Benarkah Amerika (Akan) Resesi? Analisa dari Bill Ackman

Dalam waktu dua minggu terakhir (maksudnya sampai tanggal 5 Juli 2022), pasar keuangan Amerika Serikat dan di seluruh dunia turun drastis karena kekhawatiran akan terjadinya resesi, dan dengan volatilitas yang sangat tajam. Saya ingin menyampaikan beberapa teori tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi sekarang ini.

Artikel ini merupakan terjemahan thread yang dibuat Bill Ackman di akun twitter pribadinya.

Berdasarkan definisi umum, suatu negara dianggap mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya turun/tumbuh negatif selama dua kuartal berturut-turut. Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud disini adalah secara riil, bukan nominal. Namun dalam situasi inflasi tinggi seperti sekarang di Amerika Serikat, maka akan sulit bagi angka pertumbuhan ekonomi secara nominal untuk naik dengan kenaikan yang melebihi angka inflasi, karena itu artinya angka pertumbuhan ekonomi ini harus diatas 8.6%. Terakhir kali Amerika mengalami inflasi setinggi sekarang adalah 40 tahun lalu, alias sudah sangat lama, dan karena itulah para pelaku pasar selama ini terbiasa dengan pertumbuhan ekonomi nominal 4 – 5%, dan inflasi 2%. Dalam stuasi ekonomi normal dengan inflasi 2%, maka pertumbuhan ekonomi nominal hanya perlu turun dari 4 – 5% menjadi 2 – 3% atau kurang dalam dua kuartal berturut-turut, sehingga pertumbuhan ekonomi riil akan menjadi negatif, dan ekonomi bisa dianggap resesi.

***

Jadwal Live Webinar Investasi Saham/Value Investing, Sabtu 6 Agustus 2022, pukul 08.00 – 11.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Namun sekali lagi, karena sekarang inflasi mencapai hampir 9% (per Mei 2022), maka mungkin definisi resesi perlu diubah. Karena ketika belanja konsumsi hanya tumbuh 8% dalam dua kuartal terakhir, maka berdasarkan definisi resesi diatas, kita sekarang sudah resesi. Tapi kalau kita lihat di lapangan maka faktanya tidak demikian, dimana: 1. Perekonomian masih tumbuh secara nominal, 2. Tingkat konsumsi juga jauh lebih tinggi pada tahun ini dibanding tahun lalu, 3. Jumlah lowongan pekerjaan baru mencapai sekitar dua kali lipat dibanding jumlah pencari kerja, 4. Tingkat pengangguran berada di level terendahnya dalam 50 tahun terakhir, 5. Gaji pegawai naik signifikan dan para perusahaan kesulitan memperoleh tenaga kerja, 6. Kinerja pendapatan dan laba perusahaan di Semester I 2022 mayoritas naik signifikan, dimana hanya ada sejumlah kecil perusahaan yang kesulitan menaikkan harga jual produk (untuk mengikuti laju inflasi), dan imbasnya mengalami penurunan margin laba, dan 7. Masyarakat Amerika masih memiliki total sekitar $2.5 triliun tabungan/uang nganggur di bank.

Dan meski terjadi pergeseran permintaan dari barang ke jasa, namun volume permintaan secara keseluruhan masih sangat tinggi. Kita saat ini mengalami masalah di kurangnya suplai barang dan jasa (sehingga menaikkan harga barang dan jasa tersebut, dan imbasnya terjadi inflasi), tapi sekali lagi demand/permintaan tetap tinggi. Kesemua kondisi ini sama sekali tidak menggambarkan situasi resesi.

Jadi kenapa pasar keuangan mengalami penurunan, termasuk yield obligasi juga turun, justru ketika The Fed menaikkan suku bunga dalam rangka menurunkan inflasi kembali ke 2%? Jawabannya adalah karena investor keliru memahami definisi/pengertian dari ‘resesi’ itu sendiri, karena hanya melihat data pertumbuhan ekonomi serta angka inflasi tapi tidak melihat fakta di lapangan. Dan sebenarnya, investor institusi yang berspekulasi di pasar obligasi, terutama hedge fund, seringkali menggunakan leverage/dana pinjaman yang besar untuk memaksimalkan keuntungan. Namun ketika muncul isu bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga, maka jadilah para investor ini menjual obligasi yang mereka pegang untuk membayar utang-utang mereka (karena khawatir bunga utangnya akan naik), sehingga yield obligasi turun. Hal ini juga terjadi di pasar saham, crypto dll, dan alhasil pasar keuangan semuanya turun. Tapi jika kita lihat fakta riil di lapangan (bukan di pasar keuangan), maka kondisi ekonomi masih jauh dari resesi.

Terlepas dari itu, The Fed tetap berkomitmen untuk melakukan ‘semua yang diperlukan’ agar inflasi turun, bahkan meski itu bisa menyebabkan meningkatnya pengangguran dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, menurut saya inflasi Amerika tetap tidak akan turun dalam waktu dekat. Biaya untuk sewa rumah, energi, dan bahan makanan akan tetap tinggi karena itu tadi: Kita sedang mengalami masalah di suplai, dimana ketika terjadi kelangkaan energi maka tentu saja harga bensin dll akan sulit untuk turun. Gaji pegawai akan terus naik karena terbatasnya jumlah tenaga kerja, karena pintu imigrasi bagi pekerja dari luar negeri yang hendak masuk ke Amerika masih ditutup. Perusahaan juga menaikkan harga jual produk karena mereka harus menutup kenaikan biaya produksi, dan karena produknya tetap laku terjual meski harganya naik, karena itu tadi: Volume permintaan masih tinggi.

Jadi untuk benar-benar mengatasi masalah inflasi, The Fed harus menaikkan suku bunga menjadi 4 – 5% tahun depan (dari saat ini 1.75%). Lebih cepat The Fed menaikkan suku bunga, maka akan lebih baik dampaknya bagi pasar obligasi dan juga saham dalam jangka panjang. Karena tingginya inflasi akan menurunkan tingkat kepercayaan konsumen, dan juga memperlambat pertumbuhan ekonomi. Jadi dengan The Fed se-segera mungkin menurunkan inflasi, maka dampak jangka pendeknya memang akan menyakitkan, tapi dampak jangka panjangnya akan positif.

Disisi lain, sekarang ini saham-saham dari perusahaan bagus yang menawarkan pertumbuhan signifikan dalam jangka panjang sudah dihargai murah. Jadi, yep, saya sekarang hanya berharap semoga The Fed melakukan tindakan yang seharusnya. Kami saat ini menempatkan 100%+ dana kelolaan di saham-saham bagus, dan juga memegang hedge dimana kami akan memperoleh keuntungan jika yield obligasi kembali naik sesuai prediksi. Mari kita lihat kedepannya apakah analisa, prediksi, dan keputusan investasi yang kami buat akan terbukti tepat, atau keliru.

Well, bagaimana guys? Setuju dengan pendapat Om Bill?

Catatan: Bill Ackman adalah investor asal Amerika Serikat, dan manajer sebuah hedge fund dengan nama Pershing Square Capital. Bill pertama masuk di dunia investasi pada tahun 1992, dan saat ini diperkirakan memiliki kekayaan $2.8 miliar. Bill merupakan pengikut Warren Buffett, dimana ia pernah mengajukan pertanyaan langsung ke WB ketika ia hadir di Berkshire Hathaway Annual Meeting tahun 2005. Menurut saya pendapat Bill Ackman terkait ‘resesi Amerika’ ini penting untuk dicatat, karena sebagai investor asal Amerika itu sendiri maka ia lebih paham situasi di lapangan ketimbang investor luar, dan karena ia memiliki track record investasi yang sangat baik (dan makanya ia sukses menjadi billionaire).

***

Jadwal Live Webinar Investasi Saham/Value Investing, Sabtu 6 Agustus 2022, pukul 08.00 – 11.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Komentar

La pulga mengatakan…
Artinya sekarang sebenarnya time to buy ya pak?

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)