Saratoga: IPO?

Jika anda mengetik kata ‘Saratoga’ di Google, maka yang akan keluar adalah nama sebuah county di negara bagian New York, Amerika Serikat. Namun di Indonesia, Saratoga lebih dikenal sebagai nama dari salah satu perusahaan investasi terbesar di tanah air, yang dimiliki oleh pengusaha terkenal Edwin Soeryadjaya dan Sandiaga S. Uno. Sejak awal tahun lalu, perusahaan dengan nama lengkap PT Saratoga Investama Sedaya ini dikabarkan akan menggelar IPO pada tahun 2013. Pengumuman mengenai IPO ini bahkan sudah keluar lebih awal di website perusahaan yang bersangkutan, yaitu pada September 2012 lalu. Jika prosesnya lancar, Saratoga akan meraup dana US$ 200 juta dari IPO-nya tersebut, tapi ada juga yang bilang US$ 500 juta.

IPO Saratoga ini jelas menarik untuk dicermati, karena mereka akan menjadi perusahaan private equity (private equity firm) pertama yang melantai di bursa, selain karena mereka merupakan perusahaan investasi yang cukup besar, dengan asset under management (AUM) sekitar US$ 2 milyar. Saratoga merupakan induk dari beberapa perusahaan besar yang sudah listing lebih dahulu di bursa, seperti Adaro Energy (ADRO), Tower Bersama Infrastructure (TBIG) dan Provident Agro (PALM), selain beberapa perusahaan yang tidak listing, diantaranya:

  1. PT Bonecom Industri Pangan, perusahaan makanan olahan sea food di Makassar, Sulawesi Selatan
  2. FRP Products, Pte. Ltd., perusahaan petrokimia di Singapura
  3. PT Global Kalimantan Makmur, perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan kepemilikan lahan terutama di Sanggau, Kalimantan Barat
  4. PT iForte Solusi Infotek, perusahaan teknologi informasi
  5. PT Mandala Airlines, perusahaan maskapai penerbangan
  6. PT Medco Power, perusahaan pembangkit listrik, patungan dengan Medco Energi
  7. PT Mitra Pinasthika Mustika, perusahaan otomotif, terutama sepeda motor.
  8. PT Pelayaran Antarbuwana Pertala, perusahaan perkapalan
  9. Seroja Investments, perusahaan jasa transportasi batubara
  10. Sihayo Gold, perusahaan tambang emas, patungan dengan Provident Capital Partners, listing di Australia (Provident juga merupakan partner Saratoga di PALM)
  11. Sumatra Copper, perusahaan tambang tembaga, juga listing di Australia.
Jika IPO Saratoga masih belum jelas akan digelar kapan, maka salah satu anak usahanya diatas, yakni Mitra Pinasthika Mustika (MPM), sudah dijadwalkan akan menggelar IPO pada Juni tahun ini, dengan target perolehan dana Rp1 – 1.5 trilyun. MPM sendiri bukan perusahaan kecil, melainkan memiliki aset sekitar Rp7 trilyun. Anyway, dalam artikel ini kita tidak akan membahas MPM, melainkan Saratoga-nya.

So, katakanlah Saratoga serius dengan rencana IPO-nya. Lalu bagaimana prospeknya? Dan apa itu yang dimaksud dengan private equity firm?

Private equity (PE) secara harfiah bermakna ‘modal milik sendiri/pribadi’, sehingga PE firm adalah perusahaan yang menanamkan modal pada perusahaan milik pribadi (private) yang tidak/belum terdaftar di bursa saham (jika sebuah perusahaan sudah listing di bursa saham, maka perusahaan tersebut menjadi perusahaan terbuka/public). Modal yang ditanamkan biasanya berasal dari investor yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh PE firm yang bersangkutan. Jadi dalam hal ini, PE firm kurang lebih sama seperti perusahaan manajemen aset (asset management) atau reksadana. Hanya bedanya, jika perusahaan reksadana menawarkan produk investasinya kepada pemodal dari semua kalangan, maka sebuah PE firm biasanya hanya menarik dana dari investor besar, seperti high net worth individuals atau investor institusi. PE firm juga tidak akan berinvestasi secara pasif pada perusahaan-perusahaan (hanya menjadi pemegang saham, sementara pengelolaan perusahaan diserahkan kepada manajemen), melainkan ambil bagian dalam tim manajemennya, atau mereka secara aktif menunjuk orang-orang tertentu untuk ditempatkan sebagai direktur dan komisaris di perusahaan yang bersangkutan. PE firm terbesar di dunia pada saat ini adalah TPG Capital, dengan AUM lebih dari US$ 70 milyar.

Ketika sebuah perusahaan (biasanya perusahaan kecil) diambil alih atau disuntik modal oleh PE firm, maka goal-nya adalah membangun/mengelola perusahaan tersebut hingga menjadi besar, dan pada akhirnya menggelar IPO di bursa saham. Hal inilah yang dilakukan oleh Saratoga terhadap TBIG. Perusahaan penyewaan menara telekomunikasi ini ketika berdiri pertama kali pada tahun 2004 hanya memiliki 5 unit menara, dengan nilai aset tak lebih dari Rp7 milyar. Namun segelintir akuisisi yang dilakukan TBIG terhadap banyak perusahaan-perusahaan penyewaan menara telekomunikasi membuat portofolio menara milik TBIG terus meningkat, dari 57 menara di tahun 2005 menjadi 3,104 menara di awal tahun 2011, dan menjadi 7,368 menara di tahun 2012 (mungkin sekarang sudah bertambah lagi). Duit untuk akuisisinya dari mana? Dari dana investor yang ditempatkan di Saratoga, plus kombinasi pinjaman bank. TBIG sendiri sudah sukses melantai di bursa pada Oktober 2010, dan saat ini sudah menjadi perusahaan dengan nilai pasar (market cap) sekitar Rp28 trilyun, jika berdasarkan harga sahamnya saat ini yakni 5,850.

Nah, jadi jika anda ingin tahu bagaimana caranya membangun perusahaan dengan nilai aset awal hanya Rp7 milyar, menjadi perusahaan super-besar dengan nilai pasar Rp28 trilyun hanya dalam waktu kurang dari 10 tahun, maka silahkan bertanya kepada Sandiaga Uno. Tapi yang jelas kurang lebih seperti itulah kerjaan Saratoga, dan juga PE firm lainnya, dan itu sebabnya orang-orang yang bekerja di PE firm biasanya kaya raya, karena mereka memang jenius dalam bidang investasi dan pengelolaan perusahaan.

Kembali ke masalah PE firm. Selain membeli perusahaan private, PE firm juga bisa membeli saham dari perusahaan terbuka, tapi biasanya bukan dengan cara membeli saham perusahaan yang bersangkutan di market, melainkan melalui private placement, yaitu membeli saham dalam jumlah besar dari penawaran yang dilakukan secara tertutup (tidak terbuka melalui market) oleh pemegang saham sebelumnya. Karena transaksinya dilakukan secara tertutup, maka harga per lembar sahamnya juga tidak mengikuti harga pasar, melainkan tergantung kesepakatan dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli). Transaksi private placement ini sangat disukai oleh investor-investor besar, termasuk juga PE firm, karena dengan cara ini mereka bisa menjadi pemegang saham utama/mayoritas dari perusahaan yang bersangkutan, dan karenanya mereka bisa turut mengelola dan mengendalikan arah perusahaan.

Sebagian besar PE firm di dunia, termasuk TPG Capital dan juga Saratoga, merupakan perusahaan private yang sahamnya tidak diperjual belikan di bursa saham. Namun ada juga beberapa PE firm besar yang berstatus sebagai perusahaan terbuka, sehingga investor publik bisa membeli saham mereka. Beberapa diantaranya adalah:

  1. The Carlyle Group (kodenya di Yahoo Finance: CG, listing di Nasdaq)
  2. Kohlberg Kravis Roberts (KKR, NYSE)
  3. The Blackstone Group (BX, NYSE)
  4. Apollo Management (APO, NYSE)
  5. Oaktree Capital Group (OAK, NYSE)
Nah, berbeda dengan saham dari perusahaan biasa, menganalisis saham dari PE firm terbilang rumit, karena PE firm ini sejatinya investor juga (jadi kita sebagai investor berinvestasi pada perusahaan investasi, bingung kan?), termasuk PE firm biasanya tidak hanya berinvestasi pada satu perusahaan saja, melainkan pada banyak perusahaan yang bergerak di sektor-sektor usaha yang berbeda-beda, dan tidak mungkin kita bisa menganalisis perusahaan-perusahaan tersebut satu per satu.

Demikian pula dengan Saratoga. Kalau anda invest di ADRO, misalnya, maka anda cukup mengerti soal batubara. Sementara kalau anda invest di TBIG, anda bisa mempelajari soal bisnis penyewaan menara telekomunikasi. Tapi kalau anda invest di Saratoga-nya langsung? Maka anda harus mempelajari seluruh perusahaan yang dipegang oleh Saratoga, tidak hanya ADRO dan TBIG tetap juga perusahaan-perusahaan lainnya yang tidak listing di bursa.

Karena itulah, ketika sebuah PE firm menggelar IPO dan masuk ke bursa, daya tarik yang ditawarkan biasanya bukan portofolio investasi mereka, melainkan kualitas figur dari pemilik PE firm tersebut. Ketika seseorang membeli saham Berkshire Hathaway, misalnya, maka yang dia lihat bukan kinerja dari portofolio Berkshire seperti GEICO, Coca Cola, American Express, dll, melainkan sosok Warren Buffett sebagai pimpinan perusahaan (Berkshire Hathaway memang bukan sepenuhnya PE firm, karena Buffett kebanyakan hanya beli saham sebuah perusahaan tanpa ikut campur ke dalam manajemennya. Tapi untuk beberapa perusahaan tertentu, Buffett menempatkan orang-orangnya untuk menjadi CEO dll). Demikian pula dengan Saratoga, yang menjadi menarik karena keberadaan Sandiaga S. Uno didalamnya. Mr. Sandy sendiri harus diakui merupakan seorang investor hebat, dan itu sebabnya ia sudah menjadi kaya raya di usia muda (40-an) dengan nilai aset sekitar US$ 400 juta, dan masih sangat mungkin untuk meningkat lagi di masa depan.

Sandiaga S. Uno, sang atlet lari marathon. Photo courtesy of Tribunnews.com

Masalahnya, Mr. Sandy tidak sendirian di Saratoga, melainkan bersama mentornya yakni Mr. Edwin, sehingga kalaupun anda percaya sepenuhnya pada kualitas dari seorang Sandiaga Uno, maka anda tetap harus mempertimbangkan keberadaan Mr. Edwin. Faktanya, saham Saratoga sendiri hanya 32.5% yang dipegang Mr. Sandy, sementara selebihnya dipegang oleh Mr. Edwin dan saudara perempuannya, Joyce. Selain itu Mr. Sandy tidak hanya aktif di Saratoga saja, melainkan juga di Recapital, bersama dengan pengusaha muda lainnya, Rosan P. Roeslani. Jika Saratoga disokong oleh Keluarga Soeryadjaya, maka Recapital berkaitan dengan Keluarga Bakrie.

Dan jika pekerjaan Mr. Sandy di Saratoga selama ini tampak lancar-lancar saja, namun tidak demikian halnya di Recapital, dimana ia masih pontang-panting dalam mengurus perusahaan-perusahaan yang dipegang Recapital. Terakhir, Recapital harus berjuang hingga detik-detik terakhir untuk menyelamatkan Bumi Resources (BUMI), dan Berau Coal (BRAU) dari tangan Nathaniel Rothschild. Seperti yang anda ketahui, BUMI akhirnya terselamatkan, namun BRAU? Well, sepertinya terpaksa terlepas dari genggaman. Nah, hal-hal semacam ini, jujur saja, sulit untuk bisa dimengerti oleh investor retail (termasuk juga penulis), sehingga kalau nanti Recapital mau menggelar IPO juga, kemungkinan saya nggak akan ikutan.

Tapi mas Teguh, yang mau IPO kan Saratoga, bukan Recapital? Jadi gimana prospeknya? Well, berhubung perusahaannya belum jelas kapan akan menggelar IPO-nya, dan juga belum ada prospektusnya, maka nanti deh kita bahas lagi soal itu kapan-kapan.

Komentar

Trian Hendro A. mengatakan…
Membuat semacam PE ini adalah cita-cita 'utama' Mas teguh, bukan begitu? :)
Anonim mengatakan…
Setelah baca artikel ini, baru saya mengerti apa kerjaan private equity firm, thanks Mr. Teguh atas sharing ilmunya, sangat menambah wawasan saya.
Anonim mengatakan…
Sipp Bro. ngomong2 saham kita cuan banyak dan naik terus, tinggal di tunggu makan2nya ya ? apa masih tetap suka bebek panggang ? ... heheheh :), Salam : Xamm
Anonim mengatakan…
Ayo Pak Teguh Minggu depan dibahas "Visi Media Asia (VIVA) 2" materinya :
ANTV-PSSI-KPSI-LSI-IPL-AP-NIRWAN-ICAL-CAPRES-GOLAR-TVONE-ANINDYA-ERIC-MEDIA-HT-MNC-BUMI PLC-RECAPITAL-SU hehehe....
Anonim mengatakan…
Mending invest ke hedge fund aja lebih liar hahaha
Anonim mengatakan…
Mas Teguh...

Saratoga udah mulai IPO lho...

Jadi " hutang " pembahasan selanjutnya tentang IPO saratoga mana yah ?

Maaf nih Mas Teguh...agak nodong dikit jadinya...

Habisnya pembahasan Mas Teguh selalu mantap surantap sih...:)

Thanks

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Kuartal II 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia