Mengapa Saya Panik?

Pernahkah anda mengendarai motor/mobil tapi lupa bawa SIM? Well, penulis pernah. Beberapa waktu lalu saya naik motor dengan santai dari rumah di Selatan menuju daerah Pluit. Tapi sorenya sebelum pulang ke rumah, pas buka dompet untuk bayar sesuatu, penulis baru sadar nggak bawa SIM C, karena waktu di rumah lupa menukarnya dengan SIM A (karena di dompet udah banyak banget kartu, penulis terbiasa hanya bawa salah satu SIM, kalau nggak SIM A ya C. Kalau naiknya busway maka gak bawa SIM sama sekali). Dan ketika itulah, penulis mulai khawatir: Gimana kalau dalam perjalanan pulang nanti ketemu razia pulisi? Karena, you know, ngurus tilang ke pengadilan itu kadang lebih ribet ketimbang ke kantor pajak, apalagi disana banyak setannya (baca: calo).

Tapi untungnya penulis sukses nyampe ke rumah dengan aman sentosa. Tapi sejak itu penulis jadi lebih hati-hati: Sebelum bepergian, jangan lupa cek dompet dulu.

Nah, pengalaman diatas merupakan ilustrasi bahwa kita bisa menjadi khawatir, bingung, galau, atau panik, karena tidak melakukan sesuatu yang seharusnya, dalam hal ini karena tidak membawa SIM ketika berkendara, entah itu disengaja atau tidak. Dalam berinvestasi di pasar modal juga sama: Kalau anda membeli saham namun tanpa mengikuti ‘prosedur’, dalam hal ini melakukan analisis yang mendalam terhadap perusahaan sebelum kemudian ambil keputusan, maka bagaimana mungkin anda bisa tenang-tenang saja setelah membeli saham tersebut?

Tapi pada prakteknya, investor yang sudah cukup berpengalaman (kalau anda baru 1 – 2 tahun di market dan masih gampang panik, maka itu sangat wajar, karena normalnya seorang investor baru bisa mengendalikan emosinya setelah 3 tahun), dan sudah mahir menganalisis sekalipun kadang-kadang masih suka panik ketika saham yang dipegang turun (atau kalau naik juga sama panik, karena takut bakal turun lagi). Dan seringkali kepanikan itu timbul karena apa yang dilakukan oleh si investor itu sendiri.

Sebagai contoh, sejak duluu sekali, penulis sudah anti menggunakan margin, dan anda tahu kenapa? Karena megang duit sendiri aja kadang-kadang masih suka stress pas posisi nyangkut, apalagi duit hasil ngutang! Memang, kalau kita beli saham pake margin dan profit, maka profitnya bisa berlipat ganda karena modalnya lebih gede. Seorang teman pernah mengatakan, ‘Bunga margin kan cuma 18% per tahun. Jadi kalau kita nemu saham yang naik 40% dalam setahun tersebut, maka bunga segitu bakal ketutup bukan? Apalagi di BEI banyak banget saham-saham yang bahkan bisa naik sampai 100% atau lebih’. Well, tapi masalahnya gimana caranya kita bisa ketemu saham yang pasti bakal naik minimal sebanyak 40% tersebut? Karena ingat: Saham sebagus apapun bisa saja turun meski kinerja perusahaannya masih baik-baik saja, entah itu karena penurunan IHSG, adanya sentimen negatif, atau terjadi peristiwa penting tertentu. Jadi gimana kalau kita malah belinya saham yang justru turun 40%??? Sedangkan bunga yang 18% tadi sudah pasti akan dibayar beserta pokok utangnya, tak peduli meski posisi anda untung atau rugi. Alhasil, kalau saham anda benar naik maka keuntungan memang bakal lebih besar, tapi kalau saham anda malah turun, maka kerugiannya bakal lebih besar lagi.

Tapi intinya disini adalah, ketika anda menyadari bahwa risiko kerugian karena menggunakan margin ternyata lebih besar dibanding potensi profitnya, maka anda akan gampang khawatir kalau besok-besok saham anda atau IHSG turun. Actually, kalau pake contoh penulis yang lupa bawa SIM diatas, maka kalau anda gak bawa SIM, STNK, plus gak pake helm sekalipun (atau seat belt), maka itu bukan berarti anda pasti bakal ditilang, karena anda mungkin akan ketemu razia polisi di jalan, tapi mungkin juga tidak. Meski begitu anda tetap saja tidak akan bisa menyetir dengan tenang, karena anda tahu persis bakal ditilang kalau ketemu polisi. Dalam investasi saham juga sama: Setelah anda membeli saham maka saham anda/IHSG mungkin akan turun, tapi mungkin juga tidak. Tapi kalau anda sejak awal belinya pake margin, maka anda jadi lebih khawatir dan gampang panik kalau saham anda turun, karena anda sepenuhnya menyadari bahwa kerugian yang anda derita bakal lebih besar.

Selain menggunakan margin, tindakan yang dilakukan investor yang menyebabkan dia jadi sulit tidur nyenyak di malam hari, adalah dengan membeli saham yang jelas-jelas tidak jelas. Terus terang, penulis sampai sekarang masih bingung kenapa saham-saham seperti BEKS, CNKO, CPRO, DSFI, dll, malah lebih populer dibanding saham-saham mainstream (ASII dkk)? Termasuk kalau nanti BUMI ‘bangkit’ lagi pun, maka dia pasti bakal diburu lagi. Tapi diluar trader spekulan yang memang sengaja membeli saham-saham tersebut untuk ‘uji nyali’ tanpa peduli untung atau rugi, maka ada banyak juga ‘investor-investor lurus’ yang cuma coba-coba karena penasaran, misalnya membeli BEKS hanya karena kemarin saham ini ramai banget dibicarakan (padahal si investor ini sudah tau persis bahwa fundamental BEKS adalah nol besar), lalu ujung-ujungnya mereka jadi bingung sendiri. Termasuk kalau ternyata spekulasinya menghasilkan profit sekalipun, maka profit tersebut seringkali tidak sebanding dengan deg-degannya. Dalam beberapa kasus, seluruh perhatian si investor kemudian jadi terfokus pada saham blangsak ini, sehingga pegangan lainnya jadi terabaikan, dan kinerja portofolionya menjadi berantakan secara keseluruhan.

Logo CPRO. Ini saham apa bagusnya coba? Tapi anehnya penggemarnya banyak banget

Nah, sebenarnya masih ada banyak lagi contoh tindakan yang dilakukan oleh seorang investor yang kemudian menyebabkan si investor itu menjadi kehilangan fokus, bingung dan panik sendiri, dan pada akhirnya menderita kerugian. Tak peduli meski seorang investor sudah berpengalaman selama belasan tahun sekalipun, tapi kalau cara main dia seperti itu maka dia akan galau terus everyday.

Jadi kalau begitu gimana solusinya? Ya berinvestasilah dengan cara yang baik dan benar! Lakukan analisis dengan baik, buat investment plan, lalu ambil keputusan buy and sell. Jadilah investor yang ‘lurus’, intinya jangan macem-macem lah! Sebab seperti halnya anda harus bawa SIM dan pake helm kalau nyetir motor, maka di pasar saham juga terdapat banyak peraturan yang, meski tidak tertulis, namun harus dipatuhi tanpa bisa ditawar-tawar lagi, salah satunya adalah jangan berspekulasi. Jadi kalau sejak awal tujuan anda main saham adalah memang untuk memacu adrenalin, then go ahead, belilah saham-saham gorengan pake duit margin, kalau perlu gadai rumah sekalian! Tapi kalau anda mau invest di saham dengan tenang.. aman.. damai tentrem kertorahardjo, bisa tidur nyenyak di malam hari dan gak harus ngeliatin monitor seharian dari jam 9.00 sampai 16.00, then you know what to do :)

Tapi pak Teguh, saya ini newbie, masih gak ngerti apa-apa.. Jadi meski saya hanya membeli saham-saham yang saya anggap aman sekalipun tapi tetep aja selalu kegoda untuk ngeliat monitor, apalagi kalau saham saya udah tiga hari gak jalan-jalan padahal saham tetangga terbang.. galau saya pak! Well, seperti yang sudah disebut diatas, kalau anda masih baru di market maka mau tidak mau anda akan gampang panik, tak peduli meski anda belinya saham Unilever atau Bank BRI sekalipun. Namun poin penulis disini adalah, asalkan anda mampu bertahan dan tetap konsisten untuk menjadi investor yang benar-benar investor (yakni yang selalu melakukan analisis dengan hati-hati, dan gak beli saham hanya karena ikut-ikutan), dimana anda selalu mempertimbangkan faktor risk and gain sebelum membeli saham, maka setelah beberapa tahun, anda akan menikmati buahnya, dimana anda bisa mengambil setiap keputusan investasi dengan tenang dan fokus, dan tidak lagi gampang panik ketika IHSG turun atau semacamnya, dan sudah tentu: Perlahan tapi pasti, anda akan mulai menghasilkan keuntungan yang konsisten.

So, mari kita jawab pertanyaan diatas: Mengapa saya panik dan galau? Well, yang pertama mungkin karena anda belum cukup menguasai cara-cara analisis saham dll, dan juga belum cukup berpengalaman dalam menghadapi fluktuasi market. Tapi kalau saya sudah ngerti cara analisis dan juga sudah lumayan lama di market, maka kenapa kok sampe sekarang masih galau juga? Kalau gitu coba cek lagi, anda sudah investasi dengan baik dan benar belum? Kalau anda masih suka ‘icip-icip saham yang (ngarepnya) bakal terbang’, ya jelas galau lah! Apalagi kalau belinya pake margin, udah gitu beli cuma ikut-ikutan saham yang ‘lagi rame’, padahal anda tahu persis saham itu fundamentalnya jelek. Intinya jadilah investor yang lempeng, jangan macem-macem, dan selalu pertimbangkan risk and gain sebelum membeli saham tertentu (kebanyakan orang cuma liat ‘prospek’ saham, tanpa mempertimbangkan risikonya). Jadi jika anda menemukan saham yang, setelah dipelajari mendalam ternyata risikonya lebih besar ketimbang potensi profitnya, maka ya sudah jangan beli! Karena, ingat sekali lagi: Kalaupun anda beli saham itu dan ternyata hasilnya untung, maka belum tentu profit tersebut sebanding dengan deg-degannya. Sebab seperti yang sudah sering penulis sampaikan di banyak artikel: Dalam investasi saham itu yang penting bukan cuma cuan, tapi juga perasaan kalem dan santai ketika meng-hold saham tersebut, dimana hanya dengan cara itulah kita akan mampu fokus, dan pada akhirnya menghasilkan cuan yang lebih besar lagi.

Okay, I think that's enough, minggu depan kita akan bahas sedikit soal Bank CIMB Niaga (BNGA).

Jadwal Seminar Investasi Saham: Value Investing, Jakarta, Sabtu 24 September. Peserta terbatas, hanya 30 orang. Keterangan lebih lanjut baca disini.

Komentar

Hermina Hasan mengatakan…
Saya sekarang baru sadar betul kalau apa yang dikatakan pak teguh memang benar... 2 tahun saya main saham lebih banyak gak sabarnya dari pada sabarnya dan bahkan karena itu saya juga menarik semua dana saya di akun saya karena bosan liat saham yang saya pegang malah gak naik2, padahal waktu itu saya pegang SMBR di harga 300an, hampir 70% lagi dari dana saya,
begitu sekarang iseng coba2 liat akun yang sudah kosong tak tersisa...kaget bukan kepalang... ternyata harganya sudah naik 5 kali lipat... seandainya saya tidak menjualnya mungkin sudah kaya raya he he.... lebih kaya dari tetangga saya yang rumahnya kena proyek tol ha ha...

Tapi, biar bagaimana pun, saya merasa waktu dua tahun ini jadi pelajaran berharga bagi saya... nantinya tak ada lagi kata panik dan gak sabar... mau bagaimana pun isunya saya akan tetap pegang saham yang prospeknya bagus dan nilainya masih murah...

Thanks ilmunya pak teguh...
Unknown mengatakan…
Terimakasih
Unknown mengatakan…
mas teguh, dalam menggunakan kalkulator intrisik apakah pertumbuhan CAGR itu sama dengan ROE?
ara mengatakan…
BEKS diharapkan bernasib seperti BJTM, BJBR setelah jadi Bank Banten, sama-sama Bank Daerah.

CPRO dan DSFI untung, ini kata laporan keuangannya.

Itu analisis yang muncul di media. Beberapa pengamat pasar modal pun punya analisis yang sama.

ASII dibandingkan BEKS, CPRO dan DSFI rasanya terlalu jauh, setidaknya skala kapitalisasinya dan sejarah manajemennya. Seingat saya Pak Teguh juga pernah menganalisis DGIK dan ratingnya cukup baik, hanya di bawah NRCA. Lalu bagaimana kinerja keduanya?

Lalu apa ukuran saham yang jelas-jelas? mana saham yang jelas?

Bagaimana dengan SRIL, kinerjanya baik, gerakannya liar, lalu masuk ke manakah saham ini? Apakah sekelas dengan BEKS, CPRO, DSFI? Apakah sekelas dengan ASII, BBRI?

Mohon pencerahannya, Pak.
Unknown mengatakan…
@Hermina Hasan:
Saya juga pegang di 300 an, tapi tidak saya jual. karena profit marginnya 40%. Kalau orang chinese bisnis. margin 40% itu di keep. akhirnya ya lumayan walaupun harus nunggu 2 tahun
Pembaca setia mengatakan…
Pak, sdh waktunya bahas BNGA... hehe
Unknown mengatakan…
kalau main saham.buat 2 account. account pertama untuk investasi dengan porsi 70%. account ke 2 untuk trading dengan porsi 30%. jadi kita account pertama untuk saham2 fundamental.account ke dua untuk growth stock dengan profit dan risk yang lebih besar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?