Analisis Pergerakan Saham-Saham Blue Chip

Senin ini, tanggal 17 Juni 2013, IHSG melanjutkan rebound-nya dan ditutup naik tipis 0.3% ke posisi 4,774. Jika dihitung dari posisi bottomnya yaitu 4,608 pada hari Kamis lalu, maka IHSG sudah rebound 3.6%. However, kalau dihitung dari posisi puncaknya yakni 5,251, maka IHSG pada saat ini masih terkoreksi sebesar 9.1%, alias masih cukup dalam. Hal inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pelaku pasar: Apakah koreksi market yang terjadi sejak awal Juni lalu sudah selesai, ataukah masih bakal terjadi koreksi lanjutan?

Terkait akan kemana arah IHSG dalam beberapa waktu kedepan, hal ini tidak hanya penting bagi investor yang sudah terlanjur membeli saham di harga atas, yakni ketika IHSG masih di puncak, melainkan juga penting bagi mereka yang pada saat ini sudah memegang cash. Jika IHSG kembali naik, maka para nyangkuters akan memperoleh uangnya kembali atau bahkan berbalik memperoleh keuntungan, namun mereka yang memutuskan untuk defensif alias memegang cash bisa jadi akan ketinggalan kereta dan kehilangan peluang. Sementara jika IHSG melanjutkan penurunannya, maka para ‘cashier’ mungkin akan tertawa lebar, namun para nyangkuters akan semakin menderita kerugian yang lebih dalam lagi. Jadi sekali lagi, akan bergerak kemana IHSG dalam beberapa waktu kedepan?

Nah, jika anda menanyakan pertanyaan diatas kepada dua orang berbeda, maka jawabannya kemungkinan besar akan berbeda pula. Beberapa investor yang optimis mengatakan bahwa koreksi market sudah selesai, setidaknya untuk sementara ini, dan IHSG cukup berpeluang untuk melanjutkan reboundnya hingga posisi 5,000. Beberapa orang lainnya lagi mengatakan bahwa dalam long run, kenaikan IHSG masih on track dan bisa mencapai new high 5,600 di akhir tahun 2013 nanti. Disisi lain, para pelaku pasar yang pesimis mengatakan bahwa rebound market yang terjadi sejak seminggu terakhir hanyalah faktor teknikal, sehingga IHSG masih bisa turun lagi, mungkin bisa sampai 4,400 atau bahkan 4,100. Sementara mereka yang lebih pesimis lagi, mengatakan bahwa masa-masa bulan madu IHSG sejak setahun terakhir ini sudah selesai, dan kedepannya IHSG akan bergerak down trend hingga bisa mencapai 3,500 pada akhir tahun. Well, bagaimana kalau menurut anda sendiri?

Seperti biasa, adanya perbedaan pendapat dari para analis dan investor mengenai akan kemana arah IHSG, adalah karena tiap-tiap analis dan investor ini melihat IHSG dari sudut pandangnya masing-masing. Dan jika anda perhatikan, ‘sudut pandang’ tersebut kebanyakan didasarkan pada faktor-faktor eksternal, baik lokal maupun global. Faktor eksternal yang penulis maksud disini adalah faktor diluar fundamental dasar dari IHSG itu sendiri, yakni faktor kinerja perusahaan dan valuasi saham dari para emiten anggota bursa. Beberapa faktor eksternal tersebut contohnya perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, pemulihan perekonomian Amerika, pidato Ben Bernanke soal Quantitative Easing, kenaikan harga BBM, masalah inflasi, pelemahan Rupiah, hingga kenaikan BI Rate. Sudut pandang yang berbeda dari tiap-tiap faktor eksternal inilah, yang menyebabkan analisis terhadap IHSG juga menjadi berbeda-beda.

Sebagai contoh, terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, pelaku pasar yang optimis mengatakan bahwa hal itu justru akan memberikan keuntungan bagi Indonesia karena akan menyebabkan banyak perusahaan disana yang pindah kesini, termasuk dana asing asal Tiongkok juga akan kembali membanjiri bursa. Sementara pelaku pasar yang pesimis melihat perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tersebut sebagai tekanan lanjutan bagi ekspor berbagai macam komoditas andalan Indonesia seperti CPO dan batubara, yang akan menyebabkan neraca ekspor – impor menjadi semakin defisit, dan pada akhirnya turut memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Okay, lalu bagaimana kalau analisis IHSG ini didasarkan pada faktor internal, yakni kinerja perusahaan dan valuasi saham-saham di BEI pada saat ini? Sebenarnya seperti juga analisis berdasarkan faktor eksternal diatas, analisis terhadap hal ini bisa berbeda-beda pula. However, disini penulis akan menyampaikan pandangan penulis terkait IHSG berdasarkan analisis faktor internal tersebut. Berikut ini adalah posisi saham terakhir dari 15 saham terbesar di BEI dari sisi market cap, dibandingkan dengan posisi puncaknya masing-masing, kecuali HMSP karena dia nggak likuid (diganti dengan posisi ke-16, yakni KLBF). Keenam belas saham berikut ini (termasuk HMSP) mewakili sekitar 55 – 60% dari market cap seluruh saham-saham di BEI, yang itu berarti naik turunnya saham-saham ini (sekali lagi termasuk HMSP, namun saham rokok ini jarang bergerak secara signifikan) akan berpengaruh sebesar 55 – 60% terhadap pergerakan IHSG.

Stocks
Price
Peak
from Peak (%)
PER
PBV
ASII
6,950
8,300
(16.3)
16.4
3.0
BBCA
9,950
11,400
(12.7)
21.1
4.3
BMRI
9,100
10,750
(15.3)
12.3
2.6
TLKM
10,400
12,900
(19.4)
14.3
2.9
BBRI
7,850
9,950
(21.1)
9.3
3.0
UNVR
28,900
34,500
(16.2)
38.4
40.8
PGAS
5,400
6,450
(16.3)
12.4
5.1
SMGR
17,950
19,150
(6.3)
21.6
5.5
GGRM
50,300
63,800
(21.2)
23.1
3.5
BBNI
4,775
5,600
(14.7)
10.8
2.0
INTP
23,900
27,400
(12.8)
19.2
4.3
CPIN
5,100
5,550
(8.1)
29.0
9.4
UNTR
17,150
24,100
(28.8)
14.2
2.0
INDF
6,850
8,000
(14.4)
20.9
1.7
KLBF
1,340
1,560
(14.1)
33.5
8.7
IHSG
4,775
5,251
(9.1)
15.0
2.4

Perhatikan. Jika dibandingkan dengan IHSG-nya sendiri yang baru terkoreksi 9.1%, saham-saham blue chip diatas sudah terkoreksi cukup dalam yaitu rata-rata 15 – 17%. Apakah ini berarti bisa dianggap sebagai ‘pesta diskon’, karena saham-saham bluchip ini sudah pada murah? Well, tergantung. Sekarang kita cek satu-satu. Untuk ASII, dengan PBV 3.0 kali sebenarnya cukup murah mengingat di masa lalu, jika market lagi bergerak normal, ASII seringkali mencetak PBV 4 koma sekian kali, dan terkadang bisa menyentuh 5 kali ketika market sedang bullish. Namun pada saat ini ASII tidak secantik biasanya mengingat dua unit usahanya, yakni perkebunan kelapa sawit (melalui AALI) dan batubara (melalui UNTR), sedang suram, dan kalaupun dua sektor tersebut akan pulih lagi namun itu akan membutuhkan waktu. So, jika ada pendapat bahwa saham ASII pada saat ini sedang terdiskon, maka pendapat tersebut masih bisa diperdebatkan. Terkait kebijakan soal low cost green car pun, hal itu tentunya belum akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan dalam waktu dekat ini.


Sementara kwartet BBCA, BMRI, BBRI, dan BBNI, kinerja mereka masih bagus seperti biasanya, dan valuasinya pun masih wajar seperti biasanya pula meski harga sahamnya rata-rata sudah naik signifikan dalam setahun terakhir, sehingga jika asing kembali masuk ke bursa maka mereka kemungkinan akan masuk ke keempat saham ini lebih dulu. Untuk BBRI, misalnya, kalaupun IHSG turun lebih rendah lagi, rasa-rasanya kita tetap nggak akan bisa membelinya di harga dibawah 6,000, seperti ketika terjadi koreksi Mei 2012 lalu. Tapi jika pasar kembali bullish, maka saham ini adalah salah satu yang paling berpeluang untuk naik mendekati posisi peak-nya lagi. Satu-satunya faktor yang mungkin menghambat adalah soal inflasi jika BBM jadi dinaikkan (paripurna DPR sudah menyetujui). Namun kalau berkaca pada kejadian inflasi 6%-an sekitar setahun yang lalu, yang langsung turun kembali ketika BI Rate dinaikkan, maka kenaikan BI Rate yang baru saja dilakukan dari 5.75% menjadi 6.00% mungkin akan juga bisa meredam inflasi, atau paling tidak meminimalisir.

Untuk consumer seperti UNVR, GGRM, CPIN, INDF, dan KLBF, kalau boleh jujur, kinerja para emiten di sektor ini tidak semulus biasanya jika kita melihat bahwa GGRM, INDF, dan bahkan CPIN mengalami penurunan laba bersih pada Kuartal I 2013. Yang mencatat kinerja bagus justru UNVR yang beberapa waktu lalu mengalami kenaikan beban royalti. Namun saham-saham di sektor ini tetap dihargai tinggi karena sentimen bahwa jika terjadi inflasi, maka perusahaan consumer akan diuntungkan karena mereka bisa dengan mudah menaikkan harga jual produk mereka. Sebagai contoh, tadi siang penulis mampir ke mini market untuk membeli Indomie Mi Goreng, dan harganya sudah naik dari Rp1,500 menjadi Rp1,650 per bungkus, namun toh penulis tetap membelinya.

Untuk saham-saham bluchip lainnya seperti TLKM, PGAS, SMGR, dan INTP, kinerja mereka masih oke, termasuk laba TLKM juga kembali naik meski sedikit, namun sayang valuasinya masih agak mahal dari biasanya. Kalau penulis ingat-ingat lagi, berikut adalah rata-rata valuasi/PER (kurang lebih) dari keempat saham diatas di masa lalu, dibandingkan dengan PER-nya pada saat ini:

Stocks
Recent PER
Past PER
TLKM
14.3
12.0
PGAS
12.4
15.0
SMGR
21.6
17.0
INTP
19.2
15.0

Nah, jadi yang menarik dari keempat saham diatas adalah PGAS, yang PER-nya pada saat ini lebih rendah dari historisnya. PGAS sendiri pada Kuartal I 2013 masih mencatat ROE yang luar biasa, yakni 41.4%. However, laba bersihnya yang sedikit turun (3.8%), plus kabar buruk tentang pipa gas yang bocor beberapa waktu lalu tentunya membuat sahamnya menjadi tidak semenarik SMGR atau INTP, yang terus kokoh di posisi puncak meski IHSG dilanda koreksi, karena adanya sentimen bahwa Pemerintah akan mengalihkan sebagian dana subsidi BBM-nya untuk membangun jembatan, bandara dll, yang tentunya membutuhkan banyak semen.

Sementara UNTR? Well, penulis nggak tahu bagaimana pendapat orang lain, tapi untuk sementara ini batubara jangan dulu deh, masih banyak saham lain yang lebih menarik.

Okay, berarti sudah semua. Sekarang balik lagi ke IHSG, apakah dia akan naik atau turun? Jawabannya mungkin bisa menggunakan pertanyaan berikut: Jika anda pada saat ini memegang cash, maka dengan mempertimbangkan prospek kenaikan sahamnya sekaligus risikonya jika ternyata anda masuk di harga yang masih terlalu tinggi, apakah anda akan masuk ke saham-saham diatas pada harganya saat ini? Jika jawabannya adalah iya, maka tentu IHSG akan naik. However, berikut ini adalah jawaban penulis jika ditanya pertanyaan diatas:

Stocks
Price
Buy Now?
ASII
6,950
No
BBCA
9,950
Yes
BMRI
9,100
Yes
TLKM
10,400
No
BBRI
7,850
Yes
UNVR
28,900
Yes
PGAS
5,400
Yes
SMGR
17,950
Yes
GGRM
50,300
No
BBNI
4,775
No
INTP
23,900
No
CPIN
5,100
No
UNTR
17,150
No
INDF
6,850
No
KLBF
1,340
Yes

Btw sebelumnya sekedar info, penulis sendiri nggak ada rencana untuk mengambil saham-saham yang ditandai ‘Yes’ diatas, kecuali UNVR, karena duitnya udah dipake (atau sudah direncanakan untuk dipakai) buat beli saham-saham properti. Namun jika disuruh memilih, maka saham-saham yang ditandai ‘Yes’ diataslah, yang akan penulis ambil.

Okay, kita balik lagi ke tabel diatas. Sekarang kita asumsikan saja bahwa stockpick diatas tepat, yaitu bahwa BBCA, BMRI, BBRI, UNVR, PGAS, SMGR, hingga KLBF semuanya naik. Maka IHSG pun akan? Naik, tentu saja. Karena diluar KLBF, keenam saham lainnya merupakan top cap yang sangat berpengaruh terhadap naik turunnya IHSG. Untuk ASII dan TLKM pun, meski peluangnya untuk naik terbilang kecil, namun kalau melihat penurunannya yang sudah mencapai masing-masing 16 dan 19% dari puncaknya, dan valuasi ASII yang sudah tidak terlalu mahal (kalau TLKM kayanya masih agak mahal), maka mereka juga kecil kemungkinannya untuk turun lagi.

Namun satu hal lagi. Kalau kita lihat valusi IHSG sendiri yakni PER 15.0 kali, maka posisi IHSG di 4,775 meski sudah tidak lagi semahal sebelumnya, namun juga belum bisa dikatakan murah. Kalau berdasarkan koreksi yang sudah-sudah (tahun 2008 nggak dihitung, karena itu crash, bukan koreksi), IHSG biasanya baru akan berhenti turun dan membal ketika PER-nya sudah berada di angka 11 – 12 kali. Termasuk kalau kita lihat valuasi dari saham-saham diatas, beberapa diantaranya seperti TLKM masih cukup mahal (atau setidaknya begitulah menurut pendapat penulis pribadi). Jadi kalau dilihat dari sisi ini, maka cukup beralasan jika ada yang mengatakan bahwa IHSG masih bisa turun lagi, selain  karena koreksi IHSG biasanya butuh waktu minimal sebulanan (IHSG mulai turun sejak awal Juni lalu, dan sekarang baru tanggal 17). Tapi jika kita turut mempertimbangkan salah satu faktor eksternal yang paling penting, yaitu konfirmasi kenaikan harga BBM yang diprediksi akan menyebabkan dana asing kembali masuk ke bursa, maka IHSG berpeluang untuk melanjutkan kenaikannya yang sudah terjadi dalam dua hari terakhir. Sementara penurunan lanjutan terhadap IHSG, jika itu benar-benar bakal terjadi, maka itu baru akan terjadi nanti setelah sentimen terkait kenaikan harga BBM ini mereda.

Well, I think that’s all from me. Sekarang apa pendapat anda?

Komentar

Unknown mengatakan…
Sy posisi sudah 50% cash, sy kmrn profit taking klbf di 1490, saat sudah turun peak dr 1500.

problemnya, sy gak suka ihsg naik terlalu cepat, sy tidak tau apa sebabnya kenaikan drastis srjak maret hingga mei.

problemnya, banyak indicator ekonomi yg berpotensi untuk membuat kinerja emiten lebih keras di tahun ini. Inflasi, bbm hal yg paling menggangu.

meskipun bbm naik, diperkirakan meringankan apbn, sy setuju dg sofyan wanandi bahwa kita sdh kehilangan momentum. Apa jaminannya juga begitu bbm naik, pemerintah mampu menggenjot infrastruktur? Sedangkan penyerapan anggaran saja tidak maksimal.

anyway, sy msh menyimpan saham2 yg masih sy nilai layak untuk disimpan selama min 3-5 tahun.

Lain itu, sy lebih menunggu laporan q2 dulu deh...
Afif Fauzi mengatakan…
Menurut saya, selama belum jelas kemana arahnya, mending trading short term dulu. Jangan hold terlalu lama. Secara teknikal, saya hold apabila sudah tembus resist ret 50% di 4860-an dan kuat bertahan di atas itu
Anonim mengatakan…
Sepanjang kondisi fundamental perusahaan tidak berubah dan outlook bisnisnya mendukung, saya akan coba terus hold saham-saham pilihan.

Kalau market turun? Jika masih ada dana top up saham. Kalau tidak ada ya sudah biarkan waktu memulihkan harga saham :-)
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, PER IHSG = 15 cara hitungnya gimana? Apa itu rata-rata dari PER 15 saham tersebut?
Teguh Hidayat mengatakan…
PER IHSG yang 15 kali itu bukan rata2 PER dari 15 saham bluchip diatas, melainkan rata2 PER dari seluruh saham di BEI. Angkanya didapat dari website BEI
Anonim mengatakan…
wahh...artikel kemarin di det*k.com, ada bilang INDF janji ga akan naikkin harga indomie. ternyata udah duluan yah pak Teguh, jgn2 minimarketnya yang "nakal" hahaha
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, tolong bahas DNET sama INKP donk :) thanks

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia