Lo Kheng Hong, dan Bumi Resources

Bagi anda yang sudah membaca blog ini sejak lama, anda mungkin hafal bahwa jika ada saham yang penulis seperti punya ‘dendam pribadi’ terhadapnya, maka saham itu adalah Bumi Resources (BUMI). Alasannya? Bukan, bukan karena saya pernah cut loss di BUMI ini, karena saya nggak pernah memegangnya. Melainkan karena, ketika dulu penulis mulai masuk ke saham di tahun 2009, BUMI adalah saham dengan fundamental yang nol besar tapi anehnya dipegang oleh banyak sekali investor, tidak hanya investor retail lokal melainkan juga para fund manager asing, dan ketika itu praktis merupakan saham paling populer di Indonesia. Dan ini jelas aneh: Bagaimana mungkin saham dengan pengelolaan perusahaan yang paling amburadul yang pernah ada, justru menjadi saham favorit semua orang???

However, seiring dengan berjalannya waktu, para investor akhirnya menyadari bahwa mereka tidak akan memperoleh apa-apa dari BUMI ini, dan BUMI perlahan tapi pasti terus turun. Pada tahun 2009 lalu, IHSG ditutup di posisi 2,534, sementara BUMI ditutup di 2,425. Dan sekarang? Ketika artikel ini ditulis, IHSG berada di posisi 4,391, atau telah naik 73.3% dalam empat tahun. Sementara BUMI? Terpuruk sangat dalam, bukan ke 1,000, bukan ke 500, melainkan.. sudah 300-an! Jika di tahun lalu orang-orang masih dengan pede mengatakan bahwa BUMI tidak akan menyusul jejak saudara-saudaranya untuk menjadi anggota ‘Klub Gocap’, maka sekarang mereka mulai ragu-ragu. Istilah ‘saham sejuta umat’ pun sudah lama hilang, dimana kalaupun ada investor yang masih nyangkut di BUMI ini, maka mereka kemungkinan sudah tidak berharap banyak, melainkan cenderung pasrah. Karena toh pada akhirnya, mereka seharusnya masih bisa cuan di saham-saham yang lain.


Namun, bukan itu yang akan kita bahas disini.

Anda mungkin sudah mengetahui bahwa pak Lo Kheng Hong, investor perorangan paling terkenal di Indonesia, saat ini sedang dalam posisi yang nyangkut parah di BUMI. Dan penulis sudah menerima cukup banyak email dari teman-teman yang menanyakan hal ini, karena pak LKH notabene salah satu mentor saya juga. Kebanyakan dari email tersebut bertanya apa alasan LKH membeli BUMI, namun ada juga yang cenderung mengkritik, dengan mengatakan bahwa LKH kali ini keliru besar telah membeli BUMI. Nah, berikut ini adalah beberapa hal yang penulis bisa sampaikan, terkait apa yang penulis bisa pahami dari jalan pikiran seorang LKH, sehingga beliau akhirnya memutuskan untuk membeli BUMI. Here we go:

Pertama, LKH membeli BUMI, termasuk juga membeli beberapa saham-saham Bakrie lainnya, bukan karena ikut-ikutan apalagi karena memperoleh bisikan bandar, melainkan karena pertimbangannya sendiri, yang dibuat secara mendetail, hati-hati, dan menggunakan asumsi-asumsi yang konservatif. Bagi seorang value investor seperti beliau, pertimbangan utamanya selalu sederhana: Sebuah saham, entah itu saham perusahaan batubara atau lainnya, menjadi layak beli jika harganya jauh lebih rendah dibanding nilai riil/nilai intrinsik perusahaannya. BUMI pada harga 8,000, 5,000, atau 3,000 mungkin tidak menarik. Tapi bagaimana kalau 1,000? Nah, mungkin ceritanya baru berbeda. Tapi setelah dibeli di harga 1,000, selanjutnya dia malah turun lagi sampai 300, gimana tuh? Ya biarin aja. Pada tahun 1972, Warren Buffett pernah membeli saham The Washington Post pada harga tertentu yang ia anggap sudah sangat terdiskon. Namun bukannya naik, setahun kemudian saham tersebut malah anjlok hingga lebih dari separuhnya, but still, Buffett tetap meng-hold-nya. Hingga akhirnya, sekitar dua belas tahun kemudian, saham The Washington Post naik dua puluh lima kali lipat! Kemungkinan LKH juga belajar dari pengalaman Buffett tersebut, dimana beliau tidak peduli meski harus menunggu selama dua belas tahun sekalipun, termasuk harus nyangkut gila-gilaan, asalkan pada akhirnya bisa memperoleh keuntungan sebesar sekian kali lipat, dan bukan lagi sekedar sepuluh atau dua puluh persen.

Sekedar catatan, LKH nggak pernah bilang beliau beli BUMI di average berapa, tapi kemungkinan sekitar 1,000-an. Dan jika average beliau memang di 1,000-an, maka di harga itulah beliau menganggap bahwa BUMI ini cukup murah, namun harap catat pula bahwa anggapan tersebut tentunya bisa saja keliru. LKH sendiri pernah bilang ke saya bahwa dia juga bukannya nggak bisa salah dalam memilih saham.

Kedua, LKH membeli BUMI bukan ketika saham ini sedang populer-populernya, melainkan justru ketika ia kehilangan gelarnya sebagai saham sejuta umat, sekitar akhir tahun 2012 lalu, termasuk ketika semua orang (pada akhirnya) menganggap bahwa saham-saham Bakrie itu sampah. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dicontohkan oleh Buffet. Tahun 1964, saham American Express (AXP) jatuh berantakan setelah perusahaan tersangkut sebuah skandal yang menyebabkannya merugi sekitar US$ 150 juta, atau sekitar US$ 1 milyar pada saat ini. Yap, ketika itu AXP tidak sekedar jatuh sahamnya, melainkan perusahannya juga merugi dan AXP seketika berubah status dari saham pujaan para investor, menjadi sebuah saham yang mewakili sebuah perusahaan yang diprediksi bakal segera bangkrut. But you know what? Ketika AXP sudah turun sampai pada harga tertentu, justru ketika itulah Buffett masuk secara besar-besaran! Sudah tentu, AXP tidak langsung naik, melainkan sempat juga melanjutkan penurunannya. Namun pada akhirnya dia naik juga, dan AXP kemudian menjadi salah satu saham paling sukses di portofolio Berkshire Hathaway, hingga saat ini.

Dan jika anda perhatikan, perilaku value investor itu memang begitu: Dia masuk justru ketika orang lain keluar. Dia membeli saham bagus yang orang lain menganggapnya sampah, dan dia menyukai saham-saham yang justru tak seorangpun mau menyentuhnya. Tapi percaya atau tidak, justru strategi ‘kontrarian’ seperti inilah yang terbukti sukses bagi banyak investor kenamaan, termasuk LKH itu sendiri.

Nah, dalam hal ini penulis tidak mengatakan bahwa BUMI pada akhirnya akan naik juga, karena kita nggak akan tahu soal itu. Namun jika dibandingkan dengan Berlian Laju Tanker (BLTA), misalnya, yang perusahaannya memang bermasalah dengan hutang-hutangnya sehingga harus melego aset-asetnya, bahkan memang nyaris bangkrut (atau memang sudah?), atau jika dibanding Dayaindo Resources (KARK), maka BUMI ini masih beroperasi dengan normal sampai sekarang, termasuk produksi batubaranya masih meningkat terus. Yap, di laporan keuangannya, BUMI memang tampak amat sangat buruk dengan posisi ekuitas yang bahkan sudah minus, alias defisiensi modal (jumlah utangnya sudah lebih besar dibanding total aset perusahaan). Tapi faktanya di lapangan, perusahaan masih beroperasi dengan normal, dan tidak ada masalah apapun juga dengan para kreditor, sehingga bisa jadi justru laporan keuangannya-lah, yang dengan sengaja dibuat agar tampak jelek. Kemungkinan hal inilah yang dilihat oleh pak LKH.

Terakhir, ketiga, masalah terbesar di BUMI tentu saja terletak di manajemennya, dalam hal ini Grup Bakrie, yang tidak pernah fair terhadap investor publik. However, posisi LKH sebagai investor besar menyebabkannya berbeda dengan investor ritel biasa. Jika mau, LKH juga bisa saja mengajukan diri sebagai komisaris perusahaan, meski itu tidak beliau lakukan. Jadi dalam hal ini faktor valuasi lebih diperhatikan oleh LKH ketimbang faktor manajemen, karena tidak seperti investor ritel pada umumnya, ia berada dalam posisi yang memungkinkannya untuk turut aktif dalam menentukan arah kebijakan perusahaan. LKH juga berkawan baik dengan Samin Tan dan beberapa petinggi BUMI, dan penulis kira jika kita sudah sampai pada posisi ‘ring satu’ seperti itu, maka mau saham yang bersangkutan jatuh sampai gocap sekalipun gak akan jadi masalah, selama kita bisa melihat bahwa partner-partner kita di perusahaan masih bersedia untuk bekerja sama dalam mengelola perusahaan, dan perusahaannya sendiri memang masih berjalan tanpa ada masalah berarti.

Pada akhirnya, penulis sendiri sampai detik ini tetap tidak berminat untuk masuk ke BUMI. Alasannya pertama, karena saya sudah punya planning investasi sendiri, dan kedua, penulis tidak memiliki cukup aset untuk bisa mengajak Nirwan Bakrie makan siang, sehingga dalam hal ini posisi penulis, dan mungkin juga anda, berbeda dengan LKH. Sementara soal apakah BUMI memang sudah murah dan layak investasi pada harganya saat ini, itu kita tidak tahu karena BUMI sangat sulit untuk dipelajari mengingat laporan keuangannya penuh dengan intrik, tapi yang jelas membeli BUMI di harga 300 tentu lebih murah ketimbang membelinya di harga 8,000 bukan?

Dan faktanya hingga saat ini LKH masih dalam posisi meng-hold BUMI, sehingga ia tidak atau belum menganggap bahwa keputusannya keliru bahkan meski saham BUMI itu sendiri sudah turun sangat dalam. Sekedar catatan, bagi investor yang sudah terlanjur dikenal oleh banyak orang seperti LKH, tekanan psikologis yang dialami seringkali tidak hanya ketika saham yang dipegangnya turun, namun juga karena adanya banyak kritikan atau bahkan hujatan dari investor-investor lainnya, yang menganggap bahwa ia kali ini salah besar. Namun toh, LKH tetap tidak bergeming, dan penulis kira kekuatan mental seperti inilah, sekali lagi, yang menjadikan LKH besar seperti sekarang.

Jika anda punya pendapat tersendiri tentang 'mantan saham sejuta umat' ini, anda bisa menyampaikannya melalui kolom komentar dibawah.

Komentar

f4ridhasan mengatakan…
Sebetulnya ada benarnya juga LKH mengatakan pada saat 2008 dimana saat itu harga saham BUMI mencapai Rp.8750 sedangkan produksinya sebanyak 53 juta ton per tahun, sedangkan 2013 saat ini saham BUMI diharga Rp.300-an produksinya sebanyak 80 juta ton (berarti secara operasional produksinya terus bertumbuh), mungkin ini yang bisa dibilang "saham BUMI sudah sangat murah". jadi terserah bagaimana kita menyikapinya. Terimakasih
Rizki mengatakan…
Warren Buffet memang menyukai saham2 "bermasalah" seperti BUMI.
Tapi yang jadi sedikit pembeda antara opa Warren dan LKH menurut saya adalah, opa Warren mau langsung menceburkan diri ke manajemen perusahaan tersebut untuk membereskan masalah2nya. Seperti kasus Solomon Brothers. yang menurut saya mirip dengan BUMI. jadi opa Warren seolah2 "membundling" saham2 tersebut dengan reputasinya. Mungkin ceritanya akan sedikit berbeda kalau LKH langsung ikut dalam manajemen perusahaan. CMIIW
Anonim mengatakan…
Kalau aku punya tambang yg kapasitas nya 50 juta ton.
Tahun 2008 aku tambang 10 juta ton, profit ku 10 milliar.
Tahun 2013 aku tambang 30 juta ton, pfofit ku MINUS 1 milliar.

Bukannya lebih baik aku TIDAK menambang sebanyak 30 juta ton di 2013?

Bukankah aku menghabiskan sumber daya tambangku yg terbatas dan TIDAK dapat diperbarui?
Unknown mengatakan…
Pak teguh, kebetulan disebutkan methode kontrarian, bisa dijabarkan lebih dalam lagi? Mungkin bisa bikin artikel sendiri. Kalo bisa applikasi contrarian strategy nya david dreman di pasar modal indonesia. Pasti menarik. Thanks.
Anonim mengatakan…
tidak masuk akal jika membeli BUMI hanya karena "mempunyai cadangan batubara terbesar". perlu diingat bahwa untuk menggali batubara tersebut juga dibutuhkan biaya yg besar pula. sedangkan ekuitas bumi telah minus dan beban biaya bunga plus hutang plus fluktuasi dollar telah membabat habis semua ekuitas BUMI. secara teknis seluruh aset BUMI telah dimiliki oleh kreditor mereka. tambang mereka yg "memiliki cadangan batubara terbesar di indonesia" sudah dimiliki oleh kreditor.Saham BUMI yg sekarang hanyalah selembar kertas yg tidak berarti apa2.
Anonim mengatakan…
posisi nya pak LKH serba tanggung. Kalaupun beliau mau menjadi defensive investor, dengan screening fundamental yang begitu ketat, harusnya pak LKH tidak mengambil BUMI sedari awal. Pak LKH pun tidak mau mengambil posisi activist investor seperti Icahn, untuk membuat perubahan2 besar dalam perusahaan, atau investor sekaligus decision maker seperti buffet. Jadi up to pak LKH lah kalau begitu... xo9
Anonim mengatakan…
Mengapa kita membeli saham emiten ... apakah hanya mengikuti LKH, LKH juga manusia yang kadangkala analisanya meleset, kalo anda memutuskan membeli bumi hanya karena LKH membeli saham BUmi , maka baiknya berpikir 2 x lagi... memang aktivitas terus berjalan, malah produksi terus meningkat, tapi laba usaha yang ada tidak dapat menutupi beban bunga yang terlalu besar belum lagi transkasi akal2n seperti rugi kurs dan derivatif... sehingga produksi BUMI hanya dinikmati oleh pemegang obligasi/ bank yang memberikan pinjaman,BUMI not for Retail Investor. belum di tambah lagi manajemen yang amburadul. Jadi jangan mengekor LKH only, tapi kita menganalisa kembali...kecuali Bakrie out dari BUMI, dan kondisi keuangan mulai ada perbaikan .
Rizki mengatakan…
Di sini yang menjadi masalah utamanya adalah reputasi Bakrie yang bisa dibilang nggak ada nilainya atau bahkan minus dimata orang2 terutama para investor.

Saya rasa para pemegang saham BUMI termasuk LKH juga harap2 cemas menunggu kepastian nasib dari perusahaan ini.

Menurut saya, mungkin salah satu jalan untuk pemegang saham adalah membeli saham BUMI di harga sekarang untuk menurunkan avarage buy nya.

Sampai pada titik harga yang sudah seimbang atau sama antara average buy dengan harga sekarang, lalu jual semua berapapun profit yg di dapat.

Memang terkesan alasan yang emosional. Tapi daripada saya harus berada dalam sebuah kapal yang tak punya arah mau kemana dan mungkin hanya tinggal menunggu waktunya untuk karam.

However, saya rasa LKH punya alasan sendiri. mengingat beliau bukan investor newbie seperti saya. CMIIW
Rizki mengatakan…
@Dias Damayanti

Simplenya begini,bu Dias,
Anda masuk masuk dan beraktivitas di bursa ketika semua orang ketakutan dan pergi dari bursa. ini bisa disebabkan krisis ekonomi atau ketika ada market crash dimana bursa tertekan lumayan dalam.(Tren Bearish)

di situ harga emiten2 banyak yang berjatuhan tak terkecuali saham2 bluechip(ASII,BBRI,BBCA, dll).

di situlah saatnya anda menemukan saham2 dengan fundamental bagus tapi di harga yang terdiskon.

tapi menurut saya, cari saham yang benar2 murah. bukan saham bluechip. karena saham bluechip bagaimanapun kondisinya tetap saja menurut saya masih mahal dan anda perlu modal besar.

ketika anda menemukannya, belilah sebanyak2nya.

inilah prinsip dari Warren Buffet yang dipakai oleh para value investor, "Be fearful when the others are greedy. And be greedy when the others are fearful"

CMIIW
Anonim mengatakan…
Saya melihat ada perbedaan mendasar antara WB dgn LKH. WB sangat memperhatikan apakah manajemen perusahaan tsb baik atau tidak, kalaupun tdk/kurang baik maka WB akan masuk/memasukkan orangnya utk memperbaiki/me-manage perusahaan tsb setelah membeli sahamnya.
Sementara itu LKH nampaknya tdk/kurang mementingkan faktor manajemen perusahaan, terbukti LKH mau membeli BUMI.
Dana mengatakan…
Yang ada dipikiran saya memang Warren Buffet ketika mendengar LKH memiliki saham Bumi. Nasib mereka memang mirip. Warren Buffet sudah beberapa kali dikritik keras karena keputusannya yang dianggap aneh. Namun pada akhirnya untung besar juga yang diperoleh. Memang beginilah nasib kontrarian.
Anonim mengatakan…
Saya merasa kali ini kemungkinan LKH salah invest, dan BUMI tidak akan kembali ke 1000 perak selamanya jika ARB tidak berhasil menjadi Presiden. Dulu saham2 Bakrie menarik karena mereka mencari uang lewat mengoreng sahamnya di bursa. Tapi beberapa tahun ini saya lihat strateginya sudah berubah, mereka tidak lagi menggoreng saham di bursa, tapi yang dilakukan adalah perusahaan selalu di buat rugi dan asset-asset perusahaan dijual dengan harga murah. Bisa saja sebenarnya perusahaan tidak benar-benar rugi dan assetnya dijual dengan harga lebih tinggi dari yg dipublish, jadi dengan cara ini aja Bakrie bisa mendapat keuntungan yg fantastis sedangkan pemegang saham yg kebanyakan ritel akan gigit jari karena ujung2nya ekuitas dari emiten akan habis/minus (tercermin dari ekuitas BUMI). Nah kalo ekuitas sudah minus, tinggal minta tambah modal lagi via right issue atau dinyatakan aja bangkrut sekalian. Yg membingungkan adalah umumnya Bakrie hanya memegang sedikit (di bawah 40%) dari emitennya, tapi mereka bisa tetap bercokol di manajemen. Saya membayangkan jikalau para pemegang saham berkumpul dengan saham di atas 51% dan mengadakan hostile takeover terhadap perusahaan Bakrie terutama emiten Bakrie yg ekuitasnya masih oke, mungkin ini salah satu cara untuk menaikkan saham Bakrie.
Anonim mengatakan…
pak teguh,
di stockbit.com

ada yg bilang

Lo Kheng Hong mengakui bahwa
BUMI adalah KESALAHAN TERBESARNYA
Anonim mengatakan…
Gitu aja kok repot. LKH beli saham BUMI kan uangnya sendiri dan jika persh BUMI rugi tambah besar ya risiko sendiri. Analisis saya, strategi LKH the Sleeping Investor tentu beda dgn W.Buffet, yg aktif ikut dlm pengelolaan manajemen perusahaan yg dibelinya. Dari pengamatan saya, manajemen grup Bakri ini, memang sulit dipahami sehingga perlu ekstra hati-hati jika beli saham ini. Biarlah waktu yg akan membuktikan apakah LKH akan untung besar atau rugi besar.
Anonim mengatakan…
LKH pasti coblos ARB...
Anonim mengatakan…
LKH jg
manusia bro...
BUMI 200lot mengatakan…
LKH tenang aja, saham BUMI mau dibawa kemana. Wong belinya pakai uang profit trading atau deviden MLBI .... jadi mau ke gocap sekalipun , LKH tersenyum aja, anggap saham bonus... he he he
Anonim mengatakan…
Mungkin Pak Lo Kheng Hong membeli saham BUMI hanya karena pertimbangan saham tersebut lebih murah dari nilai intrinsiknya (investasi puntung rokok/investasi ala Benjamin Graham)sama seperti Buffett yang membeli saham Dempster yang jelas-jelas produknya adalah produk komoditi dan manajemennya buruk. Biasanya pendekatan investasi ini, si investor akan menjual sahamnya hanya apabila harga jualnya di pasar sudah sama dengan nilai intrinsik (net working capital-nya)
tatsuya mengatakan…
sebagai sesama penganut ajaran Warren Buffet,saya sama sekali tidak habis pikir apa yang dipikirkan oleh LKH sebelum beli saham BUMI.Manajemen?Manajemen brengsek yang tidak bisa dipercayai. Fundamental?Hancur-hancuran dengan ekuitas yang sudah minus. Murah?Ini sih murah karena memang murahan. Dalam ajaran Fischer yang dianut Warren Buffet,kita harus melihat manajemen,fundamental perusahaan,produk yang dihasilkan perusahaan,dan posisi perusahaan di industrinya. Setelah semuanya memuaskan,baru kita lihat harganya. Ini LKH malah lihat harganya,faktor2 utamanya malah diabaikan. BUMI 100% dijamin akan kumpul dengan saudara-saudaranya di angka 50.
Anonim mengatakan…
Pak teguh, tolong jgn sembarangan kalo bikin perbandingan. Jgn terus bandingkan AXP sama BUMI, AXP rugi tapi manajemennya masih bener at least, CPIN aja dulu juga pernah rugi, tolong pak lebih hati2, kasian ntar kalo banyak investor pemula malah kecebur
Anonim mengatakan…
Menarik untuk membahas BUMI ini. Sy juga bertanya-2, Perusahaan yang penghasilan dalam Dollar sedangkan Biaya perusahaan dalam rupiah, kenapa selalu terjadi Kerugian Selisih kurs yg besar. Kemudian pertanyaan lain nya: Jikalau BUMI selalu merugi terus, kenapa CEO nya ngga dipecat-2 oleh si Om Bakrie. Selanjutnya: Jikalau Grup ini jelek kenapa selalu ada pinjaman dari CIC. Sy kira org Perbankan akan tau analisa 5C. Sy takut nya CIC bisa memberikan pinjaman karena ada Collateral Deposito dari Bakrie. Kan Bakrie telah nikmati BUMI diharga Rp. 8000, pasti uang simpanan nya banyak.
Anonim mengatakan…
Kalau nggak salah, saat itu ada Corporate Action. Mungkin ini strategi yang dijalankan. Seperti WB juga membeli saham yang murah saat akan ada Corporate Action dan menadapat capital gain seperti yang ditulis dalam annual letter nya.
Anonim mengatakan…
Memang Jenius LKH / Teguh, klo aku punya uang saatnya beli bumi karna apabila Bakrie bayar ke Nathaniel Rothschild (Nat) $ 228 jt dan oleh Nat uang dibelikan lagi saham Bumi diharga -+320, kemudian di Goreng sampe -+ 7.500,-, Apa mereka berdua Gak kaya Raya ? mis : 20 x $228 jt = $ 4,5 milyard, dalam sekejab.
Anonim mengatakan…
@TAS

kalau profit minus, perlu dilihat juga apakah aset bertambah, seperti saham GZCO, profit menurun, tapi ladang sawitnya bertambah pesat.
Anonim mengatakan…
2008= produksinya sebanyak 53 juta ton per tahun, sedangkan 2013 = 80 juta ton ..selayaknya minimal tahun 2013 = 250-300 ton. selama 4 tahun..inflasi jalan terus..malah semakin parah dimana tenaga kerja gaji berlipat-lipat, bahan bakar semakin mahal, ya kalau cuman 80 juta/ton sangat kurang.
Anonim mengatakan…
Apa yang ditunggu Pak LKH seharusnya sudah dekat, tidak perlu 12 tahun seperti WB. Setelah berupaya untuk memgerahkan seluruh potensinya untuk negara bahkan berupaya untuk menjadi RI 1, ARB akan menyadari bahwa fokus untuk membesarkan kembali semua perusahaan yang dimiliki keluarga adalah perjuangan bagi bangsa dan itu talentanya. Karena sulit diduga, bola kristal kasih penampakan 2015 bursa punya saham sejuta umat lagi,.....
Anonim mengatakan…
Rasanya saham Bumi Resources dibiarkan jadi Gocap seperti saham yg lainnya, mending selamatkan Asset kalian sebelum terlambat.
Terima Kasih P.TH, yg kasihan nantinya LKH sudah susah2 merintis akhirnya jadi ...... ?
WB (Investasinya dijamin sanksi Hukum)jadi Jelas Bedalah ...... hahaha.
Anonim mengatakan…
saya yakim Sesaat lagi orang termasuk mas Teguh berebut saham BUMI diharga diatas 300. Saya barusan collect di hrg 269. Full duit disitu. Kenapa? Krn bakrie aja mau beli BUMI 29% dr rotschild di harga 1000. Rotschild sendiri dulu beli di harga 2500. Tinggal nunggu waktu aja ke harga wajarnya yg mnrt saya unlimited tergantung harga coal di masa depan. Coba mas Teguh pelajari rrstrukturisasi utang CIC ke BUMI. Price earning rationnya bisa 0.5x tahun ini. Gak salah tulis. Bisa gila banget tuh EPS tahun ini krn.restrukturisasi. EPS bisa 500. Coba hitung deh. Disclaim on By PUR.
Anonim mengatakan…
@yg di atas . kok bisa EPS 500 ? apa hubungan nya dengan BUMI bayar CIC trus ngaruh ke EPS ? yg ada ngaruh ke DER nya dong ? trus bayar utang kyk nya ga ngaruh ke PER deh broo ...
Anonim mengatakan…
semua itu bkan tentang uang, lot, profit atau apapun ..

sya yakin pk LKH pnya alasan trsndiri knpa msih brtahan ...
jiwa seorng investor .
investor atas mengatakan…
Bumi dikabarkan menemukan biji emas di tambang batu bara di kalimantan timur.. itu bisa meningkatkan asetnya dan sahamnya akan bergerak naik
Anonim mengatakan…
Saya punya pengalaman menahan saham BNI...pada thn 1997 yang saya beli di pasar secunder dengan harga Rp 1300,sebanyak 20 lot (sepuluh ribu lembar)total harga Rp 13.000.000(tiga belas juta rupiah)kala itu blm ada media on line,karena ingin tahu bentuk sahamnya saya minta untuk dikirim ke manado saham fisiknya...16 thn lamanya saham tsb saya simpan kemudian di thn 2013 saya menjualnya apa yg terjadi ,,,harganya naik Rp 5600 tetapi jumlah saham saya bukan lagi sepuluh ribu lembar tetapi 666 lembar,,,dan total harganya adalah Rp 3.729.600 ...Itulah pengalaman menahan saham BNI yg menurut mereka telah di river stock atau kebalikan dari stocksplit.....
Anonim mengatakan…
Bni dari 13 jt menjadi 2,5 m sungguh investasi yg menguntungkan
Anonim mengatakan…
Hanya bila ada Perubahan manajemen yang lebih baik, maka ada kemungkinan pengelolaan Perusahaan bisa lebih profesional dan secara berlahan membuat kinerja yg semakin baik. Manajemen adalah stir Perusahaan ...
Papoyz mengatakan…
Bumi jelas bedalah sama amex.
Tapi Bumi siap-siap joget nih :D
Andi mengatakan…
Dah hari ini harga bumi sudah longsor 50% dari harga ketika tulisan ini di posting...what a LKH!!
Anonim mengatakan…
Dibalik statement LKH yg tetap HOLD BUMI pasti ada sesuatu dibaliknya. Saat ini orang2 pasti pikir 1000x untuk masuk ke BUMI. Padahal dulu di awal tahun 2000an harga saham bumi bahkan dibawah gocap. Adakah pembaca yg masuk diharga segitu dikala itu???? Adakah yg "mengetahui" bahwa dalam waktu kurang dari 10 tahun tepatnya tahun 2008 harganya mencapai 8000an? Berapa kali lipat gain yg didapat (silahkan hitung sendiri).

Hampir semua investor/trader selalu terlambat beberapa langkah. Mereka masuk ketika harga sudah naik dan keluar ketika harga sudah turun. Mungkin hanya "insider"lah yg mengetahui kapan dan berapa kenaikan haraga saham yg dituju melalui aksi2 korporasinya.

Bukan begitu Pak LKH :)
Anonim mengatakan…
BUMI hari ini sudah di 195-an. Mereka yang mencermati pasar Oil, Coal, Energy, Gold dan USD pasti sepakat bahwa belakangan ini intervensi pemerintah AS melalui jaringan lembaga swastanya telah mengatur sedemikian rupa harga Oil, Coal, Gold, Currency pada tingkat yg mendistorsi pasar secara besar-besaran, dgn hanya 1 tujuan : pertumbuhan dan stabilitas ekonomi AS dgn bahkan melawan hukum penawaran permintaan antara uang USD beredar (dan stimulus ekonomi lainnya) vs pasar Oil, Coal, Gold dan Currency. Jadi, mimpi mengharapkan harga Coal akan naik dalam beberapa tahun ke depan. Mimpi juga mengharapkan harga BUMI akan naik.
Anonim mengatakan…
saham bumi harga Rp 50,- masih mahal karena ekuitasnya minus bumi harusnya Rp 1,- hutang lebih besar dari asset..atau hilang dari peredaran bursa... karena manajemen yang buruk dan hutang yang besar... saham bumi tidak sesuai dengan karakter warren buffet....
sabar ya mengatakan…
Dulu BUMI bukan perusahaan Tambang, kalau tdk salah jasa akomodasi namanya Bumi Modern Hyat. Tahun 2002 saya pernah beli sahamnya dengan harga Rp. 15, dan menjualnya Rp. 75 setahun kemudian, saya pikir tidakakan naiklagi, ternyata pada tahun 2008 menyentuh level 8.750,- saya percaya pada pada falsafah, "history wll repeat it self" jadiketika kembali menyentuh level 70-an, saya buy back. Just buy and forget it until the fortuner come!
Anonim mengatakan…
Hahahaha, saya kenal lkh, honestly speaking jgn bandingkan buffet dgn lkh, lkh mempunyai jiwa speculator sedangkan buffet main judi uang kecil saja tidak mau.
Anonim mengatakan…
Saham BUMI kemarin naik dari 54 ke 71 (34%). Krn ganti manajemen ataukah krn komoditas mulai naik ataukah ada yg menggoreng?
Anonim mengatakan…
lanjut posting 26 Maret 2014......

Welcome Back Golden Green,...transaksi 13 Jan 2015 sudah capai 100 miliar,...apakah pertanda EUFORIA saham sejuta umat???
Werran Beffut mengatakan…
Mohon Info Pak TH apakah saat ini BUMI boleh di koleksi? Mengingat prospek BUMI dengan cadangan batu bara yang 3 besar dunia dan harganya hanya 69? Saya berencana membeli BUMI dan HOLD selama 5 tahun. Dana untuk investasi apartemen ingin saya alihkan ke BUMI dan mencoba untuk HOLD selama 5 tahun. Kira2 bisa tidak dalam 5 tahun BUMI dari 69 menjadi 200? Lumayan kan hampir 3 kali lipat.
IcLoNesiA mengatakan…
Sebenrnya saya jg pengen beli ni saham,, tempat ane krja sekarang berhubungan langsung dg kedua perusahaan BUMI,satu perusahaan emang bermasalah..tapi satu lagi sangat solid.Disaat harga batu bara hancur perusahaan ini masih bisa bertahan,disaat tambang lain menurunkan target produksi bahkan banyak yang gulung tikar...perusahaan ini malah meningkatkan produksinya.Ini juga yang membuat saya heran,ada apa sebenarnya dg manajemen BUMI??
Franz mengatakan…
Sepertinya regulator di OJK n BEI harus proaktif mencari tahu ''apa'' yg ''aneh'' di LK BUMI dan penyebabnya...,,
Krn posisi investor retail dan corporate kemampuan ''radar''nya berbeda....
Raikkonen mengatakan…
Kalo beli BUMI jangan ngaku2 investor, jelas2 manajemen dan lap keu amburadul. Spekulasi tepatnya.
Unknown mengatakan…
Tenang2 saja tuuu...h BUMI nya!!! Lama bertengger di gocap. Tak ada yg berani spekulan yaaa???
Unknown mengatakan…
Kesalahan lkh cm 1 knp di ga berhenti pas dia menang byk, trs kerja aja jd pengamat saham bikin seminar2 pasti byk yg mau jd murid ny hehehe
Monster Trader mengatakan…
asset play lebih menarik dari value investing... pandangan saya pribadi hanya tertuju untuk saham ENRG...
Unknown mengatakan…
Semoga analisa Mister LKH benar dan jadi kenyataan. This is the moment to believe it.
Pria Perkasa mengatakan…
Sekarang LKH benar bahwa Bumi akhirnya bisa bangkit di pertengahan 2016. Bumi bangkit lagi
gestun surabaya barat mengatakan…
Yang 2 tahun lalu pos disini bumi bakal 50 terus sekarang kok ga ada suaranya ya..hehehe.. sekarang udah 500 an BUMI di 2017 awal..
azhari ganesha mengatakan…
Hayo!

ini 1 september 2019, sekarang BUMI Rp. 94.

Thn 2016 (3 thn lalu) sempat ke 50, tahun 2017 sempat mampir ke 500an. perusahaan sudah restrukturisasi utang, sudah right issue, manajemen sudah dimasuki oleh kreditur, cuman harga batubara sedang turun jadi 64 dollar.

harga nya skrg cukup menarik buat dikoleksi..

yuk kita lihat sama sama 2, 3 atau 5 tahun lagi bakal seperti apa harganya!

salam.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia