Sudah Benarkah Perhitungan Profit/Loss Portofolio Saham Anda? Cek Disini

Dalam beberapa waktu terakhir, seiring dengan kenaikan IHSG yang sangat signifikan, maka banyak temen-temen investor pembaca blog ini yang mengaku bahwa portofolio sahamnya sudah kembali profit, atau minimal balik modal dihitung sejak awal tahun 2020. Dan penulis tentu ikut senang, karena meski IHSG memang sudah naik belasan persen sejak awal November kemarin, atau bahkan terbang lebih dari 40% jika dihitung dari posisi terendahnya pada Maret lalu, tapi jika dihitung sejak awal tahun 2020 ini, maka hingga ketika artikel ini diposting, IHSG masih -7.8% secara year to date. Sehingga kalau porto anda sudah break even saja, maka kinerja anda untuk tahun 2020 ini sudah lebih baik dibanding rata-rata pasar, alias beat the market.

***

Ebook Market Planning edisi Desember 2020 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini. gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Video Seminar Value Investing, basic and advanced, bisa diperoleh disini. Alumni bisa bergabung dengan layanan webinar (jadwal berikutnya Sabtu, 19 Desember) secara gratis.

***

However, ketika penulis telisik lagi, maka dari temen-temen member EMP (atau EIP) yang menunjukkan isi rekening sahamnya untuk berkonsultasi, ternyata sebagian besar hanya melihat total profit/loss dari saham-saham yang masih dipegang, jadi bukan dari nilai portofolionya secara keseluruhan. Padahal selain saham-saham yang dipegang ini, mereka juga rata-rata masih pegang cash sebesar kurang lebih 20 – 30% dari total nilai portonya itu tadi, atau bahkan lebih besar lagi.

Sehingga penulis kemudian merasa perlu untuk memposting artikel ini, dimana intinya adalah sebagai berikut: Dalam menghitung kinerja portofolio saham yang kita kelola, maka posisi cash juga harus dihitung. Misalnya nilai awal porto Rp1,000, dan Rp700 diantaranya dibelanjakan saham, sedangkan sisanya (Rp300) tetap dalam bentuk cash. Lalu saham-saham yang dipegang ini naik 10% menjadi Rp770, ditambah cash Rp300, hasilnya Rp1,070. Maka dalam hal ini profit anda bukan 10%, melainkan 7%.

Dan hal ini mungkin sedikit membingungkan, karena bukannya cash yang kita miliki itu tidak menjadi bagian dari risiko investasi itu sendiri? Dalam artian meski nilainya memang tidak akan naik, tapi juga tidak akan turun. Tapi biar penulis berikan logika sederhana saja: Nilai awal porto anda Rp1,000, dan berdasarkan ilustrasi yang disampaikan pada paragraf di atas, nilainya sekarang menjadi Rp1,070. Maka profit anda 10 persen, atau 7 persen? Kalau kita bilang profitnya 10%, maka harusnya nilai portonya menjadi Rp1,100 bukan?

Sehingga sekali lagi, ketika kita menghitung kinerja porto, maka dana kas (cash) yang tidak dibelanjakan saham juga harus dihitung. Ceritanya baru berbeda jika cash ini baru disetor belakangan, jadi bukan sudah disetor sejak awal periode/awal tahun, misalnya jika anda selama ini rutin menyetor lagi ke sekuritas setiap beberapa waktu sekali. Jika demikian, maka kinerja porto anda bisa dihitung menggunakan metode net asset value atau NAV, yang biasa digunakan untuk menghitung kinerja reksadana (karena biasanya mereka juga rutin menerima setoran dana dari nasabah baru, tidak hanya pada awal tahun, melainkan setiap saat). Cara menghitung NAV ini nanti kita akan bahas lagi, atau untuk sementara waktu boleh anda googling sendiri.

Nah, balik lagi ke soal cash, dimana terkait masalah cash ini maka terdapat dua hal penting yang harus anda ketahui sebagai investor. Pertama, keberadaan cash yang tidak atau belum digunakan untuk membeli saham, itu bisa berarti dua sisi yang saling berkebalikan. Dalam kondisi pasar bearish, apalagi market crash seperti Maret 2020 lalu, maka betul bahwa cash is king. Tapi seperti yang dulu sudah kita bahas disini, adanya cash ini juga akan sia-sia saja jika kita tidak berani membelanjakannya ketika market crash itu terjadi (dan gak segampang itu juga untuk belanja ketika IHSG jeblok! Karena di waktu bersamaan berita krisis bla bla bla menyebar dimana-mana). Meski demikian, itu tetap lebih baik dibanding jika posisi kita full power alias tidak pegang cash sama sekali, sejak sebelum market crash itu terjadi. Karena jika posisi anda demikian, maka ketika IHSG kemudian crash, ruginya jadi maksimal.

Nah, tapi itu jika terjadi market crash. Lalu bagaimana jika yang terjadi adalah market bullish seperti sekarang? Maka seperti yang dikatakan investor kenamaan, Ray Dalio, cash is trash! Karena dalam hal ini keberadaan cash tersebut justru menurunkan kinerja portofolio kita secara keseluruhan, dimana kita kehilangan peluang profit dari saham-saham tertentu yang seharusnya dibeli menggunakan cash tersebut, atau istilahnya opportunity cost. Penulis sudah membahas ini lebih detail disini.

Sehingga terkait hal inilah, money management dalam berinvestasi itu amat sangat penting, dimana kita harus bisa menentukan kapan harus pegang cash, dan kapan harus full power belanja. Tak peduli sebagus apapun saham yang kita beli, tapi jika kita keliru jualan ketika seharusnya belanja, atau sebaliknya baru belanja saham justru ketika IHSG sudah naik banyak, maka hasil investasinya tetap tidak akan maksimal. Terkait hal ini sebenarnya sudah penulis sampaikan secara rinci di video seminar advanced, dimana penjelasan lumayan panjang. Tapi untuk contoh-contoh riilnya (berdasarkan pengalaman penulis selama ini) juga sudah disampaikan di banyak postingan di blog ini sejak tahun 2010, salah satunya artikel yang ini.

Okay, itu pertama. Lalu yang kedua? Well, jadi mulai sekarang, kalau misalnya ada tetangga yang bilang dia cuan sekian persen dari saham tertentu, maka gak perlu minder apalagi panas, karena coba cek lagi: Belinya berapa banyak?? Let say, tetangga anda itu beli saham A, dan saham A ini naik dua kali lipat alias 100% (multibagger!). Maka belum tentu portonya secara keseluruhan cuan 100% juga. Karena, katakanlah nilai awal porto tetangga anda itu tadi Rp1,000, dan ia beli saham A senilai Rp100, dimana sekarang nilainya menjadi Rp200 (karena profit 100%). Dan ia juga beli saham-saham lain senilai total Rp500, yang rata-rata profit 10% sehingga nilainya sekarang Rp550. Maka nilai portonya sekarang secara keseluruhan, termasuk cash yang tidak dibelanjakan sebesar Rp400, adalah Rp1,150.

Sehingga, tetangga anda itu sebenarnya hanya profit 15% saja. Actually cuan 15% ini tetap terhitung besar, tapi tentu saja tidak sebesar 100%, yakni jika yang dihitung hanya gain dari saham A itu tadi. Dan berdasarkan pengalaman penulis sendiri selama satu dekade terakhir, maka meski kita tidak jarang secara full power membeli saham-saham tertentu yang kemudian naik 100%, 200%, atau lebih tinggi lagi, tapi saya tidak pernah berada dalam posisi dimana saham-saham yang dipegang semuanya naik minimal 100%. Yup, penulis tegaskan lagi: Tidak pernah! Melainkan, sebagian dari saham-saham yang dibeli itu hanya naik 20%, 30%, dan kadang ada saja satu saham tertentu yang turun dan nyangkut sendiri, tak peduli meski IHSG-nya sedang terbang.

Di tahun 2020 ini, Avere Investama sukses profit 200% dari saham WIIM, bisa lebih tinggi lagi jika sahamnya lanjut naik. Tapi apakah kinerja kita secara keseluruhan profit 200% juga? Ya nggak lah


Tapi setelah ditotal, maka profitnya tetap cukup besar. Kemudian jika akumulasi profit itu masih lebih baik dibanding kenaikan/penurunan IHSG dalam periode waktu yang sama, maka bisa penulis katakan bahwa kita sudah mencapai target untuk beat the market dimana, jika kita bisa secara konsisten mencapai target tersebut dalam jangka panjang, then trust me, hasilnya akan sangat luar biasa dalam waktu 10 – 20 tahun mendatang.

***

Video Seminar Terbaru: Peluang Multibagger dari Saham-Saham Turn-around. Info selengkapnya baca disini, dan alumni juga bisa ikut webinar secara gratis.

Komentar

M. Fathur Rohman mengatakan…
Kemarin sempet minder ada Teman sukses cuan 46% sedangkan portfolio Saya secara keseluruhan masih naik 8% termasuk beberapa saham yang merah karena nyangkut terlalu dalem.
Terima kasih atas penjelasannya Pak Teguh.
Hasta Yustika Adi mengatakan…
Saya menggunakan metone NAB/NAV, jadi equity (cash + saham) dikonversi menjadi unit, dan dibandingkan dengan IHSG. Jadi kelihatan jelas portofolio saya naik atau turun berapa persen terhadap IHSG, dan kelihatan juga kinerja mingguan, bulanan, dan tahunannya. Metode ini harus dikerjakan secara manual di excel karena cukup rumit perhitungannya.
Ericsson mengatakan…
Kebetulan saya menemukan file excel yang sudah dibuatkan oleh salah satu investor di indonesia yang dapat membuat kita sebagai investor dapat memantau perkembangan portofolio kita.
Semoga bermanfaat https://kakdr.com/mencatat-portofolio-secara-lengkap-beli-jual-buyback-sampai-perkembangan-equity-tutorial/
Anonim mengatakan…
Yth Bapak Teguh Hidayat.

Terima kasih atas penjelasannya.

Saya baru tersadarkan mengenai cara perhitungan profit yang benar sebagaimana yang Bapak jelaskan.

Materi-materi yang Bapak sampaikan sangat mudah dipahami oleh masyarakat umum.

Terima kasih.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?