May Effect: The Results

IHSG diprediksi akan rebound 1-2% pada Senin ini, karena penurunan pada jumat kemarin sudah merupakan kali ketiga dalam seminggu terakhir. Dan sejauh ini prediksi tersebut masih akurat. Saat artikel ditulis, IHSG sudah naik 1.13% ke posisi 2,653. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa posisi IHSG di 2,623 pada penutupan jumat kemarin, sejauh ini merupakan posisi terendah IHSG sejak terjadinya terjadinya koreksi bulan Mei. Kemudian pertanyaannya, jika posisi terendah jumat kemarin dibandingkan dengan posisi puncak IHSG pada 30 April lalu, saham-saham apa saja yang sudah turun paling banyak sepanjang bulan Mei ini? Dan apa penyebabnya?

Jika anda membandingkan posisi harga saham beberapa emiten bluchip pada 30 April lalu dengan penutupan jumat 21 Mei kemarin, maka anda akan menemukan beberapa fakta menarik: tidak semua emiten mengalami penurunan. Dari tiga puluh satu emiten bluchip yang saya amati, tiga diantaranya mengalami penguatan, sementara enam emiten mengalami penurunan diatas 20%, dan ada satu emiten yang telah turun lebih dari 30%. Siapa saja mereka? Mari kita cek satu per satu.

Tiga emiten yang mengalami penguatan adalah Gudang Garam, Unilever, dan HM Sampoerna. GGRM telah menguat 8.3% dari 27,600 pada 30 April lalu ke 29,900 pada Jumat kemarin. Sedangkan UNVR telah menguat 2.2%, dan HMSP menguat 1.4%. Mengapa tiga bluchip ini bisa setangguh itu? Secara simpelnya tentu karena mereka bertiga memiliki fundamental yang sangat baik, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh fluktuasi IHSG. Pada 1Q10, GGRM mencatat kenaikan penjualan, laba operasional, dan laba bersih masing-masing 12.3%, 11.1%, dan 18.9%. Bukan kenaikan yang terlalu besar memang, namun selama ini GGRM memiliki konsistensi kinerja yang sangat baik dengan hampir selalu mencatat kenaikan sebesar angka-angka tersebut setiap kali mereka melaporkan laporan keuangan terbaru. UNVR? Bersinarnya kinerja perusahaan yang satu ini sudah tidak perlu kita bahas lagi, pokoknya bagus! Sedangkan HMSP bahkan selain kinerjanya konsisten, rasio profitabilitasnya lebih baik dari GGRM. Sayangnya saham HMSP sama sekali tidak likuid sehingga pergerakan sahamnya tidak wajar. Kenaikan 1.4% yang disebutkan diatas bisa kita sebut dengan: tidak berarti apapun.


Beberapa emiten yang turun dibawah 10% adalah Semen Gresik, Telkom, Bank BCA, dan Medco, yang telah turun masing-masing 4.3%, 5.1%, 6.4%, dan 6.8%. SMGR ini merupakan emiten dengan kinerja bagus namun sahamnya dipenuhi spekulasi. Koreksi 4.3% tersebut lebih merupakan koreksi teknikal, jadi bukan karena terseret oleh IHSG. TLKM? Koreksi yang kecil tersebut disebabkan karena TLKM sudah turun cukup banyak sepanjang tahun 2010. BBCA turun karena harga sahamnya saat puncaknya 30 April lalu memang sudah kemahalan, salah satu yang termahal di sektor perbankan. Namun disisi lain selain karena kinerjanya bagus, BBCA adalah salah satu emiten perbankan yang paling disukai investor (baca lagi artikel saya yang berjudul Bank Mandiri, BRI, dan BCA), sehingga koreksi yang terjadi tidak terlalu besar. MEDC? Perusahaan minyak ini memiliki tipikal saham yang mirip-mirip dengan SMGR, sehingga koreksi 6.8% yang terjadi juga lebih disebabkan oleh karena MEDC sudah naik cukup banyak dalam beberapa minggu terakhir.

Salah satu grup konglomerasi yang terkena hantaman paling hebat adalah Grup Astra. Grup Astra memiliki setidaknya enam emiten yang terdaftar di IDX, dimana tiga diantaranya merupakan bluchip. Mereka adalah Astra International, Astra Agro Lestari, dan United Tractors. UNTR telah turun 15.9%, sementara AALI dan ASII telah turun masing-masing 17.8% dan 19.4%. Jika anda perhatikan, maka koreksi yang terjadi pada ketiga emiten tersebut adalah wajar. Baik UNTR, AALI, maupun ASII telah mengalami bubbling yang cukup parah hingga akhir April lalu yang menyebabkan harga ketiga emiten tersebut menjadi sangat mahal, meskipun kinerja mereka bertiga terbilang baik. ASII bahkan sempat menggeser posisi TLKM untuk menjadi emiten nomor wahid dalam hal nilai kapitalisasi pasar di IDX setelah harga sahamnya terus naik pada April lalu. Tapi kini, posisi ASII kembali terancam oleh TLKM.

The seven brothers, apa kabar?

Ketika Sri Mulyani tidak lagi menjabat sebagai Menkeu, beberapa analis menilai bahwa B7 kemungkinan akan kembali menggeliat. Penilaian tersebut tidak salah karena volume perdagangan B7 memang kembali ramai akhir-akhir ini, dengan transaksi harian kembali diatas 100 juta lembar. Namun, menggeliat bukan berarti menguat (catat!). Kembali mencairnya likuiditas B7 tersebut ternyata belum mampu mengangkat harga saham para anggota B7, yang tentu saja karena fundamental mereka semua masih nol (dan mungkin karena Om Ical masih sibuk di politik, jadi belum sempet ke dapur bursa lagi). BUMI telah turun 10.5%, BNBR 11.4%, UNSP 20.0%, dan ELTY 32.3%. ELTY adalah satu-satunya anggota bluchip yang telah turun diatas 30%. Koreksi yang mengerikan itu disebabkan karena ELTY akan menggelar right issue pada kuartal II nanti, waktu yang terlalu mepet tentu saja, (sekarang udah bulan Mei!) ditambah lagi IHSG sekarang lagi dalam masa koreksi, sehingga sahamnya sudah keburu drop duluan sebelum sempat digoreng.

Oh ya, terkait dengan right issue ELTY ini, anda jangan percaya kalau ada analis yang bilang bahwa harga saham Sentul City (BKSL) akan naik ke Rp 200 per lembar saham karena dikerek oleh bandar, karena BKSL ini diakuisisi oleh ELTY. Soalnya, ELTY sendiri membeli BKSL pada harga cuma Rp 160 per lembar saham! Selain itu, manajemen BKSL sendiri mengaku bahwa mereka bahkan belum memiliki agreement apapun dengan manajemen ELTY soal akuisisi tersebut. Jadi lantas gimana caranya BKSL bisa naik sampai 200? Ada-ada saja..

Koreksi harga komoditas logam yang gila-gilaan menyebabkan harga-harga saham emiten tambang juga terkoreksi dengan tidak kalah gilanya. ANTM, INCO, dan TINS telah terkoreksi rata-rata 24.5%. Bagi anda yang memegang mereka bertiga seharusnya sudah mengantisipasi hal ini sejak awal karena harga-harga tambang yang terus menguat sepanjang Januari-April 2010 lalu tidak berdasar alias bubble.

Anyway, periode koreksi ini tentunya menjadi kesempatan bagi anda yang selama ini berada di luar pasar untuk terjun ke kolam. Namun jangan terburu-buru, karena tampaknya koreksi ini belum akan selesai dalam waktu dekat ini.

Komentar

anton mengatakan…
waduh antm saya di 2150 T-T
GunawanWibisono mengatakan…
Met malam pak Teguh, saya sangat terbantu oleh ulasan-ulasan bapak yang tajam dan men-cerah-kan. Sejalan dengan keinginan saya untuk lebih mengetahui analisa fundamental maka mohon diijinkan saya untuk sering bertanya ya pak.
Saya tertarik di sektor perbankan untuk alternatif koleksi saya yaitu BBRI, BBCA dan BBKP
Dikenal adanya PER/Price Earning Ratio, dikatakan bahwa semakin tinggi PER maka semakin mahal satu saham
Berapa nilai PER ideal-nya untuk memperoleh harga yang signifikan ya pak ?
Sebab ada patokan 10 atau dibawah 15, dikatakan 'Layak' beli
Oh ya, tanggal 22/05/10 PER untuk BBRI=11.25 BBCA=16.29 BBKP=6.67 sehingga kesimpulan sementara BBKP termurah dan BBCA termahal.
Oleh karenanya, saya coba mengamati lebih dalam untuk BBRI
Namun ada ganjalan di hati, sebab harga pada tanggal 22/05/10 untuk BBRI=7.850 BBCA=5.100 dan BBKP=500.
Dari segi harga seharusnya saya lebih tertarik pada BBCA
Mohon maaf, mungkin dapat dijelaskan hubungan harga dengan PER sebab saya kurang memahaminya dan benar-benar 'awam' untuk fundamental.
Makasih
Teguh Hidayat mengatakan…
@ pak gungun
senin saya akan nulis soal PER secara lengkap, makasih kunjungannya :)

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia