(Masih) Soal Tax Amnesty, dan Prospek IHSG

Tadinya untuk minggu ini penulis hendak membahas analisa dari satu saham bagus dan murah yang kita temukan, namun kalau melihat perkembangan market belakangan ini maka sepertinya tidak ada topik lain yang lebih menarik ketimbang cerita tax amnesty dan juga kaitannya dengan IHSG, yang terus saja melaju hingga terakhir sudah di posisi 5,173. Dalam kondisi dimana IHSG bisa naik secepat itu hanya karena satu sentimen positif bernama ‘tax amnesty’, maka tentunya kemudian timbul beberapa pertanyaan: Apa dan bagaimana sih sebenarnya tax amnesty itu? Seperti apa dan seberapa besar pengaruhnya terhadap perekonomian dan IHSG? Dan yang paling penting, apakah posisi IHSG sekarang sudah cukup tinggi, ataukah masih bisa naik lebih tinggi lagi?

Okay, kita mulai dari pertanyaan pertama dulu: Apa itu tax amnesty/pengampunan pajak? Dan bagaimana penerapannya?

Tax amnesty adalah kebijakan pemerintah untuk meningkatan penerimaan pajak bagi negara, dan juga untuk mendorong masuknya investasi ke dalam negeri. Meningkatnya penerimaan pajak akan memudahkan pembangunan infrastruktur yang memang sedang digenjot habis-habisan, dan jika pembangunan infra berjalan lancar maka artinya belanja pemerintah meningkat, dan itu pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara jika investasi di dalam negeri meningkat, maka itu juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi (ingat bahwa rumus pertumbuhan ekonomi = konsumsi + investasi + belanja pemerintah + ekspor – impor). Pendek kata, tujuan akhir dari tax amnesty ini adalah untuk meningkatkan kembali angka pertumbuhan ekonomi, yang sudah beberapa tahun terakhir ini tertahan di level dibawah 5% per tahun.

Okay, lalu bagaimana penerapannya? Here we go: Para wajib pajak (WP), entah itu perusahaan ataupun perorangan yang tidak sedang dalam kasus hukum dan sudah melaporkan surat pajak tahunan (SPT), namun mungkin belum melaporkan kepemilikan harta kekayaan/aset-aset tertentu pada SPT tersebut, maka sekarang bisa datang ke kantor pajak untuk mengisi surat pernyataan untuk melaporkan kepemilikan aset-aset tadi. Normalnya, untuk aset yang baru dilaporkan ini maka WP akan ditanya, dari mana asal aset tersebut, dimana jika asalnya dari penghasilan maka akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) sesuai tarif yang berlaku, plus dendanya (karena kepemilikan aset tersebut baru dilaporkan sekarang dan bukan dilaporkan di SPT, sehingga pajaknya dianggap sebagai tunggakan/utang pajak).

Namun melalui kebijakan tax amnesty ini, maka WP hanya perlu membayar uang tebusan sebesar 2% dari nilai aset bersih yang dilaporkan tersebut, dimana aset bersih adalah total aset dikurang utang, dengan catatan si WP sudah melaporkan kepemilikan aset-asetnya paling lambat tanggal 30 September 2016 (sementara jika lewat September maka tarif tebusannya jadi 3%, dan jika lewat tanggal 31 Desember 2016 maka tarifnya jadi 5%). Contoh, anda punya rumah senilai Rp500 juta, yang sepenuhnya milik anda sendiri (bukan KPR), dan di SPT kemarin rumah ini tidak dilaporkan. Maka setelah mengisi surat pernyataan kepemilikan aset di kantor pajak, anda akan menyetor Rp500 juta x 2% =  Rp10 juta.

Sementara bagi pemilik usaha dengan omzet kurang dari Rp4.8 milyar per tahun, maka tarif tebusannya hanya 0.5% saja jika total aset yang dilaporkan memiliki nilai kurang dari Rp10 milyar, tapi kalau diatas Rp10 milyar maka tetap 2%.

Kemudian disinilah menariknya: Tarif penebusan sebesar 2%, 3%, dan 5% tadi hanya berlaku untuk aset-aset yang ditempatkan di dalam negeri. Sementara jika WP melaporkan aset yang ditempatkan di Singapura, Hongkong, Swiss dst, maka tarifnya adalah 4%, 6%, dan 10%, alias lebih mahal dua kali lipat.

Jadi jika WP yang memiliki aset diluar negeri hendak membayar uang tebusan yang lebih murah, maka pertama-tama ia harus menarik asetnya terlebih dahulu kedalam negeri. Jika WP melaporkan aset yang ditempatkan diluar negeri sebelum tanggal 30 September, namun ia berkomitmen untuk menarik aset tersebut kedalam negeri sebelum tanggal 31 Desember, maka ia hanya kena tarif 2%. Sementara jika ia baru bisa menarik asetnya pada tahun 2017, maka ia kena tarif 5%, namun itu lebih baik ketimbang kena tarif 10% jika aset tersebut tetap ditempatkan diluar negeri. Untuk aset yang ditarik kedalam negeri ini, maka harus tetap ditempatkan/diinvestasikan di Indonesia hingga minimal 3 tahun kedepan (jadi gak boleh langsung ditarik keluar negeri lagi).

Pertanyaannya sekarang, bagaimana caranya agar para WP bersedia secara suka rela melaporkan seluruh harta kekayaan mereka, baik itu yang ditempatkan didalam maupun luar negeri? Here we are: Masa pengampunan pajak ini adalah sampai tanggal 31 Maret 2017. Jika lewat tanggal tersebut masih ada WP yang belum melaporkan seluruh harta kekayaannya, dan pihak dirjen pajak menemukan harta yang belum dilaporkan, maka harta tersebut akan dianggap sebagai penghasilan, dan akan dikenakan pajak PPh plus denda. Namun memang, kata kuncinya disini adalah jika dirjen pajak menemukan (jadi kalau gak menemukan ya aman-aman saja). However, saat ini Pemerintah juga sedang mengusahakan revisi Undang-Undang Kerahasiaan Perbankan, dimana jika revisi ini disahkan, maka arus keluar masuk dana di rekening bank milik para WP akan bisa dilacak, sehingga para WP tidak bisa lagi menyembunyikan harta kekayaan mereka, kecuali jika mereka tidak menggunakan jasa perbankan sama sekali. Pada tahun 2018 nanti juga akan mulai diberlakukan automatic exchange of information (AEOI, detilnya googling aja), yang pada intinya mendorong transparansi informasi wajib pajak untuk tujuan perpajakan.

Pengaruhnya Terhadap IHSG

Melalui tax amnesty, Pemerintah memperkirakan (atau lebih tepatnya mentargetkan) bahwa akan ada kepemilikan aset senilai total Rp4,000 trilyun, baik itu yang ditempatkan didalam maupun luar negeri, yang dilaporkan oleh para WP. Sementara uang tebusan yang akan diterima negara adalah sekitar Rp165 trilyun, atau setara kurang lebih 5% pendapatan pemerintah dalam satu tahun, dan itu tentunya lumayan lah buat nambahin ongkos bikin pelabuhan, jalan tol, rel kereta api dll.

Nah, sekarang kita asumsikan saja bahwa target tersebut tercapai, dimana dari aset senilai Rp4,000 trilyun yang dilaporkan tadi, setengahnya atau Rp2,000 trilyun ditempatkan diluar negeri. Dari Rp2,000 trilyun ini, setengahnya lagi atau Rp1,000 trilyun ditarik kedalam negeri (istilahnya ‘repatriasi’ atau ‘pemulangan’). Lalu mau ditaruh dimana duit sebanyak itu? Well, pemerintah sudah menyiapkan beberapa instrumen, seperti surat utang negara (SUN), obligasi BUMN, obligasi lembaga keuangan milik pemerintah, investasi infrastruktur dengan bekerja sama dengan pemerintah, investasi sektor riil, dan lain-lain. Meski memang tidak disebutkan ‘investasi saham’ sebagai salah satu instrumen tersebut (yang mungkin karena investasi saham dianggap sangat berisiko, terutama jika dibanding investasi obligasi atau sektor riil), namun pasar saham sedikit banyak pasti bakal kecipratan juga. Let say, dari Rp1,000 trilyun ini hanya 5% saja yang masuk ke market. Itu artinya ada ‘dana asing’ yang masuk sebesar Rp50 trilyun! (‘dana asing’ disini pake tanda kutip, karena sejatinya itu duit milik orang Indonesia juga).

Dan.. Tahukah anda, seberapa besar pengaruh Rp50 trilyun itu terhadap pergerakan IHSG? Biar penulis kasih gambaran: Awal Juni kemarin, ketika IHSG masih di level 4,800-an, posisi net buy asing ketika itu kurang lebih Rp4 trilyun, dihitung sejak awal tahun 2016. Ketika artikel ini ditulis, IHSG sudah berada di level 5,173, sementara posisi net buy asing tercatat Rp20.5 trilyun. Ini berarti, masuknya dana asing ke BEI sebesar Rp16 trilyun telah mendorong kenaikan IHSG sebesar kurang lebih 350 poin (dari 4,800 ke 5,173).

So, jika ada dana sebesar Rp50 trilyun yang masuk ke bursa, maka dengan catatan investor lokalnya tidak jualan (itu pernah terjadi di tahun 2008, dimana meski asing membukukan net buy cukup besar yakni Rp18 trilyun, tapi IHSG-nya tetap jeblok karena investor lokalnya kena margin call semua), maka berapa poin kira-kira kenaikan IHSG? Meski memang, kenaikan IHSG sebesar 350 poin diatas kemungkinan tidak hanya karena didorong oleh belanja investor asing, tapi juga belanja investor lokal, soalnya pasar belakangan rame lagi, itu bisa dilihat dari total nilai transaksi saham-saham di BEI yang totalnya bisa mencapai Rp9 trilyun per hari, dibanding hanya Rp4 trilyun waktu bulan puasa kemarin. Tapi bahkan kalaupun investor domestik membukukan net buy yang sama dengan investor asing, yakni Rp16 trilyun (sehingga totalnya jadi Rp32 trilyun), maka itu tetap saja masih lebih kecil dibanding Rp50 trilyun tadi bukan?

Keseriusan Pemerintah dalam program Tax Amnesty ini bisa dilihat dari sosialisasinya yang sangat gencar, termasuk dengan menggandeng BEI dan IDX Channel.

Jadi balik lagi ke pertanyaan diatas: Seperti apa dan seberapa besar pengaruh tax amnesty ini terhadap perekonomian dan IHSG? Jawabannya, dari sisi penerimaan uang tebusan, maka pemerintah akan dapet tambahan dana untuk melanjutkan pembangunan infra, yang kemarin sempat mandek karena defisit anggaran. Dan kalau pembangunan infra kembali jalan, maka multiplier effect-nya akan kembali terasa ke perekonomian.

Sementara dari sisi penarikan dana dari luar ke dalam negeri, maka itu akan meningkatkan likuiditas perbankan, turut membantu pembangunan infrastruktur (karena sebagian dana tersebut diinvestasikan di infra), membantu pembiayaan perusahaan-perusahaan, menggerakkan sektor riil, dan menaikkan nilai investasi di dalam negeri secara keseluruhan. Kombinasi dari lancarnya pembangunan infras plus meningkatnya investasi di dalam negeri pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi makro. Dan kalau nanti angka pertumbuhan ekonomi sukses tembus diatas 5% lagi, maka tentu saja kenaikan IHSG juga gak akan berhenti sampai disini, melainkan lanjut lagi.

Lalu apakah itu artinya IHSG bisa naik lebih tinggi lagi? Well, dalam jangka panjang, tentunya dengan asumsi bahwa pelaksanaan tax amnesty ini berjalan lancar dan pertumbuhan ekonomi benar-benar melaju kencang kembali, maka tentu saja IHSG masih akan lanjut naik. Di artikel ini penulis mengatakan bahwa, paling lambat pertengahan tahun 2017 nanti, IHSG akan break new high kembali, dan sepertinya sejauh ini proyeksi tersebut masih on track.

Namun demikian, dalam jangka waktu yang lebih pendek maka IHSG tetap bisa bergerak kemana saja, termasuk turun lagi. Just remember: Tax amnesty ini baru dimulai, sehingga belum ada dampak riil apapun ke perekonomian, dan kita masih belum mengetahui tentang seberapa besar dana repatriasi yang berhasil ditarik pulang ke tanah air (dana Rp50 trilyun yang masuk ke bursa tadi, itu hanya perkiraan kasar). Jadi kenaikan IHSG yang luar biasa dalam beberapa minggu terakhir ini bukan disebabkan oleh dampak riil dari tax amnesty ini, melainkan hanya karena sentimen sesaat saja, dimana sentimen tersebut bisa dilupakan seiring berjalannya waktu dan digantikan oleh sentimen lain, entah itu negatif atau positif. Masih ingat tahun 2014 lalu ketika saham-saham perkapalan pada terbang karena cerita ‘Tol Laut’? Sayangnya meski pembangunan tol laut/jaringan pelabuhan tersebut memang benar-benar direalisasikan, namun perusahaan-perusahaan perkapalan tetap mencatatkan kinerja buruk seperti biasanya, dan alhasil sahamnya jeblok lagi. Untuk cerita tax amnesty ini juga sama: Dalam jangka pendek memang sukses bikin saham-saham, terutama banking, berterbangan. Namun dalam jangka panjang orang-orang tetap akan balik lagi ke faktor fundamental, dimana kalau kinerja perusahaan dan kondisi makroekonomi ternyata masih suram setelah beberapa waktu, maka IHSG tetap bakal longsor lagi, tak peduli meski kebijakan tax amnesty ini tetap dilaksanakan.

Anyway, poin utama dari tax amnesty ini, seperti yang juga sudah penulis sampaikan beberapa waktu lalu, adalah bahwa Pemerintah really do something untuk perekonomian, termasuk Bank Indonesia (BI) juga mulai melonggarkan aturan penyaluran kredit untuk memfasilitasi masuknya dana repatriasi, dimana jika trend ‘kerja keras’ ini terus berlanjut maka dampak jangka panjangnya terhadap pasar saham akan luar biasa. Mei kemarin, ketika mengisi kelas investasi di Kampus Prasetiya Mulya, Jakarta Selatan, penulis mengatakan bahwa pada akhir tahun 2025 nanti, IHSG kira-kira akan berada di posisi 14,000. Sudah tentu, posisi IHSG yang setinggi itu tampak mustahil untuk dicapai jika patokannya adalah posisi IHSG pada saat ini, tapi yah, kita lihat saja 10 tahun dari sekarang, ok?

Jadwal Training/Seminar Investasi Saham: dengan Tema Value Investing: Amaris Hotel Thamrin City, Jakarta, Sabtu 30 Juli 2016. Keterangan selengkapnya baca disini. Hingga tanggal 20 Juli, masih tersedia kursi untuk 9 peserta lagi.

Komentar

myGallery mengatakan…
Pak Teguh,

Masa pengampunan pajak setau saya hanya sampai 31 Maret 2017, bukan 31 Juni 2019.
Yg sampai Juni 2019 adalah pengawasan dari pemerintah atas aset yg belum dilaporkan, bisa dikenai sanksi 200%.
Barnet mengatakan…
Pak Teguh, kalau boleh menebak saham under value yg ingin ditulis di blog adalah : BTPN ?
Asset : Rp 83.6 T, Naik terus
Equity : 15,3 T Naik terus
PBV = 0,93 (wouw utk Perusahaan dgn asset 83,6 T)
PER Tear End = 8,11 (Prognosa)

Tambahan lagi,
Hasil Buy Back BTPN = 2761 Jadi ada "KIPER" di harga atas.
Sementara harga skrg rata-rata = 2.380-2420, atau rata: 2.400

Very Under Value
Saya sudah invest lumayan di BTPN ini.
Apalgi transaksinya sudah sepi..alias nadir (kalaupun turun, dikit lagi). Tinggal nunggu Manajer Investasi yg ngeh aja utk angkat ni harga,

Mengenai masalah : Sama seperti Bank lain... NPL dan NIM
Kebetulan Cost Of Money BTPN ini agak tinggi...
So, agak longterm/midterm invest di BTPN ini

Salam Under Value
myGallery mengatakan…
Maaf Pak Teguh,

Setau saya masa Tax Amnesty ini hanya sampai 31 Maret 2017.
Teguh Hidayat mengatakan…
Terima kasih koreksinya, benar bahwa masa taz amnesty ini adalah sampai 31 Maret 2017. Artikelnya sudah diperbaiki.
Djumbo mengatakan…
Artikel yang bagus pak Teguh
Ijin share ya...
Dani Ramdhani mengatakan…
mau nanya mas Teguh, apa pengaruh langsung dari kebijakan tax amnesty ini terhadap return saham ? apakah dengan adanya tax amnesty ini return saham akan meningkat juga ? mohon penjelasannya
terima kasih

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)