Terkait Kasus Kresna Life, Inilah Daftar Saham Milik Grup Kresna

Pada hari Rabu, 13 September 2023 kemarin, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan founder sekaligus owner Grup Kresna, Michael Steven (MS), sebagai tersangka terkait laporan sembilan orang nasabah PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life, dengan perkiraan kerugian senilai Rp343 miliar. Sebelumnya pada tahun 2020 lalu, Kresna Life memang mengalami gagal bayar kepada nasabahnya hingga OJK mencabut izin usahanya, namun sampai hari ini masalahnya masih belum clear dimana nasabah belum menerima uangnya kembali.

***

Ebook Market Planning edisi Oktober 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan akan terbit tanggal 1 Oktober. Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Dan meski kasus ini mengingatkan penulis dengan skandal gagal bayar Asuransi Jiwasraya pada tahun 2019 lalu, tapi sayangnya Kresna Life bukanlah perusahaan Tbk dan perusahaan juga tidak mempublikasikan laporan keuangannya, sehingga kita tidak bisa menganalisa kasusnya secara lebih detail. Namun demikian di BEI terdapat setidaknya delapan emiten Tbk yang terafiliasi dengan Grup Kresna, yakni ASMI, DEFI, DIVA, DMMX, KREN, MCAS, NFCX, dan TFAS. Dan penulis menemukan fakta menarik bahwa kedelapan emiten tersebut dimiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh Kresna Life. Berikut data selengkapnya yang diambil dari laporan keuangan tiap-tiap perusahaan, klik gambar untuk memperbesar:

Okay perhatikan: Berdasarkan data diatas, bisa dilihat bahwa 27.7% saham DMMX dimiliki oleh NFCX, sedangkan 50.9% saham NFCX dimiliki oleh MCAS, sedangkan 8.3% saham MCAS dimiliki oleh KREN, dan akhirnya 13.8% saham KREN dimiliki oleh Kresna Life. Untuk ASMI, DEFI, dan DIVA juga sama dimiliki oleh Kresna Life. Lalu untuk TFAS maka sahamnya dimiliki oleh MCAS dan DIVA, dimana dua perusahaan tersebut pada gilirannya juga dimiliki oleh Kresna Life.

Data pemegang saham PT Distribusi Voucher Nusantara, Tbk (DIVA) dari laporan keuangan Q2 2023, dimana tampak bahwa PT Asuransi Jiwa Kresna menjadi pemegang saham terbesar perusahaan

Sehingga, berkaca pada skandal Jiwasraya dulu, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: Pada Kasus Jiwasraya, perusahaan pada tahun 2013 meluncurkan produk asuransi unitlink dengan nama JS Saving Plan dengan bunga fix hingga antara 6 – 12% per tahun, yang kemudian laris manis karena hingga beberapa tahun berikutnya Jiwasraya mampu membayar nilai pokok investasi plus bunga yang dijanjikan kepada seluruh nasabahnya, sehingga pendapatan preminya terus naik. Namun pertanyannya, dari mana Jiwasraya punya uang untuk membayar beban bunga yang semakin besar seiring dengan kenaikan pendapatan preminya itu tadi? Karena katakanlah bunga yang ditawarkan 6% per tahun, maka untuk setiap pendapatan premi Rp1,000 yang diterima Jiwasraya, perusahaan harus membayar ke nasabah sebesar Rp1,060 di tahun berikutnya.

Dan belakangan ketahuan bahwa Jiwasraya melakukan skema ponzi, dimana bunga yang dibayarkan ke nasabah sebenarnya berasal dari uang yang disetor oleh nasabah berikutnya. Sedangkan laporan keuangan perusahaan sendiri bisa terus mencatatkan laba karena dana milik nasabah itu digunakan untuk menggoreng/mengerek naik saham-saham tertentu seperti saham Bank BJB (BJBR), Semen Baturaja (SMBR), hingga PP Properti (PPRO). Alhasil antara tahun 2016 dan 2018 lalu, ketiga saham tersebut lompat secara tidak wajar dimana BJBR naik ke 3,400, SMBR ke 4,000, dan PPRO ke 350. Namun dari kenaikan saham-saham itulah Jiwasraya bisa mengakui ‘keuntungan investasi yang belum direalisasi’ di laporan keuangannya, sehingga perusahaan kemudian membukukan laba bersih setiap tahun. Nah, tapi karena sejak awal kenaikan saham-saham tersebut hanyalah karena manipulasi bandar maka pada akhirnya mereka turun lagi, dan pada saat itulah Jiwasraya menderita rugi gila-gilaan dan akhirnya gagal bayar. Anda bisa baca lagi detail peristiwanya disini.

Kembali ke Kresna Life. Mirip seperti Jiwasraya, Kresna Life juga menawarkan dua produk asuransi investasi dengan nama Kresna Link Investa, dan Protecto Investa Kresna, dengan imbal hasil fix hingga 9% per tahun. Dan sudah tentu pada awalnya produk ini aman-aman saja, dimana nasabah bisa kembali menerima pokok investasinya plus bunga yang dijanjikan. Namun ketika dana nasabah sudah terkumpul banyak maka barulah pada tahun 2020 lalu perusahaan mengalami gagal bayar. Ketika Bareskrim kemarin menetapkan MS sebagai tersangka, maka disebutkan bahwa nilai kerugian nasabah karena kasus Kresna Life ini ‘hanya’ Rp343 miliar, namun itu adalah total kerugian dari sembilan nasabah yang melapor. Sedangkan jika kerugian dari sekitar 8,900 nasabah ditotal semuanya, maka sejumlah sumber menyebut bahwa total kerugiannya diduga mencapai Rp6.4 triliun.

Okay, lalu dikemanakan uang sebanyak itu? Ya dugaannya sama seperti Jiwasraya: Uang tersebut salah satunya ‘diputar’ ke saham-saham tertentu. Hanya bedanya jika Jiwasaraya menggunakan uang nasabahnya untuk menggoreng saham milik pihak ketiga, maka Kresna Life menyetor modal ke emiten-emiten milik Grup Kresna itu sendiri (baca lagi paragraf di atas yang menyebutkan bahwa kedelapan saham milik Grup Kresna dimiliki oleh Kresna Life), lalu perusahaannya IPO, dan setelah itu harga sahamnya digoreng sampai naik tinggi. Dan itulah yang menjelaskan kenapa saham KREN sempat tiba-tiba naik sangat tinggi dari hanya 100 di tahun 2015 hingga sempat tembus 750 pada tahun 2018. Dan tidak hanya KREN, tapi semua saham milik Grup Kresna yang disebut diatas juga sempat naik sangat tinggi sebelum akhirnya turun lagi. Yang paling fenomenal mungkin DMMX, dimana perusahaan ini IPO pada bulan Oktober 2019 pada harga perdana Rp230 per saham, sempat anjlok hingga 53 pada Maret 2020, tapi setelah itu dia meroket hingga tembus 3,400 pada Agustus 2021. Tidak ada faktor fundamental yang bisa menjelaskan kenaikan yang tidak wajar tersebut karena kinerja laporan keuangan DMMX ini biasa-biasa saja, prospek kedepannya tidak jelas, dengan valuasi yang juga tidak masuk akal mahalnya, dimana penulis bisa katakan bahwa saham model begini cepat atau lambat akan turun lagi. Dan memang benar ketika artikel ini ditulis, DMMX sudah jeblok ke 300-an lagi. Untuk saham-saham lainnya milik Grup Kresna juga sama: Tidak ada yang layak investasi/memenuhi kaidah value investing.

Anyway, terkait kasus ini maka penulis jadi ingat dengan bandar saham legendaris Benny Tjokro, yang divonis bersalah atas Kasus Jiwasraya pada tahun 2020 lalu (dan juga divonis bersalah atas kasus Asabri pada awal 2023 kemarin), dan setelah itu saham-saham milik Bentjok seperti MYRX, ARMY, RIMO, NUSA, POSA langsung anjlok gak karu-karuan hingga mati di gocap, atau bahkan delisting. Sehingga siapapun yang memegang saham-saham tersebut maka kerugiannya mencapai 100% aka duitnya habis sama sekali. Sedangkan untuk saham-saham Grup Kresna, maka sejauh ini saham-sahamnya masih diperdagangkan di BEI, yang mungkin karena MS baru sebatas ditetapkan sebagai tersangka, meski memang rata-rata sudah anjlok sangat dalam. Tapi intinya jika anda termasuk yang pegang KREN dkk maka penulis kira masih belum terlambat untuk keluar sekarang. Karena bahkan meski sudah mati di gocap, tapi dengan PBV mencapai 4.6 kali maka valuasi KREN pada harga Rp50 per saham masih tergolong sangat mahal.

Kemudian perlu diingat bahwa baik itu Bentjok ataupun MS, maka keduanya berurusan dengan aparat penegak hukum bukan karena aksi goreng saham melainkan karena kasus gagal bayar, dimana dalam kasus Bentjok maka ia secara tidak langsung merugikan negara karena Jiwasraya, dan juga Asabri, merupakan BUMN. Yang itu artinya untuk bandar/grup-grup besar lainnya yang juga tukang goreng-goreng saham maka mereka akan aman-aman saja selama yang dirugikan hanyalah investor ritel yang kena jebakan pompom beli saham yang mereka goreng pada harga atas. Sehingga sebagai investor maka kita sendirilah yang harus hati-hati, jangan sampai kena prank grup-grup tersebut.

***

Live Webinar Value Investing, Sabtu 30 September 2023, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal I 2024 - Terbit 8 Mei

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun