Dow Jones, Hot Money, and IHSG

Finally, setelah menunggu selama lebih dari 1 bulan, IHSG akhirnya naik satu tingkat ke level 3,500-an. Untuk saat ini, IHSG kecil kemungkinannya untuk turun lagi ke 3,400-an, karena selain catatan inflasi terbaru dari BPS sudah turun ke 6.8%, BI juga masih mempertahankan BI rate di level 6.75%. Dan kalau mempertimbangkan laporan keuangan para emiten periode full year 2010 yang seharusnya sudah keluar semua, maka posisi wajar IHSG pada saat ini memang di 3,500-an. Tapi sayangnya, sebagian besar para emiten masih belum merilis LK mereka. Dan krisis politik yang masih berlanjut di Timur Tengah sana juga mulai menyebabkan harga minyak bergejolak lagi. So, what’s next?

Ketika artikel ini ditulis, harga minyak jenis Brent sudah mencapai US$ 115 per bbl. Padahal awal tahun lalu masih di kisaran US$ 90-an. Kalau harga minyak mulai naik, Pemerintah Indonesia biasanya langsung bersemangat untuk menaikkan harga BBM (karena itu memang solusi yang paling gampang buat menekan pengeluaran subsidi, meskipun itu mengorbankan rakyat). Masalahnya kalau harga BBM naik, yang kena imbasnya adalah inflasi, yang pasti ikut-ikutan naik. Mengingat saat ini catatan inflasi masih berada pada level yang belum aman, maka jika Pemerintah benar-benar menaikkan harga bensin, IHSG bisa jadi bakal rontok lagi.

Hal menarik lainnya yang perlu dicermati adalah berlanjutnya penguatan Rupiah terhadap US$, yang saat ini sudah menembus Rp8,789 per US$. Apakah ini kabar baik? Belum tentu. Terlalu naif kalau kita mengatakan bahwa penguatan Rupiah tersebut merupakan bukti bahwa perekonomian Indonesia sedang bagus-bagusnya, sehingga mampu menekan Dollar. Faktanya dari dulu, US Dollar-lah yang mengatur posisinya terhadap Rupiah, bukan sebaliknya. Artinya jika saat ini US$ melemah terhadap Rupiah, maka itu kemungkinan memang sudah diatur Bank Sentral Amerika. Untuk apa? Untuk meningkatkan ekspor mereka terhadap Indonesia. Logikanya kan begini: Jika Rupiah menguat, maka harga barang-barang yang diimpor dari Amerika Serikat (AS) akan menjadi murah. Dan karena murah, maka pembelinya akan semakin banyak, sehingga nilai impor kita terhadap AS akan meningkat, sementara nilai ekspor kita terhadap AS justru akan tetap atau malah berkurang. Kalau begitu kejadiannya, siapa yang diuntungkan? Ya Amerika.

Untungnya sampai dengan saat ini, neraca perdagangan Indonesia dengan AS masih surplus. Pada Januari 2011, nilai perdagangan Indonesia terhadap AS (tidak termasuk minyak dan gas) surplus US$ 577 juta. Angka tersebut juga naik 9.2% dibanding bulan sebelumnya (desember 2010). Namun secara keseluruhan, surplus perdagangan Indonesia pada Januari 2011 hanya US$ 1.9 milyar, turun hingga 48.3% dibanding bulan sebelumnya, dan turun 9.5% dibanding Januari 2010. Mengingat mata uang US Dollar adalah patokan perdagangan ekspor impor di seluruh dunia dan bukan hanya antara Indonesia dengan AS, maka penurunan tersebut bisa dipahami.

Jika surplus perdagangan kita terus saja turun, apalagi kalau sampai terjadi defisit, maka itu akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, BI harus sudah mulai merumuskan strategi untuk menjaga Rupiah stabil di 9,000-an per US$, mudah-mudahan.


Kemarin, penulis membaca komentar salah seorang analis yang menyebutkan bahwa pada saat ini, IHSG sudah memasuki tahap bullish kembali. Alasannya adalah karena beberapa indeks saham global seperti Dow Jones juga sudah mulai menggeliat kembali. Posisi terakhir Dow adalah 12,090, setelah beberapa bulan sebelumnya cuma mondar mandir di 10,000-an. Pendapat tersebut tentunya benar, karena selama ini jika Dow naik, maka IHSG pun demikian. Namun untuk kondisi saat ini, kenaikan Dow bisa jadi berdampak negatif buat IHSG.

Kalau kita ingat-ingat kembali, pada akhir 2010 lalu IHSG sedang berada di puncak karena pengaruh hot money. Pada awal tahun 2011, hot money tersebut keluar, dan alhasil IHSG jatuh ke 3,400-an (yang sebenarnya merupakan level normalnya). Pertanyaannya, kenapa kok ‘duit panas’ itu keluar? Dan keluar kemana? Kemungkinan besar, hot money tersebut kembali ke Dow dan beberapa bursa global lainnya, karena bursa-bursa global tersebut kembali menunjukkan trend penguatan. Dow sendiri mulai bergerak menguat sejak awal desember 2010 lalu, dimana ketika itu dia masih di level 11,000-an. Dan persis ketika IHSG ambruk pada pertengahan Januari, Dow malah melaju kencang dan sekarang sudah mantap di 12,000-an. Jadi sepertinya hot money yang beberapa waktu lalu beredar di seluruh dunia termasuk Indonesia, kini sudah kembali ke ‘habitat’ aslinya.

Lalu kenapa Dow kembali menggeliat setelah sepanjang tahun 2010 lalu beristirahat panjang? Well, mungkin itu karena para investor mulai sadar kalau valuasi saham-saham anggota Dow ternyata sudah murah. Exxon Mobil contohnya. Perusahaan minyak terbesar di dunia ini mencatat PER 13.6 kali pada harga US$ 84.7 per lembar saham (bandingkan dengan valuasi saham-saham di IHSG, yang rata-rata mencatat PER diatas 15 kali). Mengingat saat ini harga minyak lagi mahal-mahalnya, maka harga tersebut jadi berasa murah. Selain itu, catatan pertumbuhan ekonomi AS juga menunjukkan indikasi positif. Pada tahun 2010, The Bureau of Economics Analysis of the United States (BPS-nya AS) mencatat pertumbuhan ekonomi AS 2.8%. Angka tersebut sangat bagus dibanding 2009 lalu, yang minus 2.6%.

Kembali ke IHSG. Mengingat bullish-nya IHSG kemarin hanya karena ditopang oleh hot money, maka kenaikan Dow pada saat ini belum akan berpengaruh positif terhadap IHSG, karena kenaikan Dow justru membuat hot money pergi dari sini. Dengan demikian maka IHSG hanya akan melaju secara normal, tanpa efek bullish, sehingga jika dalam waktu dekat ini bisa kembali ke level 3,600-an saja, maka itu sudah bagus.

Kesimpulannya, do not hurry, the market are still volatile. Terkait hot money, kita sebenarnya gak perlu mengharapkan mereka balik lagi ke Indonesia, karena tanpa mereka pun IHSG masih akan terus melaju meskipun hanya pelan-pelan. Yang penting mudah-mudahan harga bensin gak naik, dan Rupiah juga bisa stabil di 9,000-an. Dan mudah-mudahan pula, para emiten segera merilis LK mereka masing-masing.

Sebenarnya masih banyak sih yang harus diperhatikan dalam memprediksi pergerakan IHSG kedepan, tapi untuk saat ini itu aja dulu deh.

Komentar

Anonim mengatakan…
Komentarnya mantap Pak..
Anonim mengatakan…
Pak Teguh,
Terima kasih banyak atas postingannya selama ini.
Mantap deh....
Anonim mengatakan…
Betul2 bagus sangat mencerahkan kami pak. thanks pak teguh
Iskandar mengatakan…
Trimakasih pak teguh, tulisan bapak sangat memberi pencerahan bagi saya....

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI