Prospek Saham Transportasi: Diuntungkan Booming Travelling?

Beberapa waktu lalu, penulis seperti biasa pulang kampung untuk menengok orang tua di Cirebon, Jawa Barat, dengan naik mobil travel dari rumah saya di Bandung. Nah, biasanya mobil travel tersebut berangkat melalui Jalan Tol Cipularang menuju Cikampek, lalu belok kanan masuk Tol Cipali, dan akhirnya keluar di Cirebon, dengan waktu perjalanan sekitar 3 jam. Namun kemarin itu mobilnya melewati Jalan Tol Cisumdawu yang baru diresmikan sehingga bisa langsung menuju Cirebon tanpa harus lewat Cikampek terlebih dahulu. And guess what? Kali ini waktu tempuhnya hanya 2 jam saja.

***

Live Webinar Value Investing, Sabtu 30 September 2023, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Dan penulis sendiri terus terang merasa amazed, karena saya ingat betul ketika dulu kuliah di Unpad Jatinangor dan belum ada akses tol, maka dari Cirebon naik bus ke Jatinangor itu butuh waktu 5 jam, dan kalau ke Bandung malah bisa sampai 6 – 7 jam. Tapi sekarang cuma 2 jam saja. Termasuk kalau dari Cirebon mau melanjutkan perjalanan ke Semarang, atau Jogja, maka sekarang bisa lebih cepat karena ada tol. Kemudian beberapa waktu lalu juga penulis roadtrip nyetir keliling Provinsi Aceh, dan dari Kota Sigli ke Banda Aceh kalau mau cepat juga sudah ada jalan tol. Sehingga ‘kemudahan bepergian karena akses infrastruktur yang lebih baik’ ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah tertentu saja, tapi sudah relatif menyebar di seluruh Indonesia.

Alhasil penulis sendiri sekarang ini lebih sering bolak balik Bandung – Cirebon, dan karena saya malas nyetir maka pakainya transportasi umum saja, dalam hal ini mobil travel. Nah, dari sini saya kemudian berpikir, kira-kira ada perusahaan Tbk yang diuntungkan gak ya, dari trend meningkatnya frekuensi orang bepergian ini? Lalu saya ketemu emiten PT WEHA Transportasi Indonesia, Tbk (WEHA). Okay, kita bahas perusahaannya sejak awal.

Sejarah perusahaan dimulai ketika pada tahun 2001, perusahaan tour & travel dengan nama PT Panorama Sentrawisata, Tbk (PANR) memperoleh izin usaha angkutan wisata dari Gubernur DKI Jakarta dan juga dari Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan Indonesia. Sehingga PANR kemudian mendirikan anak usaha patungan (joint venture) dengan PT WEHA Investama, dengan nama PT Panorama Transportasi, yang bergerak di bidang jasa transportasi darat. PT WEHA Investama sendiri sebelumnya merupakan pemilik usaha penyewaan bus pariwisata dengan merk ‘White Horse’, yang sekarang ditempatkan dibawah PT Panorama Transportasi, yang di kemudian hari berubah nama menjadi PT WEHA Panorama Indonesia, Tbk (WEHA).

Lalu pada perkembangannya, maka selain menyewakan bus dan mobil pariwisata berbagai ukuran, WEHA juga masuk ke bisnis travel antar kota dan pengangkutan barang dengan meluncurkan ‘DayTrans’ travel, courier, and shuttle, jasa open trip alias perjalanan wisata domestik dengan brand ‘Explorer’, rental mobil, hingga jastip dengan merk ‘DayMall’. Wilayah operasional perusahaan juga terus bertambah dari sebelumnya DayTrans hanya melayani rute Jakarta – Bandung – Jogja, maka sekarang mereka sudah beroperasi di Semarang dan Surabaya. Dan demikian pula untuk penyewaan bus White Horse, yang awalnya hanya beroperasi di Jakarta tapi sekarang sudah menjangkau Palembang Sumatera Selatan, dan Denpasar Bali. Hingga per akhir 2022, WEHA total memiliki armada 104 unit bus besar, 82 unit bus kecil, serta 19 unit mini van dengan merk White Horse dan Explorer, ditambah 119 unit mobil travel Toyota Hiace untuk DayTrans.

Logo DayTrans travel

Kemudian kalau dulu sebelum berkembangnya bisnis open trip (jasa transportasi pulang pergi dari Jakarta ke destinasi wisata lokal seperti Pantai Pangandaran, Geopark Ciletuh, Dieng Plateau, dll), dan jastip (singkatan dari jasa titip, yakni jasa pembelian barang dari toko tertentu di kota tertentu yang diantar langsung ke rumah konsumen), dan jumlah orang yang bepergian itu sendiri belum terlalu banyak, maka kinerja WEHA cenderung jalan di tempat dimana pada tahun 2018 dan 2019 perusahaan hanya membukukan laba masing-masing Rp3 dan 4 miliar, atau sangat kecil dibanding ekuitasnya yang ketika itu tercatat Rp152 miliar. Dan ketika pandemi Covid-19 menghantam pada tahun 2020, maka perusahaan tanpa ampun menderita rugi Rp34 miliar, dan kembali rugi Rp10 miliar di tahun 2021-nya. Namun karena WEHA sejak awal tidak memiliki utang yang besar, maka perusahaan tetap bertahan dan gak sampai bangkrut, meskipun sahamnya sempat anjlok dari Rp150 hingga mati di gocap. Memasuki 2022, pandemi mulai mereda dan bisnis pariwisata dengan cepat pulih, dan alhasil WEHA membukukan pendapatan Rp183 miliar, naik dua kali lipat dibanding pendapatan tahun 2021 sebesar Rp93 miliar, dan kali ini perusahaan sukses membukukan laba, tepatnya Rp20 miliar. Alhasil sahamnya mulai naik lalu stabil di rentang 100 – 120. Dan karena hingga Q2 2023 kemarin laba perusahaan kembali tumbuh lebih dari dua kali lipat menjadi Rp14 miliar (atau Rp28 miliar jika disetahunkan), maka sahamnya lanjut naik hingga sekarang sudah mencapai level Rp172 per saham.

Disisi lain dengan PER 9.1 dan PBV 1.2 kali, maka valuasi saham WEHA belum bisa disebut mahal, dan prospek kedepannya juga sangat menarik terutama karena seperti disebut diatas, sekarang ini ada lebih banyak orang yang bepergian antar kota naik mobil travel dibanding dulu. Dan memang dari pendapatan perusahaan di tahun 2023 sejauh ini, maka yang naiknya paling banyak adalah dari segmen jasa angkutan antar kota (DayTrans), yang mencapai Rp68 miliar, naik hampir dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun 2022 sebesar Rp34 miliar. Jadi dengan asumsi kinerja perusahaan masih akan bertumbuh kedepannya, maka sahamnya bisa lanjut naik sampai pada harga yang mencerminkan PBV 1.5 – 1.7 kali, yakni Rp200 – 250 per saham, atau bahkan lebih tinggi lagi. Sehingga, yep, jika anda termasuk yang pegang WEHA ini sejak awal maka hold saja, dan kalau baru mau masuk maka juga masih belum terlambat jika masuk di harga sekarang, atau tunggu di 150 deh.

Tinggal sekarang faktor risikonya. Diatas penulis katakan bahwa sebelum tahun 2022 – 2023 ini maka kinerja WEHA cenderung kurang bagus, meskipun gak sampai merugi (hanya rugi di tahun 2020 dan 2021 saja, karena efek pandemi). Dan itu karena perusahaan transportasi seperti WEHA ini turut memasukkan beban penyusutan armada sebagai bagian dari beban pokok pendapatan diluar gaji sopir, bensin, servis kendaraan dll. Seperti yang kita ketahui, nilai mobil travel itu menyusut dari tahun ke tahun, misalnya Toyota Hiace harga barunya Rp640 juta, tapi setelah setahun dan statusnya sekarang menjadi ‘mobil bekas’, maka harganya dianggap turun menjadi katakanlah Rp590 juta. Nah, oleh WEHA selisih harga sebesar Rp50 juta itu kemudian diakui sebagai penyusutan, sehingga menurunkan laba bersih perusahaan, meskipun perusahaan sama sekali gak keluar uang Rp50 juta tersebut. Di sepanjang semester I 2023 kemarin, beban penyusutan ini mencapai Rp11 miliar, atau cukup signifikan dibanding laba bersihnya sebesar Rp14 miliar.

Sehingga, jika misalnya pendapatan WEHA sewaktu-waktu turun lagi, maka laba bersihnya bisa berbalik menjadi rugi, karena beban penyusutan ini akan terus muncul tak peduli armada mobil travelnya digunakan atau tidak. Kemudian kita tahu bahwa bisnis travel itu memiliki tingkat persaingan yang sangat ketat, karena siapapun bisa masuk ke bisnis ini asalkan punya beberapa unit armada, dan memang merk DayTrans hanyalah satu dari sekian banyak perusahaan travel sejenis, seperti kalau di Bandung itu ada Bhinneka, Primajasa, Pasteur Trans, Jackal Holidays, Cititrans, dan masih banyak lagi. Dan mungkin ini pula alasan manajemen tidak banyak rencana ekspansi seperti misalnya menambah jumlah armada mobil travel-nya, karena mereka juga menyadari bahwa ‘kue’ bisnis travel ini diperebutkan oleh banyak perusahaan.

Kesimpulannya, penulis menganggap bahwa tingkat risiko di WEHA ini terhitung moderat (gak high risk, tapi gak low risk juga), terutama karena kinerja perusahaan juga baru bagus dalam dua tahun terakhir ini saja. Sehingga jika anda tertarik maka sebaiknya masuk sedikit dulu, dan kalau pada awal 2024 nanti labanya masih lanjut naik maka baru kita beli sahamnya lebih banyak lagi.

***

Live Webinar Value Investing, Sabtu 30 September 2023, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Ari mengatakan…
Bagaimana dengan Blue Bird Pak? Setelah dihantam taxi online sejak 2017, ditambah covid selama 3 tahun, tampaknya Blue Bird tidak banyak terpengaruh. Malah sekaramg tampak semakin kokoh dan berpeluang memonopoli sektor taksi. Bagaimana pendapat pak teguh?

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal I 2024 - Terbit 8 Mei

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun