Tunas Baru Lampung

Tunas Baru Lampung (TBLA) adalah perusahaan CPO yang ukurannya relatif kecil jika dibandingkan dengan Astra Agro, SMART, atau Bakrie Sumatra. Meski kecil, namun TBLA mencatat kenaikan laba bersih yang lumayan besar pada 1Q10 yang terutama disebabkan oleh penguatan Rupiah. Harga sahamnya sendiri saat ini termasuk murah jika dibandingkan dengan fundamentalnya.

Aset TBLA pada 1Q10 hanya naik 5.1%, sementara beberapa perusahaan CPO lainnya mencatat kenaikan aset diatas 10%. Namun kenaikan yang kecil tersebut dihasilkan dari kenaikan ekuitas sebesar 14.7%, dan kenaikan ekuitas tersebut dihasilkan dari kenaikan saldo laba sebesar 53.6%. Artinya, kinerja TBLA memang menguat cukup besar.


FYI, banyak perusahaan yang mencatat kenaikan aset besar, namun seringkali kenaikan tersebut dihasilkan dari tambahan utang. Atau bukan dari peningkatan utang, melainkan dari peningkatan ekuitas, namun peningkatan ekuitas tersebut dihasilkan dari tambahan modal disetor, right issue, dll, dan bukan dari peningkatan saldo labanya. Sebuah perusahaan baru bisa dikatakan punya kinerja yang jelas, jika kenaikan asetnya memang ditopang oleh kenaikan saldo labanya, dan bukan oleh hal-hal lainnya.

Bagaimana dengan penjualan dan labanya? Nah, hal yang berbeda tampak disini. Penjualan TBLA turun 21.1%, dan laba operasionalnya turun lebih dalam lagi yaitu 63.9%. Namun laba bersihnya tertolong oleh menguatnya kurs Rupiah selama 1Q10, sehingga TBLA menerima pendapatan non operasional sebesar 19 milyar setelah pada 1Q09, TBLA menerima beban non operasional sebesar 71 milyar (berarti total selisihnya adalah 90 milyar). Alhasil, laba bersih TBLA naik hampir dua kali lipat, tepatnya 96.7% dari 25 milyar menjadi 48 milyar. Namun mengingat nilai Rupiah mulai terguncang akhir-akhir ini, maka jika TBLA tidak bisa meningkatkan penjualannya pada kuartal dua nanti, maka hampir dapat dipastikan laba bersihnya akan turun drastis.

Posisi kas terakhir perusahaan juga tidak begitu bagus. Kas yang dipegang TBLA kini hanya 133 milyar, turun dari 1Q09 sebesar 201 milyar. Jumlah itupun sebenarnya karena ditolong oleh pinjaman bank jangka pendek sebesar 113 milyar.

Meski perusahaannya tak begitu bagus, namun sahamnya masih relatif murah. Pada harga 380, TBLA mencatat market cap 1.5 kali ekuitasnya, sedangkan perusahaan CPO lain rata-rata mencatat market cap diatas 2 kali ekuitasnya. Dan karena laba bersihnya naik banyak, maka PER nya cuma 8.2 kali, jauh lebih rendah dari perusahan CPO lain yang rata-rata mencatat nilai PER diatas 20 kali. Pergerakan sahamnya juga tergolong wajar dan seiring sejalan dengan pergerakan IHSG. Dan volume perdagangannya juga likuid. Meski naik turunnya cenderung ekstrim, namun itu wajar karena statusnya sebagai penny stock.

Kesimpulan: TBLA cocok untuk short term, setidaknya sampai keluarnya laporan keuangan kuartal dua nanti. Kalau mau masuk, sebaiknya pas harganya dibawah 400.
Rating Kinerja: BB
Rating saham pada posisi 380: A

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal I 2024 - Terbit 8 Mei

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham