantor diluar Indonesia maupun Singapura.

2. Kedua, Eastwin melakukan akuisisi terhadap 49% kepemilikan Hexindo atas Blok Lemang, senilai US$ 1.6 juta. Kenapa hanya 49%? Agar Hexindo tetap menjadi pemilik mayoritas atas Blok Lemang, dengan kepemilikan 51%.

3. Ketiga, barulah Ramba mengakuisisi 80.4% saham Hexindo. Dan karena Hexindo tidak lagi memegang 100% kepemilikan atas Blok Lemang, melainkan hanya 51%, maka Ramba hanya menjadi pemegang atas 41% kepemilikan di Blok Lemang.

4. Keempat, Ramba mengakuisisi SUGI, senilai US$ 1 juta saja.

5. Kelima, SUGI akan mengakuisisi Eastwin dari Roots, sehingga nantinya Ramba sebagai induk dari SUGI akan memegang 49% kepemilikan atas Blok Lemang melalui Eastwin. Jika ditambah dengan 41% kepemilikan atas Blok Lemang yang sudah dipegang sebelumnya, maka Ramba akan memegang 90% kepemilikan. Mengingat bahwa siapa yang memiliki Eastwin ini sama sekali tidak jelas, maka besar kemungkinan bahwa Ramba sebenarnya akan mengakuisisi dirinya sendiri (jadi duit akuisisinya masuk ke kantong mereka juga).

6. Keenam atau terakhir, berapa nilai akuisisi Eastwin? US$ 230 juta. Kok mahal banget? Bukannya Eastwin cuma mengeluarkan US$ 1.6 juta untuk mengambil alih 49% kepemilikan atas Blok Lemang dari Hexindo? Penjelasannya baca lagi diatas. Lalu dari mana SUGI bisa memperoleh dana sebanyak itu? Ya dari right issue lah!

Dengan demikian, setelah semua proses aksi korporasi ini selesai, Ramba akan memegang kendali atas Blok Lemang, dan bisa mulai melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak, yang memang dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2013. Disisi lain, perusahaan akan memperoleh ‘bonus’ berupa dana segar senilai total Rp2.4 trilyun. Sedangkan SUGI? Gak dapet apa-apa, kecuali jutaan lembar saham yang menumpuk seperti tisu bekas.

Sebuah strategi bisnis yang luar biasa jenius bukan? Itu baru namanya sambil menyelam minum air.

Blok Lemang sendiri merupakan blok minyak yang dilelang oleh BP Migas dengan skema PSC (production sharing contract) pada tahun 2006. Lelang tersebut dimenangkan oleh konsorsium Hexindo – PT Indelberg Indonesia, dimana Hexindo merupakan pemimpin konsorsium, dengan nilai komitmen investasi US$ 26.2 juta. Namun Hexindo ini sejatinya hanya broker. Pada tahun 2009, Hexindo kemudian menjual blok tersebut kepada Ramba, dengan skema transaksi yang sudah dibahas diatas. Well, kronologis transaksinya mungkin tidak persis sama dengan pembahasan diatas, tapi kira-kira ya begitulah.

Oke, pembahasan diatas mungkin menarik dan berbau konspirasi, dan mungkin juga sedikit ngawur. Tapi anda masih belum menjawab pertanyaannya, bagaimana kira-kira pengaruh dari rencana right issue SUGI ini, plus rencana akuisisinya terhadap Eastwin, terhadap pergerakan sahamnya di market?

Saat ini saham SUGI tidak diperdagangkan di pasar reguler, dan tidak bergerak di posisi 157. Namun di pasar negosiasi, sahamnya naik terus dan terakhir sudah mencapai 450. Kenapa kok banyak investor yang memburu SUGI ini? Menurut teman penulis, itu karena mereka mengincar jatah HMETD. Dari right issue-nya nanti, SUGI akan menerbitkan saham baru dimana pemegang atas 1 lembar saham lama, berhak untuk mengeksekusi 60 lembar saham baru pada harga Rp100 per saham.

Jadi perhitungannya begini: Anda beli 1 saham SUGI di harga 450, maka anda keluar dana Rp450. Setelah memegang sahamnya, anda kemudian punya hak untuk membeli saham baru SUGI sebanyak 60 saham, pada harga Rp100 per saham. Anda kemudian melaksanakan hak anda, sehingga anda keluar dana lagi Rp6,000. Berarti total modal anda adalah Rp6,450 untuk 61 lembar saham, atau Rp106 per saham. Mengingat harga SUGI di pasar reguler adalah Rp157 per saham, maka jika anda bisa menjualnya pada harga tersebut, anda akan langsung memperoleh gain 48.5%. Wow! Apalagi biasanya pasca right issue, saham yang bersangkutan akan dikerek, sehingga gain yang diperoleh bisa lebih besar lagi.

Namun yang patut dicatat disini adalah, setelah acara ‘kerek mengerek’ tersebut selesai, maka saham SUGI akan langsung jatuh dan hancur berkeping-keping. Bayangkan saja, rasio right issue-nya mencapai satu banding enam puluh! Kira-kira bakal seperti apa efek dilusi yang terjadi? Apalagi fundamental SUGI terbilang nol besar, dimana hingga Kuartal III 2011, perusahaan masih mencatat kerugian. Anda masih ingat dengan Dayaindo Resources (KARK)? Hingga saat inipun sahamnya masih mati di gocapan, padahal sudah lewat setahun lebih. Dan penulis kira SUGI juga akan mengalami nasib serupa, cepat atau lambat.

Jadi kesimpulannya, keputusan untuk ikut membeli saham SUGI adalah murni spekulasi, sehingga tentu saja penulis tidak merekomendasikannya. Memang, kalau berkaca pada beberapa saham gorengan yang naik pesat pasca akuisisi dan right issue, maka SUGI pun bisa saja mengalami hal serupa. Ditambah lagi kali ini bandarnya asing punya (Singapura). Anda tertarik? Penulis sarankan, jangan.

Satu hal lagi. Berdasarkan keterbukaan informasi yang dirilis Ramba di Bursa Singapura, perusahaan berencana melepas seluruh kepemilikan sahamnya di SUGI secara bertahap. Pada tanggal 22 Desember 2011 kemarin, Ramba sudah menjual sebagian sahamnya di SUGI, sehingga saat ini Ramba tinggal memegang 39.1% saham SUGI, dari sebelumnya 55.2%. Apa maksud dari tindakan divestasi ini? Entahlah.. Tapi mungkin kalau nanti boneka bernama SUGI ini sudah sukses menghasilkan dana trilyunan Rupiah dari right issue-nya, lalu buat apa lagi Ramba harus terus memegang talinya?

Komentar

Anonim mengatakan…
SUGI = RAMBA = Eastwin = pemiliknya tunggal (keluarga Soeryajaya.)

siapa pemilik saham mayoritas SUGI?99,9% dimiliki kel>Soeryajaya
lalu buat apa right issue ? hanya formalitas saja dan memberikan harga pasar pd perusahaan .

Pak Teguh..tolong ulas ENRG lebih menarik kelihatannya.thanks.
Anonim mengatakan…
bahas APOL donk kak
Anonim mengatakan…
tq u pak teguh atas ulasan saham sugi


tgoretha@yahoo.com
Anonim mengatakan…
biasanya para petinggi eks Astra Group punya keahlian berbisnis yang baik, solid, komit dan jujur seperti alm. William. Tapi kalau rencana SUGI mau ngerampok....sebagai anak alm. William....inget - ingetlah kebaikan kakeknya.
Han mengatakan…
ulasan yg sangat menarik pak Teguh.

ada beberapa hal yg ingin saya tanyakan pak, yaitu:
1. pelepasan blok lemang 49% dari Hexindo ke Eastwin kenapa hanya $1,6jt (dimana harga wajar 49% blok lemang itu sendiri sudah $230jt)
apakah tidak dicurigai transfer pricing oleh pihak pajak?

2. kepemilikan Ramba atas blok lemang yang diperoleh SUGI kenapa 49% ya? jika yg dari pihak Hexindo dihitung 80% x 51%, apa kepemilikan melalui SUGI bukannya hanya 55% x 49% saja?

3. setelah semua proses berakhir disebutkan hanya mendapat tumpukan kertas saja, bukankah kepemilikan 49% blok Lemang masih ditangan SUGI?

maap banyak pertanyaannya, krn masi nubi pak :p

thanks
Raihan mengatakan…
Wah, financial enggineering level langit sepertinya ini yak..
Pak teguh kayaknya bisa ngambil kerjaan tambahan jd tim audit di bursa :D
Unknown mengatakan…
mantap ulasannya pak teguh

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia