IHSG Bisa Turun Sampai Berapa? Window Dressing Batal? Ini Jawabannya

Pada tanggal 26 November 2022, pukul 16.21 WIB, penulis posting di Twitter sebagai berikut: ‘Ketika saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) turun, maka itu bikin PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk alias PT Telkom (TLKM) dan PT Astra International, Tbk (ASII) rugi sekian triliun. Akibatnya dua saham itu ikut turun sehingga bikin IHSG susah naik, dan imbasnya pasar saham jadi lesu/saham-saham lain secara umum juga susah naik. Ya beginilah jadinya kalau perusahaan rugi dipaksakan IPO.’ Ketika itu GOTO berada di posisi 185, turun signifikan dibanding puncaknya di 404 di bulan Juni. Sedangkan saham ASII pada waktu yang sama berada di posisi 6,175, TLKM 4,030, dan IHSG 7,044.

Dan hingga hari Senin, 12 Desember kemarin, GOTO turun lebih lanjut ke 87, demikian pula saham ASII juga turun ke 5,675, TLKM 3,700, dan IHSG 6,734. Dan boleh anda cek, mayoritas saham-saham lainnya di BEI juga turun signifikan seiring dengan IHSG-nya yang sekarang sudah di 6,700-an, bukan lagi di 7,000-an. Sehingga apa yang saya tulis di twit dua minggu lalu itu benar adanya. Nah, tapi pada bagian ini mungkin timbul pertanyaan: Kalau penurunan GOTO menyebabkan saham TLKM dan ASII turun, maka itu bisa dijelaskan karena memang dua perusahaan besar itu juga pegang saham GOTO, sehingga ketika harga saham GOTO terus saja turun maka mereka kemudian menderita kerugian investasi yang menurunkan kinerja laba bersih perusahaannya secara keseluruhan, dan alhasil investor ramai-ramai melepas sahamnya. Penjelasan lengkapnya bisa dibaca lagi disini.

***

Jadwal Seminar Tatap Muka (Offline) Value Investing, Jakarta, Sabtu – Minggu, 14 – 15 Januari 2023, pukul 11.00 – 17.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Namun demikian, kenapa penurunan GOTO ini menyebabkan saham-saham lain di BEI juga ikut turun, bahkan sampai bikin IHSG jeblok hingga lebih dari 300 poin? Dan jawabannya adalah karena faktor psikologis. Perhatikan: GOTO, ASII, dan juga TLKM adalah tiga dari saham-saham yang paling banyak dipegang oleh investor saham di BEI, baik itu investor individu maupun institusi, bahkan ASII dan TLKM bisa dianggap sebagai ‘menu wajib’ fund manager reksadana. Dan para investor ini tentunya tidak hanya pegang tiga saham itu saja, melainkan mereka juga pegang saham-saham lain. Nah, ketika GOTO, ASII, dan TLKM turun, maka investor yang memegang setidaknya salah satu dari tiga saham tersebut, yang tadinya berencana beli saham lain mungkin akan menunda rencananya, karena berpikir bahwa uangnya lebih baik disimpan dulu untuk jaga-jaga kalau harus beli lagi/average down di saham yang sedang turun tersebut. Dan bisa jadi juga ia justru menjual sahamnya yang lain yang posisinya masih profit untuk memperoleh cash, untuk kemudian dibelikan salah satu dari tiga saham di atas. Sebab secara psikologis, investor terutama pemula sangat takut kalau harus cut loss, sehingga mereka cenderung lebih memilih untuk menjual saham yang posisinya profit daripada saham yang posisinya rugi/cut loss. Jadi jika mereka nyangkut di GOTO, ASII, atau TLKM, maka mereka akan hold saja, dan mereka akan ‘mengorbankan’ alias menjual sahamnya yang lain yang posisinya profit, untuk memperoleh cash untuk beli lagi tiga saham tersebut.

Dan ketika investor ramai-ramai melakukan itu, maka jadilah ‘saham yang lain’ itu juga ikut turun semuanya.

Kemudian karena GOTO, ASII, dan TLKM memiliki market cap yang besar, maka ketika ketiganya turun imbasnya IHSG juga ikut turun, dan penurunan IHSG itu tentu saja menjadi perhatian semua orang, dimana dalam kondisi demikian maka secara psikologis investor akan cenderung wait and see alias belum berani belanja saham dulu. Atau mereka malah menjual saham yang ada, bahkan meski mereka sama sekali tidak memegang GOTO, ASII, atau TLKM, hanya karena khawatir saham itu akan ikut terseret penurunan IHSG. Alhasil jadilah saham-saham diluar tiga saham besar itu juga ikut turun semuanya.

Okay Pak Teguh. Jadi jika GOTO terus aja ARB (autoreject bawah) alias turun 6 – 7% tiap hari, maka apakah itu artinya IHSG juga masih akan terus terseret turun, dan demikian pula semua saham-saham di BEI juga akan ikut turun? Well, belum tentu. Berikut adalah daftar sepuluh saham yang paling berpengaruh terhadap kenaikan dan juga penurunan IHSG di sepanjang tahun 2022 ini, hingga penutupan pasar tanggal 12 November kemarin, klik untuk memperbesar. Datanya diambil dari sini.

Perhatikan. Hingga hari Senin, 12 November, IHSG secara keseluruhan naik 2.3% dihitung sejak awal tahun, dan pada tabel leader bisa dilihat bahwa empat saham yang berkontribusi paling besar terhadap kenaikan tersebut adalah BYAN, BBCA, BMRI, dan BBRI, dimana kenaikan keempatnya mendorong IHSG naik sebanyak total 589.3 poin. Sedangkan pada tabel laggard, bisa anda lihat bahwa penurunan GOTO, dan hanya satu saham GOTO saja, sudah menyebabkan IHSG kehilangan 455.5 poin, jauh lebih besar dibanding peringkat kedua dan ketiga yakni ARTO dan TLKM, sebesar masing-masing 126.5 dan 56.3 poin. Dari tabel ini juga bisa kita lihat bahwa, jika saja saham PT Bayan Resources, Tbk (BYAN) tidak naik lebih dari 300% di sepanjang tahun 2022 ini, maka IHSG sekarang ini juga harusnya bukan di 6,700-an, melainkan lebih rendah lagi di 6,400 – 6,500. Karena seperti disebut di atas, sebenarnya yang turun dalam dua minggu terakhir ini gak cuma GOTO, ASII, dan TLKM, tapi mayoritas saham-saham lain juga turun semuanya.

Dan penulis sendiri tidak tahu apa yang menyebabkan BYAN naik setinggi itu, karena meski fundamentalnya memang bagus sebagai perusahaan batubara, namun valuasinya sudah sangat mahal dibanding saham-saham batubara lainnya. Namun jika melihat nilai transaksinya yang mini, hanya beberapa miliar Rupiah per hari (jadi gampang kalau mau dibikin naik atau turun), maka ada kemungkinan saham ini sengaja dikerek naik oleh market maker tertentu agar IHSG tidak turun terlalu dalam (karena market cap BYAN sejak awal memang besar, jadi sekalian aja dibikin lebih besar lagi), sehingga pasar tidak sampai panik. Jadi, yep, anda tidak salah baca: Tidak hanya saham bisa digoreng, tapi IHSG juga bisa dimanipulasi agar tampak tidak turun terlalu dalam. Jadi jangan kaget kalau sewaktu-waktu saham-saham anda mendadak jeblok semuanya tapi IHSG-nya disitu-situ saja, atau cuma turun sedikit. Fenomena ini pernah kita bahas disini.

IHSG 6,700-an, Waktunya Belanja!

Nah, tapi sekarang kita balik lagi ke GOTO. Pada tabel diatas, kelihatan bahwa pada harga sahamnya kemarin yakni Rp87, market cap GOTO tinggal sisa Rp103 triliun, dimana meski itu masih tergolong jumbo, tapi tidak lagi masuk daftar top ten saham terbesar di BEI dari sisi market cap. Yang itu artinya pengaruhnya terhadap IHSG tidak lagi sebesar sebelumnya. Sehingga jika kedepannya GOTO masih lanjut ARB, maka IHSG memang masih akan terdampak turun, tapi penurunannya tidak akan lagi sebesar kemarin-kemarin. Kemudian jika dihitung dari harga tertingginya yakni Rp404, maka sejauh ini saham GOTO sudah turun Rp317, dan bisa dilihat sendiri bagaimana dampaknya selama dua minggu terakhir terhadap IHSG. Namun mengingat batas harga terendah sebuah saham di papan utama BEI adalah Rp50, maka kalaupun GOTO lanjut turun sampai gocap, itu artinya dia hanya akan turun maksimal sebanyak Rp37 lagi. Jadi ya sudah: Dalam skenario dimana GOTO lanjut turun sampai gocap, maka IHSG mungkin memang masih akan terseret turun, tapi paling rendahnya sampai 6,600-an saja.

Karena diluar masalah GOTO ini maka coba cek: Terkait IHSG maka gak ada sentimen negatif lain, bahkan cerita resesi bla bla bla itu juga sudah mereda. Yang penulis khawatirkan sekarang justru saham BYAN yang bisa turun lagi sewaktu-waktu, dan itu bisa bikin IHSG-nya turun bahkan meski GOTO gak turun lagi (entah itu penurunannya berhenti di harga tertentu, atau karena mentok di gocap). Tapi karena potensi penurunan IHSG yang bisa disebabkan oleh penurunan BYAN paling banyak hanya sekitar 100 – 200 poin, maka asalkan saham-saham lainnya di BEI naik lagi, misalnya karena investor melihat penurunan GOTO sudah mentok, maka tetap worst scenario bagi IHSG adalah di 6,500 – 6,600 saja, tidak lebih rendah dari itu. Kemudian jangan lupa pula event window dressing, dimana pada minggu ketiga atau keempat Desember, saham-saham bluechip biasanya akan naik dan itu juga bisa bikin IHSG naik.

Okay, jadi kesimpulannya? Well, penulis sendiri sudah banyak belanja saham beberapa hari terakhir ini, karena saya cukup optimis bahwa IHSG, atau setidaknya saham-saham yang kami pegang, akan bisa naik signifikan di sisa bulan Desember ini dan juga di bulan Januari 2023 nanti (dan kebetulan ketika artikel ini ditulis, GOTO juga sudah tidak ARB lagi, dan demikian pula IHSG sudah mulai rebound). Benar atau tidak, kita lihat perkembangannya 1 – 2 bulan dari sekarang.

***

Jadwal Seminar Tatap Muka (Offline) Value Investing, Jakarta, Sabtu – Minggu, 14 – 15 Januari 2023, pukul 11.00 – 17.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Komentar

Anonim mengatakan…
Mungkin maksud Pak Teguh, data di atas adalah 12 Desember, bukan 12 November?

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal I 2024 - Terbit 8 Mei

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham