Berapa Lama Waktu yang Dibutuhkan untuk Belajar Investasi Saham?

Sebagai investor blogger yang rutin memberikan edukasi, rekomendasi, dan analisa saham sejak tahun 2010 sampai hari ini, maka dari temen-temen yang mengambil analisa berbayar, penulis tidak pernah meminta testimonial, review, bintang lima, atau semacamnya. Karena saya berpendapat bahwa, berapapun profit yang dihasilkan oleh member, atau jika ia sekarang cukup menguasai tentang analisa saham terutama metode value investing, maka itu adalah hasil dari kerja kerasnya sendiri. Yup, jadi analoginya seperti jika anda kuliah: Dosennya sama, dan materi yang diberikan juga sama. Tapi apakah semua mahasiswanya kemudian memperoleh nilai A pada mata kuliah yang bersangkutan? Tentu tidak, karena itu bergantung pada kemampuan dari tiap-tiap mahasiswa itu sendiri.

***

Video Seminar Terbaru! Peluang Multibagger dari Saham-Saham Turnaround. Info selengkapnya baca disini, dan alumni juga bisa ikut webinar secara gratis.

***

Meski demikian, penulis tidak jarang menerima ucapan terima kasih dari temen-temen member, biasanya dari mereka yang sudah cukup lama bergabung disini. Salah satunya berikut ini dari Pak Edi, yang pada intinya beliau mengucapkan terima kasih bukan hanya karena portofolionya menghasilkan kinerja sesuai harapan, tapi juga karena ‘konsep value investing sedikit demi sedikit bisa dimengerti’ (saya sudah minta izin ke yang bersangkutan untuk menampilkan kembali tulisannya disini).


Nah, lalu sudah berapa lama Pak Edi ini belajarnya? Well, hampir tiga tahun. Jadi bukan tiga bulan, atau tiga minggu, atau beliau baru ketemu blog TeguhHidayat.com ini tiga hari yang lalu, dan itu pun baru sampai level ‘sedikit demi sedikit bisa dimengerti’. Waktu tiga tahun ini tentu terdengar sangat lama bagi pemula, tapi sebenarnya sama sekali tidak selama itu. Malah, sebagai praktisi yang sampai hari ini masih terus belajar, maka penulis bisa katakan bahwa kalau anda sudah menguasai value investing dalam waktu tiga tahun saja, maka itu termasuk cepat, karena kebanyakan orang butuh waktu lebih lama dari itu. Jadi ya sama seperti kuliah itu tadi, dimana meski beberapa mahasiswa mungkin bisa lulus cum laude hanya dalam waktu 3.5 tahun, tapi sebagian besar mahasiswa lainnya biasanya butuh waktu 4 – 5 tahun untuk lulus dan menerima titel sarjana, atau bahkan lebih lama lagi.

Sehingga terkait hal ini, penulis hendak menyampaikan sebagai berikut. Pertama, saya tidak mengatakan bahwa investasi saham itu sulit, ataupun rumit, malah justru sangat sederhana. Termasuk dalam menghitung valuasi saham, maka kita cuma lihat PER, PBV, dan dividend yield saja, jadi gak ada itu ngitung discounted cash flow, WACC, dst. Dan saya juga hampir gak pernah melakukan site visit alias mengunjungi lokasi perusahaan yang bersangkutan, atau ngobrol sama direktur/humasnya dst, melainkan cukup baca-baca semua dokumen resmi yang dirilis perusahaan, seperti laporan keuangan, laporan tahunan, dan materi public expose (dan hasil analisanya, seperti yang bisa anda baca banyak contoh artikel analisa di blog ini, terbilang cukup detail).

Namun demikian, saya juga tidak pernah mengatakan bahwa, bacalah buku ini, maka besok anda akan langsung bisa profit besar dari saham! Yup, karena seperti yang memang sudah sering penulis sampaikan bahwa untuk menguasai teorinya, maka anda cukup baca bukunya, ikut seminar, dst, dimana itu sama sekali tidak butuh waktu lama. Termasuk kalau anda baca buku penulis yang berjudul ‘Value Investing’, maka tiga hari juga selesai, karena tebal bukunya hanya 200-an halaman.

Tapi itu teorinya. Sedangkan untuk menguasai prakteknya, maka anda harus berlatih mengerjakan analisa saham itu sendiri, lalu mengeksekusinya dengan membeli saham yang setelah anda analisa anda anggap bagus, lalu nanti belajar lagi soal kapan jualnya. Proses learning by doing inilah, yang tidak mungkin bisa langsung lancar hanya dalam beberapa hari, atau beberapa minggu, atau bahkan beberapa bulan, melainkan butuh waktu beberapa tahun. Sebab ada banyak sekali ilmu-ilmu investasi yang anda baru akan mengerti setelah mengalaminya sendiri. Contoh, baru saja penulis menerima email pertanyaan dari investor yang beli saham A karena mengincar dividennya, dan ia sebelumnya belum mengerti bahwa ketika saham A mengumumkan pembayaran dividen, maka sahamnya biasanya akan sudah naik jauh hari sebelumnya, dan setelah tanggal cum-nya dia akan turun lebih dalam dari nilai dividennya itu sendiri. Nah, sebenarnya sudah sejak tahun 2014 lalu penulis sudah membahas soal strategi meraup untung dari saham dividen. Tapi sekali lagi, bahkan kalaupun anda sudah pernah baca tulisan diatas, tapi ketika akhirnya anda mengalaminya sendiri (maksudnya melihat saham yang dipegang anjlok setelah tanggal cum-nya), maka barulah pada titik itu anda akan mengatakan, ‘Oh, ternyata gitu toh!’

Dan soal dividen itu barulah satu dari buanyaaak sekali pengalaman-pengalaman yang bisa dan akan anda peroleh di pasar saham, dimana kesemua pengalaman itu tidak akan langsung anda dapatkan seluruhnya hanya dalam satu periode waktu tertentu, melainkan butuh waktu panjang. Contoh lagi, pada Maret 2020 lalu anda tentu masih ingat bagaimana IHSG crash dengan turun hampir 40% hanya dalam dua minggu! Dan bagi penulis sendiri, meski saya sudah sering mendengar bagaimana horror-nya market crash di bulan Oktober 2008, tapi barulah ketika itu saya merasakan sensasi yang luar biasa menakutkan! (karena di tahun 2008, saya belum masuk pasar. Saya baru mulai belajar tahun 2009). Tapi untungnya penulis sukses bertahan, dan sekarang sudah kembali profit, yang mungkin karena saya sudah satu dekade lebih mempersiapkan diri untuk menghadapi moment market crash tersebut (baca lagi kumpulan artikel crisis protocol, mulai dari sini). Meski demikian, ada banyak teman-teman lain yang tidak seberuntung penulis, dan mereka kehilangan momentum/masih belum belanja lagi ketika belakangan ini pasar kembali rally, dimana biasanya itu karena mereka belum memiliki ‘tabungan pengalaman’ sebanyak penulis.

Dan sekali lagi, itulah kenapa bahwa untuk benar-benar menjadi expert dalam investasi saham ini, maka diperlukan latihan selama bertahun-tahun, dan inilah kenapa penulis selalu respect kepada investor yang berpengalaman lebih lama lagi, seperti misalnya Gita Wirjawan, tak peduli meski beliau mungkin tidak se-terkenal ‘influencer-influencer saham’ yang belakangan ini booming. Karena dari mereka lah, kita bisa belajar dan mendengarkan cerita yang lebih lengkap, jadi gak cuma cerita cuannya doang. Penulis actually punya banyak kenalan investor angkatan lawas yang sudah pernah merasakan bagaimana dahsyatnya krisis moneter 1998, dimana tiap-tiap dari mereka punya versi kisahnya masing-masing tentang bagaimana krisis itu terjadi, dan saya sangat menikmati ketika mendengarkan cerita mereka tersebut.

Okay, itu pertama. Kedua, karena untuk belajar investasi saham ini butuh waktu cukup lama, maka pada tahun-tahun awal (jadi bukan bulan-bulan awal), adalah wajar jika investor pemula serba bingung. Yup, jadi jangankan saham yang dibeli turun, jika saham yang dibeli naik juga pasti bingung, kapan ini jualnya?? Dan ketika kemudian baca-baca tulisan di internet, atau menonton video Youtube soal ‘strategi profit taking dari saham’, maka bukannya tercerahkan, hasilnya malah tambah pusing!

Dan pada titik anda mungkin akan mulai skeptis dengan tulisan-video di internet, karena kenyataannya itu tidak membantu sama sekali. Tapi bagaimana jika penulis katakan bahwa, bahkan kalaupun anda konsultasi langsung ke Warren Buffett, maka hasilnya tetap anda bakal bingung? Yup, karena masalahnya disini bukan terletak di saran atau jawaban yang diberikan, tapi di belum memadainya pengalaman yang anda miliki. Karena ada banyak aspek-aspek dalam investasi saham yang termasuk level advanced, yang hanya akan bisa dipahami setelah anda menguasai basic knowledge-nya terlebih dahulu. Analogi sederhana, jika seorang mahasiswa teknik berdiskusi dengan dosennya tentang konsep aerodinamika pada pesawat terbang, maka pak dosen akan bisa menjelaskannya dengan mudah. Tapi bagaimana jika anak sekolah dasar yang belum lancar tambah kurang kali bagi menanyakan topik yang sama? Dari mana kita mulai menjelaskannya?

Sehingga, jika kamu termasuk yang masih ‘serba bingung’ ini, maka nikmati saja, karena nanti juga bingungnya akan berkurang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu, dan bertambahnya pengalaman. Nah, tapi jika kebingungan ini sedemikian hebatnya sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari (penulis sering terima curhat dari investor karyawan yang kerjaan di kantornya jadi berantakan, gara-gara liatin saham mulu dari pagi sampe sore), maka: Jual sebagian saham-saham hingga akhirnya kamu merasa tenang! Dan bisa tidur nyenyak di malam hari. Sebab sebagian besar kasus bingung yang dialami investor pemula, adalah dia memegang/mengelola dana terlalu besar, meskipun itu dana tabungan miliknya sendiri, bukan titipan orang lain. Penulis sudah sejak tahun 2012 lalu pernah membahas ini lebih lengkap disini.

Okay Pak Teguh, saya mengerti sekarang. Tapi bagaimana dengan ‘investor-investor muda’ yang sering saya lihat di Instagram itu? Seperti halnya saya, mereka juga sepertinya baru mulai invest belakangan ini saja, tapi kok kayanya udah sukses banget gitu?? Mobilnya keren, terus sering posting cuan ratusan juta dari saham ABCD, dst. Nah, sebenarnya kalau anda baru mulai beli saham persis pada Maret – April 2020 lalu ketika IHSG di 4,500-an, maka gak usah repot-repot belajar, sekarang ini (Desember 2020) hasilnya pasti sudah cuan besar, karena IHSG-nya juga sudah terbang ke 5,900-an. Tapi apakah dengan demikian investor yang ‘belum apa-apa langsung cuan’ ini bisa dianggap satu level dengan Pak Lo Kheng Hong, misalnya?

Dan ini bukan berarti tidak ada investor yang pemula yang bisa langsung sukses. Karena seperti ilustrasi mahasiswa diatas, ada mahasiswa cerdas yang bisa lulus hanya dalam waktu 3.5 tahun, tapi ada juga yang baru 4 – 5 tahun lulus, itupun dengan IPK pas-pasan (jujur saja waktu di Unpad dulu, penulis termasuk yang disebut terakhir). Tapi maksud penulis adalah, jika ada mahasiswa tertentu yang sukses memperoleh IPK tinggi setelah dua atau tiga semester, maka apakah dia kemudian bisa langsung berhenti kuliah lalu terima ijazah? Nggak kan? Sepintar apapun si mahasiswa, ia tetap harus melanjutkan pendidikannya sampai benar-benar lulus, termasuk harus mengerjakan tugas akhir/skripsi, baru dia bisa ikut wisuda. Dan dalam dunia saham, itu artinya kita harus terus belajar sembari di waktu yang sama mengumpulkan profit hingga nilai aset/portolio kita tumbuh hingga mencapai level yang ‘serius’, termasuk harus pernah melewati market crash dan bertahan, dan barulah setelah itu dia bisa disebut sebagai investor/bukan investor pemula lagi. Nah, lalu apakah kesemua proses tersebut bisa tercapai hanya dalam beberapa bulan/1 – 2 tahun saja? You know the answer.

Sehingga kesimpulannya, gak usah lah minder sama ‘investor-investor sukses’ itu. Trust me, semakin sukses seorang investor, maka akan semakin humble dia jadinya. Salah satu tokoh yang penulis jadikan guru adalah Erick Thohir (dalam kapasitas beliau sebagai pengusaha/investor, bukan menteri), and yup, bisa anda tebak, beliau di akun Instagram-nya gak pernah posting foto di depan mobil Ferrari atau semacamnya. Karena pada level beliau, pamer barang-barang mewah seperti itu justru merupakan hal yang memalukan. Sehingga jika ada investor yang berperilaku sebaliknya, entah itu yang bersangkutan masih muda atau sudah om-om, maka itu justru menunjukkan bahwa dia belum sukses, dan dengan demikian kita tidak perlu terpukau karenanya. Biasa aja lah.

Anyway sebagai penutup, jika Bursa Efek Indonesia adalah universitas, maka kamu angkatan tahun berapa? Saya angkatan tahun 2009, dan saya barely survived di ujian tahun 2020 ini :D

***

Video Seminar Terbaru! Peluang Multibagger dari Saham-Saham Turnaround. Info selengkapnya baca disini, dan alumni juga bisa ikut webinar secara gratis.

Komentar

M. Fathur Rohman mengatakan…
Terima kasih atas ilmunya Pak Teguh.
Saya angkatan 2019 yang langsung kehantam krisis walau belum ada setahun di pasar modal. Hehehe.
Anonim mengatakan…
Saya angkatan 2017 dan thank God posisi porto per hari ini lebih tinggi dibanding 1 Jan 2020. Tapi pengalaman melewati big market crash dan pembelajaran diri jauh lebih penting dibanding berapa cuan (atau rugi) yang didapat. Terima kasih Pak Teguh atas berbagi ilmunya baik itu dari konten2 berbayar maupun yang free di blog ini dan di youtube.
Anonim mengatakan…
Salam sejahtera pak Teguh. Saya alumni 2007.
Saya banyak membaca ulasan pak Teguh, dan sangat membantu saya survive dan bertumbuh.
Sekarang saya dalam tahapan 'kawal' salah satu emiten IDX. Mohon restu agar sukses dan menjadi salah satu 'timeline' saya.
Rizki mengatakan…
Saya angkatan tahun 2019 Pak Teguh, dulu awal2 cuma berani beli saham blue chip dan agak ikut-ikutan portofolio orang, sekarang sudah cukup mengerti value investing dan sudah cukup pede dengan portofolio sendiri. Sumber ilmu saya salah satunya dari blog ini dan buku Bapak juga, terima kasih :D
PapiRaka mengatakan…
Terimakasih pak teguh atas ilmu dan pengalamannya.Semoga saya bisa dengan mudah belajar dan memahami dari prjalasan dan tukisan pak teguh.saya baru pemula desember 2020 ini saya baru belajar
NPPal mengatakan…
Terima kasih Pak Teguh atas sharingnya.
Saya selalu mengikuti blog Bapak dari awal banget sepertinya 2010. Setiap postingan selalu saya baca dan ikuti dan memang benar sangat cocok dengan pandangan saya sebagai salah satu value investor. Hampir semua metode Bapak sharing mengenai value investing memang terbukti ampuh mulai dari analisa PER, dividend yield, dan market caps selalu saya pakai sebelum mengambil keputusan invest di saham tertentu. Sejauh ini saya sebagai salah satu investor konservatif yang hanya membeli dan jarang menjual saham kecuali benar2 perlu dana merasa beruntung bisa tetap belajar dari blog Bapak.
Moga Bapak selalu sehat dan semangat dalam berbagi ilmu lewat blog Bapak ini.

Jika ada kesempatan, saya berharap Bapak bisa sharing update saham2 yang memberikan dividen yield besar seperti BJTM BJBR PTBA ITMG
Cheers.

Nug
Anonim mengatakan…
Saya mulai berinvestasi di reksadana thn 2007. Lumayan cuan saat itu. Krn merasa sdh bs mengelola portofolio sendiri, saya pindahkan semua dana di reksadana ke bursa saham. Sebagian bsr portofolio saya adl saham batubara yg sdg booming saat itu. Sempat cuan lmyn besar, namun blm sempat profit taking dtglah krisis 2008. Walhasil keuntungan berbalik mjd kerugian bsr. Smp skrg msh belajar terus baik analisa fundamental maupun teknikal. Sempat ikut seminar Pak Teguh jg wkt di Amaris Thamrin City.
noshonesia mengatakan…
Tulisan kali ini sangat baik. Begitu memahami penderitaan mereka yang akan masuk dunia investasi. Pusing harus mulai dari mana, serasa vertigo. Jadi, intinya sekolah dulu ya Pak Teguh ? Perlahan-lahan akan memahaminya. Ngemeng-ngemeng ane baru mau mendaftar sekolah nihh Pak. Hehehehe Salam Hormat untuk Pak Teguh.
anye mengatakan…
saya angkatan 2015, Pak. Tapi langsung ambil cuti, masuk lagi Mei 2020. Terima kasih Pak Teguh untuk artikel-artikelnya yang mencerahkan. Belajar terus pokoknya...
Anonim mengatakan…
Saya angkatan 2015 pak teguh,
Memang benar invest di saham ini yang pertama kali di bentuk adalah mindset kita, seperti bermain bola kalau saya bisa mencetak gol 3x tapi saya kebobolan 5x, hasilnya sama saja saya kalah..
Terima kasih atas tulisan2 nya yang sedikit demi sedikit memperbaiki mindset dan mental saya saat ini..
Anonim mengatakan…
saya angkatan Corona pak, dan cuma ngerasain market turun September 2020, tapi saya suka banget dg blog dan youtube Bapak, terima kasih ilmu2nya...

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?