Prospek IPO Harum Energy

Ketika perusahaan batubara, Berau Coal Energy (BRAU), memutuskan untuk melaksanakan IPO beberapa waktu yang lalu, beberapa pengamat sedikit mempertanyakan keputusan tersebut. Sebab terlepas dari faktor fundamental dari BRAU itu sendiri, sektor batubara di Indonesia belakangan ini memang sedang dalam keadaan terpuruk. Pada akhir tahun 2009, sebagian besar perusahaan-perusahaan batubara di Indonesia memang menikmati kenaikan pendapatan dan laba bersih yang signifikan, yang ditopang kenaikan harga batubara. Namun pada 1Q10, pendapatan para perusahaan batubara mulai menurun, seiring dengan seretnya volume produksi. Dan penurunan tersebut ternyata masih berlanjut pada 1H10 kemarin.

Ambil contoh Adaro Energy (ADRO), yang mengalami penurunan laba bersih 48.7% pada 1H10 dibanding 1H09. Demikian pula Bumi Resources (BUMI), yang laba bersihnya turun 30.0%. Anda bisa cek perusahaan-perusahaan batubara lainnya: sebagian besar mengalami penurunan kinerja dengan persentase yang beragam, termasuk BRAU, kecuali mungkin beberapa perusahaan batubara yang berukuran lebih kecil.

Penyebab penurunan kinerja tersebut, seperti yang sudah disebutkan diatas, adalah karena turunnya volume produksi batubara, sehingga otomatis mengurangi volume penjualan. Penyebabnya? Faktor cuaca. Dalam beberapa bulan terakhir, sebagian besar wilayah-wilayah di Indonesia termasuk lokasi-lokasi tambang batubara masih saja diguyur hujan deras meski sudah memasuki musim kemarau. Turunnya hujan ini jelas menghambat proses produksi batubara, terutama proses pengeringan. Sebagaimana kita ketahui, batubara hasil penggalian harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum bisa dijual (batubara yang masih basah mana bisa dipakai buat bahan bakar?), dimana proses pengeringan ini jadi susah kalau cuacanya becek terus. Alhasil, proses produksi secara keseluruhan menjadi terhambat.

Penurunan kinerja sektor batubara ini, mau tak mau ikut mempengaruhi harga saham emiten batubara di bursa, meski memang tidak semuanya. Namun beberapa saham batubara populer memang mulai bergerak melemah. ADRO yang beberapa waktu sebelumnya mantap diposisi 2,000 – 2,100, kini mulai turun ke posisi 1,940. BUMI juga cuma sanggup bolak balik di 1,700-an. Bagaimana dengan BRAU? Berbeda dengan ekspektasi banyak pengamat (termasuk saya) yang memperkirakan BRAU akan naik banyak, BRAU ternyata hanya mampu melejit sesaat, untuk selanjutnya tetap ikut terseret pelemahan saham-saham batubara yang lain. Ketika artikel ini ditulis, BRAU mandek di posisi 420, atau hanya naik 20 poin dari harga perdananya.

Kabar baiknya, meski kebanyakan perusahaan batubara mencatat penurunan kinerja yang berimbas pada penurunan harga sahamnya, namun beberapa perusahaan batubara yang berukuran lebih kecil ternyata masih mampu mencatat peningkatan kinerja. Contohnya adalah Bayan Resources (BYAN) yang mencatat kenaikan laba bersih sebesar 45.1% pada 1H10. Alhasil, BYAN saat ini mantap berada di posisi 9,100, setelah pada akhir Juni lalu masih berada di posisi 6,200. Itu berarti BYAN sudah naik lebih dari 40%! Meski secara valuasi harga 9,100 itu sudah kelewat mahal, namun karena kinerja BYAN pada 1H10 kemarin seperti mencuat sendirian ditengah-tengah sektor batubara yang lagi jelek, maka secara psikologis sahamnya tetap terkesan murah, meski tentunya harganya pada saat ini sudah rawan profit taking.

Lalu bagaimana dengan Harum Energy?

Seperti perusahaan-perusahaan batubara lainnya yang mengalami masa-masa kejayaan pada 2009 lalu, Harum Energy (HRUM) juga mencatat peningkatan kinerja yang signifikan pada 2009, dimana pendapatannya naik 75% dibanding 2008. Laba bersihnya juga naik sampai lima kali lipat, atau tepatnya 537%.


Unfortunately, HRUM termasuk salah satu perusahaan batubara yang juga mencatat penurunan kinerja pada tahun 2010 ini. Pada 1Q10, HRUM mencatat pendapatan 895 milyar dan laba bersih 134 milyar. Jika angka tersebut di-annualized-kan, maka akan diperoleh pendapatan 3.6 trilyun dan laba bersih 536 milyar untuk full year 2010. Jika dibandingkan dengan 2009, dimana HRUM mencatat pendapatan 4.6 trilyun dan laba bersih 768 milyar, maka pencapaian kinerja pada 1Q10 jelas tidak bisa dikatakan menggembirakan.

Tapi bagaimana dengan kinerja HRUM pada 1H10? Siapa tahu lebih baik? Kinerja HRUM pada 1H10 memang mungkin saja lebih baik dari 1Q10, namun kalau melihat cuaca akhir-akhir ini yang masih tidak bersahabat, maka kemungkinannya termasuk kecil.

Jadi apakah pada akhirnya HRUM akan bernasib sama seperti BRAU? Sebelum menyimpulkan hal tersebut, ada satu faktor lagi yang perlu dipertimbangkan:

Jadi begini. Kita tahu bahwa sektor batubara merupakan salah satu sektor favorit investor di BEI. Alhasil biasanya banyak sekuritas atau perusahaan batubara itu sendiri yang mengeluarkan ‘jurus ampuh’ jika kinerja sektor ini lagi turun, agar minat investor untuk berinvestasi di sektor ini tidak ikut-ikutan menurun dan likuiditas market tetap terjaga. Apa itu? Playing with the future, tentu saja (baca lagi http://teguhidx.blogspot.com/2010/08/cara-mencermati-kabar-dari-emiten.html). Kinerja perusahaan batubara pada 1Q10 dan 1H10 memang tidak begitu baik. Tapi bagaimana dengan kinerja perusahaan di tahun 2011 atau 2012? Siapa tahu akan meningkat lagi seperti tahun 2009 kemarin bukan?

Dan memang itulah yang dilakukan oleh manajemen HRUM. Agar IPO-nya laris, HRUM mengumumkan bahwa mereka mentargetkan volume produksi batubara sebesar 14.5 juta ton pada 2012, naik hampir tiga kali lipat dibanding realisasi produksi batubara pada tahun 2009 lalu, yang hanya 5.8 juta ton (http://web.bisnis.com/sektor-riil/tambang-energi/1id207384.html). Bagi investor, informasi seperti ini terdengar seperti seolah-olah perusahaan sudah merealisasikan produksi sebesar 14.5 juta ton batubara tersebut (padahal belum), sehingga mereka akan tertarik untuk membeli sahamnya.

Nah kabar baiknya, pergerakan harga saham batubara seringkali ikut dipengaruhi oleh sentimen positif seperti itu. Contohnya saham PT Bukit Asam (PTBA). PTBA sebenarnya juga mencatat penurunan kinerja pada 1H10, dimana laba bersihnya merosot 43.0%. Tapi ketika artikel ini ditulis, PTBA kokoh di posisi 18,450. Padahal pada 24 Agustus lalu, PTBA masih berada di posisi 16,350. Apa yang terjadi? Rupanya perusahaan yang bersangkutan baru mendapat proyek pembangunan jalan kereta api untuk keperluan pengangkutan produksi batubaranya (http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/08/25/769711/ptba-adani-global-pemda-sumsel-bangun-jalan-kereta-angkutan-batubara/). Adanya rel kereta api tentunya akan mempermudah proses produksi perusahaan, sehingga pendapatan perusahaan di masa mendatang kemungkinan akan kembali meningkat. Alhasil, ekspektasi positif dari pemberitaan ini mampu mendongkrak saham PTBA sebesar 12.8% hanya dalam beberapa hari. Apakah kinerja PTBA kedepannya akan benar-benar meningkat seperti yang diekspektasikan? Belum tentu.

Kembali ke HRUM. Jika dibandingkan dengan BRAU, HRUM memiliki fundamental yang lebih baik karena utangnya lebih sedikit (meski sebenarnya utang HRUM termasuk lumayan banyak juga). Jadi kabar target produksi 2012 tersebut kemungkinan akan direspon positif oleh pasar, (meski responnya mungkin tidak akan sebaik contoh PTBA diatas, karena isi kabarnya berbeda) sehingga saham HRUM tetap berpeluang melejit, mungkin 10 - 20% pada hari perdagangan pertama dan keduanya, sebelum kemudian turun kembali atau bergerak stagnan. Meski pilihan investasi di HRUM ini sedikit berbau spekulatif (karena hanya mengandalkan sentimen), namun resikonya relatif lebih kecil dibandingkan jika anda membeli BRAU.

Tapi kalau tujuannya untuk long term, maka sebaiknya saham HRUM baru dikoleksi kalau cuaca saat musim kemarau di Indonesia sudah kembali normal (nggak sedikit-sedikit gerimis kaya sekarang). Lagipula harga Rp 5,000 itu terbilang mahal, terutama jika kita berkaca pada outlook sektor batubara pada saat ini.

Harum Energy
Rating kinerja pada 1Q10: BB
Rating saham pada 5,000: BBB

Pekan depan jika tidak ada halangan, kita akan membahas Agung Podomoro. Sedikit clue, jika sektor batubara saat ini lagi dalam kondisi enggak bagus, maka sektor properti lagi dalam kondisi sebaliknya. Seiring dengan kondisi ekonomi makro Indonesia yang membaik, beberapa perusahaan properti mencatat kenaikan kinerja yang cukup signifikan pada 1H10 lalu. Kita lihat nanti, apakah Agung Podomoro seperti itu juga atau atau tidak.

Komentar

Anonim mengatakan…
Terimakasih analisanya Mas Teguh. Sangat bermanfaat. Saya ikut beli IPO Harum Energy, membaca analisanya jadi lebih yakin lagi kalau Harum Energy prospeknya bagus, paling enggak di atas BRAU.
Anonim mengatakan…
Analisis yang bagus dan objective. Minta ijin copy-paste...
Anonim mengatakan…
jangan lupa etika copy paste... kasih sumber link dll...
Anonim mengatakan…
Analisa yang bagus. Bisa diulas mengenai saham INCO? Karena menurut saya, harganya sudah cukup murah.
Tri Hartanto mengatakan…
analisis yg sangat bermanfaat. Sangat membantu retail kecil seperti saya unt memilih saham saat IPO, biar gak kejedot seperti BRAU dulu

terima kasih mas Teguh
Unknown mengatakan…
Sangat membantu Mas Teguh, bahasa mya cukup mudah dicerna dan cukup independent.Pilihan kata2nya cukup bagus, dan redaksionalnya menarik.
Anonim mengatakan…
Pak, boleh request analisisnya ESSA sama FISH nggak ? Terimakasih

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia