Syarat Menjadi Investor: Kerja Keras!

Tadi malam sebelum tidur, seperti biasa penulis browsing-browsing internet di hape, dan entah gimana ceritanya saya nyasar ke website terkait lowongan pekerjaan dan forum seputar dunia kerja. Yang menarik adalah, ketika penulis masuk ke forum lowongan pekerjaan untuk entry level (fresh graduate atau pengalaman 1 – 2 tahun), yang paling banyak didiskusikan adalah: Berapa sih gaji di perusahaan A? Kalau nanti sudah diangkat sebagai karyawan tetap, take home pay-nya berapa? Dapet tunjangan apa saja?

Disisi lain tidak banyak calon pelamar kerja yang bertanya soal: Apa jobdesk di perusahaan A? Kalau saya diterima kerja disitu, pengalaman kerja seperti apa yang bisa diperoleh? Kalau saya diterima kerja disitu, apa saja kesulitan, tantangan, serta peluang yang bisa dicapai? Kalaupun ada, maka tetap saja yang ditanyakan pertama kali adalah soal gajinya dulu, kemudian baru soal kerjaannya.

Intinya, kalau kita ketemu calon karyawan yang masih fresh grad, maka biasanya mereka lebih antusias untuk berbicara tentang apa yang akan mereka dapatkan, dan bukan apa yang akan mereka kerjakan.

However, untuk lowongan pekerjaan di tingkat lebih tinggi, seperti untuk posisi manajer atau direktur dimana si kandidat tentu saja harus berpengalaman selama minimal 5, 10, atau bahkan 15 tahun di bidang yang sama, maka ceritanya sama sekali berbeda. Kalau anda baca iklan lowongan pekerjaan di koran untuk posisi manajer atau direktur, maka disitu jelas tertulis jobdesk plus kriteria kandidat yang diharapkan, tapi tidak pernah disebut soal gaji.

Dan itu karena, untuk posisi yang membutuhkan tanggung jawab yang sangat besar seperti direktur atau CEO, maka gajinya gak usah ditanya lah, yang jelas jauh lebih besar dibanding gaji karyawan biasa. Beberapa orang yang pernah mencicipi posisi manajer/direktur juga biasanya kondisi keuangannya sudah mapan, sehingga ketika ia melamar untuk posisi direktur di perusahaan lain, maka yang ia cari adalah tantangan yang baru, suasana kerja yang baru, hingga peluang untuk meraih prestasi/pencapaian yang lebih tinggi lagi, jadi sama sekali bukan soal gaji (meski tentu, kalau seorang direktur pindah dari perusahaan kecil ke perusahaan yang lebih besar, maka gajinya otomatis naik). Contoh gampang, ketika Jose Mourinho pada tahun 2010 lalu sukses mencetak sejarah dengan membawa Inter meraih gelar treble, maka di tahun itu pula ia langsung pindah ke Real Madrid. Lalu apa yang memotivasi-nya untuk pindah? Ya untuk memperoleh tantangan baru, mencetak prestasi baru, atau jika memungkinkan, untuk kembali mengukir sejarah! Yakni untuk menjadi manager pertama dalam sejarah sepakbola yang menjuarai Liga Champions di tiga klub berbeda (Mou sudah dua kali menjuarai Liga Champions, masing-masing bersama Porto dan Inter). Sementara kalo cuma soal gaji atau duit, Mr. Jose sudah kaya raya bahkan sejak ia masih me-manage Porto, delapan tahun sebelumnya.

Nah, terus apa hubungan hal ini dengan investasi kita di saham?

Setiap kali penulis ketemu atau menerima pertanyaan dari nvestor pemula/calon investor, biasanya mereka antusias soal bagaimana seorang investor yang sukses bisa punya duit banyak, cuan, bisa trading for living, financial freedom, punya banyak waktu luang untuk keluarga, kaya sambil tidur.. Pokoknya yang enak-enak deh! Tapi gilirannya mereka diajak diskusi soal tugas seorang investor, yakni baca-baca laporan keuangan, baca laporan tahunan atau prospektus yang tebelnya minta ampun, harus belajar/memahami sektor-sektor ekonomi, harus banyak-banyak belajar cara menganalisa, harus belajar mengendalikan emosi dan.. yang paling penting, harus pernah merasakan rugi/cut loss serta mengalami situasi market crash, maka semua antusiasme tersebut hilang begitu saja. Pendek kata, seperti halnya mahasiswa fresh graduate yang ketika melamar pekerjaan lebih tertarik soal berapa gaji yang akan diterima ketimbang jobdesk dari pekerjaan itu sendiri, investor pemula juga lebih tertarik soal berapa besar keuntungan yang bisa ia peroleh, ketimbang apa-apa saja yang harus ia dikerjakan. Padahal, seperti kata Pak Lo Kheng Hong, anda memang bisa kaya sambil tidur dari saham, tapi itu bukan berarti anda tinggal beli saham saja secara acak tanpa analisa serta strategi apapun, kemudian tidur!

However, investor yang berpengalaman ngomongnya beda lagi. Mereka sadar betul bahwa kesuksesan di saham, seperti halnya kesuksesan di bidang lain, tidak bisa dicapai tanpa kerja keras dan juga sedikit pengorbanan, dalam hal ini kerja keras untuk menggali pengetahuan serta pengalaman, dan pengorbanan untuk sesekali menderita kerugian. Tidak ada investor besar dimanapun di belahan dunia ini, yang sukses menjadi kaya raya tanpa pernah sekalipun mengalami kondisi market crash. Tidak ada seorangpun investor besar yang bisa langsung memiliki ‘mental baja’ tanpa pernah mengalami kondisi panik dan bingung sebelumnya.

Jadi setiap kali penulis kumpul dengan partner/investor yang lebih senior (bukan kumpul di Grup WA atau BBM ya, tapi ketemu langsung sambil ngopi-ngopi), kita selalu diskusi soal economic outlook, prospek serta risiko saham tertentu (jadi gak ngomong soal prospek-prospek mulu), peluang serta tantangan pasar kedepannya, perkembangan sektor-sektor usaha tertentu di Indonesia, dan seterusnya. Kita juga banyak tukar pikiran soal strategi investasi apa yang harus diterapkan kedepan.

Lalu bagaimana soal cuan dll? Well, kami sudah cukup paham bahwa selama kami fokus pada what to do, maka kami tidak perlu khawatir soal what we’ll get. Logika sederhana: Kalau anda adalah pelatih sebuah tim sepakbola yang akan bertanding di final, dimana jika tim anda menang maka akan juara, maka anda akan fokus kemana? Apakah fokus untuk melatih pemain, menerapkan strategi, mengamati taktik lawan dan seterusnya.. Atau fokus soal berapa bonus yang akan diterima kalau tim anda nanti memenangkan pertandingan dan jadi juara? Nah, kalau anda hanya fokus soal bonus tadi dan melupakan soal strateginya, maka kira-kira tim anda bakal menang atau kalah???

Dengan demikian, jika anda mau sukses sebagai investor, maka pertama-tama ubah fokus anda dari hasil ke proses dari investasi itu sendiri. I will not lie to you guys: Pasar saham sangat kejam terhadap mereka yang tidak mau bekerja keras dan mengharapkan hasil instant. However, pasar saham juga sangat bersahabat terhadap mereka yang bisa melihat bahwa investasi itu merupakan petualangan tanpa akhir, yang dengan suka cita membaca-baca laporan keuangan setiap tiga bulan sekali, yang menyukai untuk menganalisa/menggali informasi perusahaan hingga sedalam-dalamnya, yang fokus pada strategi kedepan ketimbang setiap baca-baca berita dan rumor gak jelas, dan yang tidak menggerutu kalau menderita kerugian melainkan justru memanfaatkannya sebagai bahan evaluasi! So class, as an investor, what should you do?

Penulis bersama Almarhum Om Bob Sadino di tahun 2008. Salah satu kata mutiara beliau yang jadi favorit penulis adalah, 'Saya berbisnis untuk mencari rugi', yang kemudian penulis terjemahkan , 'Saya berinvestasi untuk mencari rugi, karena dari rugi itu saya bisa melakukan evaluasi untuk menghasilkan strategi investasi yang lebih baik lagi kedepannya.'

Pengumuman: Buku Kumpulan Analisis Saham edisi Kuartal III 2015 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini.

Komentar

Unknown mengatakan…
Good experience and advise..i like it..good luck traderr..
bedjo mengatakan…
kalo investasi untuk mencari rugi
lebih baik duitnya kasih ke saya saja :D
Didik mengatakan…
Om Teguh,
Kepingin tahu saja, tahun berapa om memutuskan untuk full melakukan invetasi di saham, waktu pertama kali berapa kira-kira modal yang diinvestasikan.
Nuhun...
Anonim mengatakan…
Sudah beberapa kali mengikuti artikel tulisan pak Teguh dan merasa banyak memetik manfaatnya. Pada artikel ini, mungkin kita diingatkan untuk tetap kokoh pada tata cara investasi yang benar dan jangan pesimistis di pasar yang sedang turun, karena disitulah kesempatan dapat ditemukan.

Sebaagai seorang pemula, saya ingin menanyakan hal mengenai pelaporan pajak. Beberapa bulan yang lalu, ada berita di media bahwa investor dihimbau untuk melaporkan pajak (pengisian spt, pelaporan ke kantor pajak, dll) Apakah itu diwajibkan? (mengingat pembayaran pajak sudah dilakukan secara otomatis saat kita bertransaksi). Jika wajib, apakah kita harus melaporkan setiap bulan, atau cukup setahun sekali?

Terima kasih atas bimbingannya pak Teguh dan teman pelaku di pasar saham yang lain.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia