Bank Bukopin, dan Bosowa

Sekitar awal bulan April 2013 lalu, saham Bank Bukopin (BBKP) mendadak naik daun setelah beredar berita bahwa Grup Bosowa masuk ke bank ini dengan membeli sekian persen sahamnya.. pada harga Rp1,050 per lembar, atau lebih tinggi dibanding harga pasar BBKP ketika itu yakni 900. However, harga 900 tersebut sebenarnya sudah lumayan tinggi mengingat pada awal tahun 2013, dan juga selama setahun penuh sebelumnya, saham BBKP hampir tidak pernah jauh-jauh di level 600-an. Tapi dalam jangka waktu Januari – April 2013, tanpa adanya berita apapun yang mengawalinya, BBKP tiba-tiba saja naik terus hingga ke posisi 900, sebelum kemudian barulah news soal Bosowa keluar. Jadi dalam hal ini sepertinya seseorang mengetahui berita masuknya Bosowa tersebut lebih awal.

Namun pada bulan April tersebut, pihak manajemen BBKP masih belum mau mengkonfirmasi soal Bosowa, dan hanya mengatakan bahwa mereka nggak tahu apa-apa. Tapi hal ini juga tidak bisa dikatakan janggal karena memang terkadang, pembicaraan mengenai peralihan kepemilikan saham sebuah perusahaan hanya dilakukan oleh para pemegang saham yang bersangkutan, tanpa melibatkan personel perusahaan (pihak manajemen). Contoh simpel, jika anda memegang saham BBKP kemudian menjualnya kepada investor lain, apakah direktur BBKP harus mengetahuinya? Nggak kan. Alhasil sepanjang bulan April tersebut, berita soal masuknya Bosowa ke BBKP masih simpang siur, dan sebagian orang hanya menganggapnya sebagai rumor.

Tapi akhirnya, pihak manajemen mengkonfirmasi masuknya Bosowa tersebut sehari setelah transaksinya dilakukan, yakni pada tanggal 13 Juni 2014, dan memang benar pada harga 1,050 per lembar saham. Jadi sekarang semuanya sudah jelas: Bosowa Corporindo mengakuisisi 14% saham BBKP pada harga Rp1,050 per saham, atau setara Rp1.17 trilyun. Bosowa mengakuisisi saham tersebut dari tangan dua pemegang saham BBKP sebelumnya, yakni Yabinstra dan Kopelindo.

Ketika konfirmasi soal Bosowa tersebut akhirnya keluar, saham BBKP di pasar sudah turun lagi ke posisi 800. Sayangnya karena pada Juni tersebut pasar mulai memasuki periode bearish dimana IHSG mulai terseret turun, BBKP tidak mampu naik lagi melainkan kembali turun hingga sekarang mentok di posisi 560. And here we go. Kalau saja tidak pernah ada gosip infotainment soal Bosowa tadi, seharusnya tidak banyak investor yang nyangkut di BBKP ini di harga atas, namun itulah yang terjadi. Jika para investor yang memegang saham BBKP memegangnya di harga rata-ratanya selama ini, yakni 600-an, maka dalam periode bear market seperti sekarang mereka bisa lebih happy ketimbang investor yang memegang saham-saham lainnya, karena sejauh ini BBKP cuma turun 6.7% dari posisi 600. Tapi sayangnya, banyak diantara mereka yang memegang BBKP ini di harga 800-an, bahkan 900-an.

Menariknya, ini bukan kali pertama BBKP ‘menjebak’ investor gara-gara berita akuisisi. Pada Desember 2010 lalu, alias sudah cukup lama, BBKP juga pernah naik dari 640 hingga sempat menyentuh 740, karena beredarnya berita bahwa sahamnya akan diakuisisi oleh, kalau bukan Bank BRI, ya Jamsostek (masih ‘akan’). Ketika itupun tidak sedikit investor yang masuk di BBKP ini di harga 700-an. Tapi karena tak lama kemudian pihak manajemen BBKP menegaskan bahwa mereka tidak akan diakuisisi apapun, maka jadilah sahamnya melorot lagi ke 640. Kita pernah membahasnya di blog ini, ini linknya.

Tapi yah, baiklah, yang jelas BBKP sekarang sudah nyungsep lagi. Jadi bagaimana dengan fundamental BBKP ini? Karena berbeda dengan kejadian tahun 2010 lalu, kali ini memang beneran ada yang masuk ke BBKP, yakni Bosowa. Dan Bosowa tentu tidak main-main ketika menggelontorkan lebih dari Rp1 tilyun untuk masuk ke bank koperasi ini bukan?

Secara umum, termasuk jika kita menggunakan laporan keuangan terbarunya per periode Semester Pertama 2013, kinerja BBKP sama sekali tidak bisa dikatakan istimewa, meski disisi lain nggak bisa disebut jelek juga. Namun sejak dulu, dalam hal ini sejak dua tahun yang lalu ketika penulis mulai mengamatinya, poin menarik yang ditawarkan BBKP ini adalah valuasinya yang murah, dengan PBV hanya sekitar 1 koma sekian kali pada harga 600-an, dan itu jauh lebih rendah dibanding saham bank-bank lain yang meski memiliki kinerja yang lebih baik, namun dari sisi nama besar tidak terlalu jauh dari BBKP. Yep, merk Bank Bukopin, biar bagaimanapun, terbilang familiar di telinga masyarakat, dan iklannya pun cukup sering nongol di televisi. Dalam hal popularitas-nya, BBKP relatif setara dengan Bank BTPN, Bank Mega, OCBC NISP, dan beberapa bank kelas menengah lainnya, namun lebih unggul dibanding bank-bank kecil seperti Bank Victoria, Bank BNP, atau Bank ICB Bumiputera.

Logo PT Bank Bukopin, Tbk

Namun karena fundamentalnya, termasuk secara historis, tidak begitu menarik (‘tidak begitu menarik’ disini karena masih ada banyak bank lain yang lebih bagus), sementara prospek pertumbuhan kedepannya juga kurang jelas mengingat perusahaan tampaknya lebih banyak beroperasi seperti biasanya saja ketimbang ekspansi (setahun lalu BBKP menerbitkan obligasi untuk memperkuat permodalan, tapi bahkan untuk aksi korporasi yang begitu doang kelihatannya pihak manajemen sudah repot setengah mati), maka pada akhirnya BBKP lebih menarik untuk trading tik tok, tentunya jika anda bisa masuk di harga dibawah rata-ratanya selama ini, yakni 600-an.

Lalu, jualnya? Ya di 600-an tersebut. Dulu penulis sempat untung beberapa kali dari BBKP ini dengan cara tersebut, sebelum kemudian melepasnya sama sekali mengingat keuntungan yang diperoleh nggak sebanding dengan waktu yang diperlukan untuk mengawasi pergerakan sahamnya.

Tapi jika sekarang BBKP sudah di harga 560 lagi, maka sudah tentu sahamnya direkomendasikan karena secara fundamental, harga tersebut sudah bargain, alias terdiskon dibanding nilai perusahaannya, sehingga cuma soal waktu sebelum BBKP akan naik lagi minimal ke posisi 600-an kembali. Jadi jika anda sudah memegangnya, cut loss tidak disarankan.

Tapi bagaimana kalau saya belinya di 800-an atau 900-an? Bisakah BBKP naik lagi ke harga tersebut, katakanlah kalau tidak dalam waktu dekat ini, maka dalam jangka panjang? Well, I don’t know.. Karena sebuah saham hanya akan bisa naik dalam jangka panjang jika perusahaannya bertumbuh, sementara kalau melihat track record-nya, pertumbuhan BBKP selama 2 – 3 tahun terakhir ini nggak begitu bagus, belum lagi perusahaannya memang tidak menawarkan prospek pertumbuhan apapun.

Namun mungkin pertanyaannya sekarang adalah, apakah masuknya Bosowa bisa membuat kinerja BBKP menjadi lebih baik kedepannya? Kalau menurut Sadikin Aksa, managing director Bosowa, Bosowa memang akan kembali menambah kepemilikannya di BBKP dengan cara menyerap saham baru yang diterbitkan BBKP (right issue) pada tahun ini, meski belum jelas apakah nantinya Bosowa akan menjadi pemegang saham mayoritas di BBKP atau tidak. Namun bahkan kalau Bosowa melakukan itu (menambah kepemilikannya di BBKP), maka belum tentu mereka bisa ‘do something’ di dalam manajemen. Sebab khusus untuk perusahaan-perusahaan perbankan, masuknya suatu investor dalam jumlah besar ke sebuah bank tidak lantas menyebabkan investor tersebut bisa turut berkontribusi terhadap kinerja perusahaan (baca: menempatkan orang sebagai direktur atau komisaris), melainkan harus minta izin ke Bank Indonesia (BI) dulu, dan juga harus memenuhi regulasi-regulasi lainnya yang lumayan ribet. Termasuk kalau mau jadi pemegang saham mayoritas, juga harus minta persetujuan dari BI. Ketika kemarin Sumitomo masuk ke BTPN, salah satu syarat yang ditetapkan oleh BI adalah bahwa Sumitomo tidak boleh turut campur terhadap manajemen perusahaan. Hingga saat ini belum ada kejelasan soal apakah hal yang sama juga berlaku bagi Bosowa yang masuk ke BBKP.

Kesimpulannya, penulis agak ragu jika BBKP bisa naik lagi ke 900-an. Karena kalaupun kita mengasumsikan bahwa Bosowa bisa turut campur di manajemen dan sukses memperbaiki kinerja BBKP, maka mereka tidak akan bisa melakukan itu (memperbaiki kinerja BBKP) dalam waktu sekejap, melainkan butuh waktu, bisa satu tahun, dua tahun, atau lebih lama lagi.

Meski demikian BBKP bukannya tidak bisa naik dalam waktu dekat. Seperti sudah disebut diatas, BBKP kemungkinan akan menggelar right issue. Katakanlah jika right issue tersebut dilaksanakan pada harga yang sama dengan harga beli Bosowa, yakni 1,050 per saham, maka biasanya sahamnya juga akan dikerek naik hingga lebih tinggi dari harga tersebut, agar right issue-nya terkesan dilakukan pada harga diskon. Namun mengingat hingga sekarang belum ada kejelasan soal kapan right issue tersebut akan dilaksanakan, maka anda mungkin harus sedikit menunggu.

Jadi mungkin strateginya adalah, jika anda terlanjur nyangkut di saham ini, maka anda bisa average down pada harga berapapun asalkan dibawah 600, lebih rendah tentunya lebih baik. Jika setelah average down tersebut rata-rata harga belinya menjadi dibawah 600, maka pekerjaannya sudah selesai, dan anda bisa keluar nanti di harga 600-an, tinggal nunggu IHSG pulih saja, mungkin akhir tahun ini.

Sementara jika averagenya masih tetap tinggi, maka cut loss hanya bisa dilakukan jika anda menemukan saham lain yang anda cukup yakin untuk membelinya (jadi dananya di-switch). Jika tidak? Yaa sekali-kali jadi investor jangka panjang gak ada salahnya lah. Seperti yang tadi disebutkan, jika BBKP jadi menggelar right issue, maka sahamnya berpeluang untuk naik. Disisi lain BBKP seharusnya sudah tidak bisa turun lebih rendah lagi karena sudah murah (kalaupun IHSG turun lebih dalam dan dia kembali terseret, maka seharusnya gak butuh waktu lama buat langsung naik lagi). Jadi kalau anda cut loss, maka itu sama seperti ngasih barang murah ke orang lain.

Anyway, kasus BBKP ini sekali lagi membuktikan bahwa kita nggak bisa membeli saham semata hanya berdasarkan informasi bahwa perusahaannya akan diakuisisi oleh siapa, atau perusahaannya akan mengakuisisi siapa, melainkan tetap harus melihat fundamentalnya, prospeknya, dll. Istilah ‘buy on rumors, sell on news’ tidak selamanya benar, karena seringkali sebuah saham sudah naik duluan bahkan sebelum rumornya keluar, dan ketika news-nya keluar dia justru sudah nyungsep lagi. Tapi kabar baiknya BBKP juga bukan barang jelek dan harganya pada saat ini sudah murah, sehingga sekali lagi, cut loss tidak disarankan.

PT Bank Bukopin, Tbk
Rating Kinerja pada 1H13: BBB
Rating Saham pada 560: AA

Komentar

Anonim mengatakan…
maaf bung teguh kalau begitu harga wajarnya BBKP ini berapa menurut bung TEGUH:

SOALNYA BOSOWA aja berani beli di harga rp.1050 per saham

BOSOWA kan bukan orang bodoh bung teguh

kalo menurut saya harga wajar BBKP ini: rp.900 persaham

termasuk murah untuk sektor perbankan.

mohon dikoreksi jika ada salahnya. terimakasih
Anonim mengatakan…
Pak Teguh kalau begitu menurut anda harga wajar BBKP berapa?

dan jika jadi RI di harga rp. 900 apa bisa BBKP juga naik ke harga tersebut?

soalnya eps BBKP juga naik lagi di semester 1 2013 ini
Anonim mengatakan…
pak Teguh, sebaiknya analisa disertai dengan data, angka2 jangan seperti diatas yang terkesan sebagai ulasan berdasar persepsi. Soalnya yang saya amati data2 bukopin selalu naik terus. Bahkan angka terahir EPS Rp. 63(6 bln) kalo disamakan kedepan jadi Rp 126 (1 Tahun 2013)padahal PBV nya Rp 660,. Dividen tahun 2012 Rp 31,-/saham ekivalen dengan 30% EPS-2012. Kalo tahun ini 30% berarti Dividennya sekitar Rp 40,-/saham. Ada 7% dari harga saham sekarang (Rp. 640,-). Sangat luar biasa apalagi dengan data pendapatan yang terus tumbuh dari tahu-ketahun. Sebagai masukan saja pak Teguh, mohon maaf kalau ada kata2 tidak berkenan. nuhun,...
RUDY DERMAWAN mengatakan…
Pak Teguh bukan orang pintar di analisa saham, pengetahuan beliau biasa-biasa saja. Beliau juga masih dalam taraf belajar. Cuman kepingin agak ngetop saja makanya bikin blog ini.
Anonim mengatakan…
Tong kosong nyaring bunyinya..

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)