Masyarakat Ekonomi ASEAN: Good or Bad?

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau ASEAN Economic Society, adalah suatu integrasi/penyatuan kegiatan ekonomi dari negara-negara anggota ASEAN, dimana kegiatan perdagangan dan ekspor impor antar negara, termasuk keluar masuknya tenaga kerja dan penanaman modal/investasi, tidak lagi dibatasi oleh peraturan-peraturan tertentu (atau masih dibatasi, tapi dengan peraturan yang jauh lebih longgar dari sebelumnya). Contoh, kalau anda pergi ke Singapura dan pulang membawa oleh-oleh, maka anda mungkin harus membayar bea masuk di imigrasi bandara di tanah air, dan karena itulah beberapa orang mungkin jadi malas bawa oleh-oleh dari luar negeri. Tapi setelah berlakunya MEA ini maka tarif bea masuk tersebut bisa diturunkan, atau bahkan dihapus sama sekali.

Dan ketika barang-barang dari Singapura dkk bisa masuk wilayah Indonesia tanpa hambatan, maka itu dikhawatirkan akan mematikan produk dalam negeri yang tidak mampu bersaing dengan produk luar tersebut. Pun ketika tenaga kerja dari Vietnam bisa dengan bebas masuk ke Indonesia, maka dikhawatirkan bahwa tenaga kerja asal Indonesia itu sendiri akan tersingkirkan. Berbagai kekhawatiran tersebut pada akhirnya membuat para pelaku ekonomi tidak begitu antusias dalam menyambut MEA, meski sejatinya MEA ini justru bertujuan untuk mendorong perkembangan ekonomi di kawasan ASEAN secara keseluruhan, termasuk tentu saja, Indonesia.

Pertanyaannya sekarang, apakah kekhawatiran diatas cukup beralasan? Disisi lain, bagi Indonesia sendiri, apakah MEA ini tidak ada dampak positifnya sama sekali? Untuk menjawab pertanyaan ini maka mari kita pelajari dulu MEA ini secara lebih detail.

Berdasarkan ASEAN Economic Community Blueprint, MEA dijadwalkan untuk mulai berlaku pada awal 2016, alias sekarang, dan setelah pemberlakuan MEA maka ASEAN diharapkan akan menjadi kawasan yang: 1. Memiliki daya saing yang tinggi terhadap kawasan besar lainnya seperti China, India, atau Uni Eropa, 2. Memiliki pembangunan ekonomi yang merata, dan 3. Terintegrasi langsung dengan ekonomi global. Dengan bebasnya tenaga kerja, investasi, barang, dan jasa untuk berpindah dari satu negara ke negara lain di kawasan ASEAN, maka diharapkan bahwa tiap-tiap negara akan saling melengkapi dan memperkuat ekonominya satu sama lain, dan pada akhirnya meningkatkan pembangunan ekonomi di kawasan ASEAN secara keseluruhan.

Nah, kalimat tebal diatas yang menarik: Penerapan MEA akan membuat setiap negara berpeluang untuk memaksimalkan potensi ekonominya dengan cara mengambil barang/tenaga kerja/investasi dari luar negeri, dan sebaliknya, memberdayakan barang/tenaga kerja/investasi yang mereka miliki dengan mengirimnya keluar negeri. Pendek kata, tiap-tiap negara akan bisa mengisi satu sama lain.

Jadi yang perlu disadari disini adalah bahwa dengan diberlakukannya MEA, maka itu bukan berarti para pelaku ekonomi di tiap-tiap negera harus berkompetisi, bersaing, atau saling sikut satu sama lain, tapi justru sebaliknya: Saling bekerja sama untuk memaksimalkan potensi-potensi ekonomi yang ada di tiap-tiap negara.

Contohnya, di Kota Batu, Jawa Timur, kalau bagi warga aslinya sendiri, buah apel mungkin tidak memiliki nilai karena saking banyaknya dan juga sangat mudah diperoleh. Tapi setelah investor asal Singapura masuk dan, dengan mempekerjakan tenaga ahli asal Malaysia, mengolah apel tersebut menjadi keripik, kemudian keripiknya diekspor ke Thailand, maka barulah buah apel itu memiliki nilai jual yang tinggi. Seandainya investor asal Singapura dan tenaga kerja asal Malaysia ini tidak bisa masuk ke Batu karena dihambat oleh peraturan ini dan itu, atau keripik apel yang dihasilkan juga tidak bisa diekspor ke Thailand karena adanya peraturan bea masuk disana, maka buah apel tadi pada akhirnya tidak menjadi apa-apa. Tapi karena diberlakukannya MEA, maka investor asal Singapura bisa berinvestasi di Kota Batu dan meraup keuntungan, ahli keripik asal Malaysia punya kesempatan untuk menggunakan keahliannya, petani apel asal Indonesia bisa menjual hasil panennya, dan importir makanan di Thailand punya produk baru (keripik apel) untuk dijual. Semua senang, semua menang! Plus, tidak ada satu pihak pun yang harus berkompetisi, karena semua pihak memperoleh bagian pekerjaannya masing-masing. Maka tidak heran jika diatas disebutkan bahwa MEA ini bertujuan untuk mendorong perkembangan ekonomi di kawasan ASEAN secara keseluruhan, termasuk Indonesia.

Foto Alun-Alun Kota Batu, Jawa Timur (kemarin penulis jalan-jalan kesana). Kalau anda punya anak usia sekolah, anda harus mengajak mereka main kesini

Dengan demikian, meski tetap saja terdapat risiko meningkatnya persaingan antar produk dan juga tenaga kerja karena diterapkannya MEA ini, namun dampak positif yang dihasilkan akan lebih besar. Jauh sebelum MEA ini diterapkan, negara-negara di kawasan ASEAN sudah memberlakukan ASEAN Free Trade Area (AFTA), atau perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN sejak tahun 1992 lalu, dan hasilnya perekonomian di Kawasan ASEAN dengan segera meningkat pesat (sebelum kemudian dihantam krisis pada tahun 1997). Ketika AFTA ini ditingkatkan menjadi ASEAN China Free Trade Area dan ASEAN India Free Trade Area (perdagangan bebas antara ASEAN dengan China dan India) pada tahun 2010, dampaknya juga positif dimana Indonesia jadi bebas mengekspor batubara dan CPO ke China dan India, dan pertumbuhan ekonomi nasional sempat mencetak rekor 6.9% YoY pada tahun 2011.

Jadi dengan diberlakukannya MEA ini, meski mungkin agak mengkhawatirkan pada awalnya, namun kerjasama ekonomi antar negara yang dilakukan di masa lalu sudah membuktikan bahwa MEA ini pada akhirnya akan berdampak positif bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya. Dan mungkin itu pula sebabnya Presiden Jokowi, dalam pidatonya tadi pagi di BEI terkait MEA ini, mengatakan bahwa Pemerintah tidak akan memberikan proteksi atau subsidi bagi perusahaan-perusahaan di dalam negeri karena.. kenapa juga perusahaan harus diproteksi? Tidak ada kompetisi apapun di MEA, yang ada justru peluang kerjasama yang terbuka semakin lebar. Pihak yang pesimistis dengan MEA biasanya menyebutkan bahwa Indonesia, karena kekurangan tenaga kerja ahli dan juga belum bisa membuat produk hilir untuk dijual, hanya akan jadi pasar bagi barang dan jasa asal Singapura dll, tanpa bisa menjadi produsen. Dan ini pemikiran yang konyol: Indonesia memang belum bisa bikin apa-apa, tapi memangnya Thailand, Malaysia, dst, mereka bisa bikin apa? Sama saja gak bisanya! Selama ini kan kalau kita pake mobil, komputer, ponsel, dll, itu belinya kalo gak dari China, Jepang, atau Korea, ya dari Amerika (Malaysia punya mobil Proton sih, tapi pasarnya masih kecil banget kalo dibanding Toyota, Honda, dll). Selain itu berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari – November 2015, Indonesia mengekspor barang-barang non migas senilai US$ 25.1 milyar ke negara-negara ASEAN, atau lebih tinggi dibanding nilai impornya (dari negara-negara ASEAN) sebesar US$ 23.7 milyar. Atau dengan kata lain, ketika berdagang dengan negara-negara tetangganya, Indonesia lebih banyak jualan ketimbang membeli. Nah, jadi kenapa juga kita mesti takut dengan MEA?

Okey, Mas Teguh, lalu apa hubungannya MEA ini dengan IHSG? Oh, come on! Jangan apa-apa selalu dihubungkan IHSG.. Tapi yang jelas MEA ini semestinya bukanlah sesuatu yang berdampak negatif pada perekonomian nasional, melainkan justru positif. Dan kalau dampaknya memang beneran positif seperti yang diharapkan, maka pergerakan pasar modal kedepannya tentu akan positif juga. However, entah itu dampaknya akan positif atau malah negatif, namun dampak tersebut tidak akan langsung kelihatan dalam waktu dekat. Dalam beberapa bulan dari sekarang cerita soal MEA ini akan kembali ramai dibicarakan di media, dan ketika itulah anda bisa baca artikel ini sekali lagi.

Info Investor: Buletin Analisa IHSG & stock-pick saham bulanan edisi Januari 2016 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi untuk member.

Untuk memperoleh info jadwal seminar/training value investing di Jakarta, bisa telepon/SMS Ms. Nury di nomor 081220445202.

Komentar

Unknown mengatakan…
ijin share ya pak teguh lewat fb saya :)
Anonim mengatakan…
malaysia bisa bikin mobil sendiri lho, yang lain di asean belum bisa.

Rata-rata tenaga kerja di malaysia/thailand/vietnam fasih bahasa inggris, at least bisa mengerti kalau diajak ngomong pk inggris dan bisa balas. TK di Indonesia jangankan bisa Inggris, lulus SMA saja banyak yang gak tapi minta digaji setara dengan buruh di negara maju. Bagi pengusaha lokal yang tertekan gaji buruh lokal, ini kesempatan emas. Mending ambil buruh dari vietnam yang mau digaji lebih murah dan tidak rewel.
topx666 mengatakan…
Pak Teguh, Warren Buffett, Lo Kheng Hong, dan value2 investor lain selalu bilang, hanya beli saham yang anda benar2 mengerti dan tahu betul.

Saya kebetulan kerja di industri energi, tapi kita tahu sendiri kalo saham di sektor industri sedang bullish. Padahal bidang yang saya mengerti dan tahu betul (secara teknikal) cuma di energi. Apakah kalo masuk di saham industri sekarang ini udah lampu hijau atau masih lampu merah Pak? sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Anonim mengatakan…
yakin klo om Teguh Hidayat ga terpengaruh dengan kompetisi MEA ...??? (jika saham-nya di IDX, analisnya jagoan dari Singapore, broker-nya dari thailand / vietnam / Myanmar, domisili investor-nya di Timor Leste, trainer dan jualan buku-nya dari Pinoy) .... dan dimana market share om Teguh??
Lingga mengatakan…
Saham nggak masuk MEA yak? Kan lumayan juga kalo bisa beli saham-saham perusahaan yang listing di Singapura atau Malaysia. Jadi makin banyak pilihan.
Anonim mengatakan…
Diindonesia agak susah kalau sekolah TK diajari bahasa inggris nanti dikira pihak liberal, antek amrika..dsb dsbnya.
Anonim mengatakan…
Om Teguh,

mengambil contoh trade surplusnya kurang tepat, karena di tahun kemarin kita trade surplus semata2 disebabkan jebloknya impor akibat nilai tukar rupiah melemah. Menurut saya itu hanya surplus semu, dan sampai kapan ini akan berlanjut? we'll never know. Jadi wajar saja jika banyak yang pesimis dengan MEA karena kondisi kita memang sedang mengkuatirkan disamping juga pemerintah dari dulu, sejak jaman mega ketika inisiasi MEA dimulai, lanjut ke sby dan sekarang jokowi masih tidak berbuat banyak untuk mempersiapkan MEA.

Btw om, om soros sudah twit global economy on the verge of crisis nih, dimulai dari bursa china 2x di suspen. gimana impactnya ke Indonesia?
Guntur mengatakan…
Walaupun banyak rintangan menghadapi MEA tapi saya yakin bahwa Indonesia akan mendapatkan manfaat dari MEA itu sendiri karena adanya diskon bea di ASEAN yang membuat ekspor-impor menjadi lebih murah
Unknown mengatakan…
Good-laa,dengan kompetisi antar anggota asean, masing2 negara dapat semakin maju dan berkembang untuk menghasilkan produk dan jasa yg lebih berkualitas. Bayangkan jika tidak ada kompetisi,ekonomi suatu negara stabil dan hanya mengekor pihak asing atau negara2 kapitalis.

Satu lagi sebagai tambahan. Kota batu, malang dengan jatim park 1 dan 2 (like taman safari, dan bahkan lebih bagus di batu krn hewan2nya lebih lengkap dan ada musium satwa)serta udara yg sejuk dan dingin (like puncak/bogor,dan bahkan lebih byk pepohonan dan Kaw. Wisata spt reptil park, BNS, musium angkut,dll) dengan tingkat kemacetan yg wajar dan biaya yg lebih ekonomis. Juga banyak daerah wisata outbont dan untuk uji nyali/tempat angker.
Kesimpulan saya, batu/malang is better than puncak/bogor. Disclaimer is on, hehehe..

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?