Bank BJB (BJBR), dan Hubungannya Dengan Jiwasraya

Saham Bank BJB (BJBR), seperti yang kita ketahui, adalah satu dari sejumlah ‘saham gorengan’ yang disebut-sebut dipegang dalam jumlah besar oleh Jiwasraya dan Asabri. Dan seperti halnya saham-saham lainnya yang juga dipegang oleh kedua institusi tersebut, yang ramai-ramai turun setelah kasusnya mencuat ke publik, maka BJBR juga sudah turun sangat signifikan jika dihitung dari posisi tertingginya yakni 3,390, akhir tahun 2016 lalu, hingga sekarang sudah di level 1,010. Menariknya, berbeda dengan katakanlah Indofarma (INAF), Semen Baturaja (SMBR), apalagi Hanson International (MYRX), atau Trada Alam Minera (TRAM), maka fundamental BJBR tampak not too bad, dan yang paling menarik adalah dividennya, yang tahun lalu mencapai Rp89 per saham. Sehingga pada harga saham 1,010, yield-nya mencapai hampir 9%. Time to buy?

 

***

Jadwal Seminar Value Investing: Metode Paling Santai Sekaligus Paling Menguntungkan Dalam Investasi Saham: Jakarta, Sabtu 1 Februari 2020. Info selengkapnya baca disini, tersedia diskon jika mendaftar untuk dua atau tiga peserta sekaligus. Ada pertanyaan, bisa telp/Whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).

Untuk Kelas Advanced, jadwalnya adalah juga di Jakarta, Minggu 2 Februari 2020. Dan infonya bisa dibaca disini.

***

PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat & Banten, Tbk, adalah bank daerah yang dimiliki secara bersama-sama oleh Pemprov Jawa Barat, Pemprov Banten, dan Pemerintah Kota/Kabupaten di Wilayah Jabar dan Banten, yang secara khusus menyediakan kebutuhan layanan perbankan untuk warga Jabar dan Banten. Namun sejak perusahaan IPO pada tahun 2010, manajemen melakukan rebranding dengan mengubah nama ‘Bank Jabar’ menjadi ‘Bank BJB’, dan melakukan banyak ekspansi layaknya bank nasional, termasuk dengan membuka banyak kantor cabang diluar Jabar/Banten. Hingga per akhir tahun 2018, BJBR sudah memiliki 65 lokasi kantor cabang, belum termasuk kantor cabang pembantu, kantor kas, payment point dll, yang tersebar dari Sumatera Utara, hingga Bali. Perusahaan juga banyak menciptakan inovasi produk di bidang perbankan dan keuangan, sehingga diluar produk tabungan dan kreditnya, pada hari ini BJBR juga menyediakan jasa bancassurance, reksadana, dana pensiun lembaga keuangan, bank guarantee, treasury service termasuk menjadi agen untuk Obligasi Negara Ritel, hedging instrument, hingga international banking untuk pengiriman uang keluar negeri dll. BJBR juga menyediakan layanan pembayaran samsat dll, priority banking (BJB Precious), kartu kredit, dan tentunya BJB Syariah. Sehingga jika BJBR masih dikategorikan sebagai ‘bank daerah’, maka BJBR adalah bank daerah dengan layanan paling komplit di Indonesia.

Dan posisi BJBR sejak awal memang diuntungkan dengan statusnya sebagai bank daerah tersebut, dimana perusahaan tidak perlu repot-repot cari nasabah, karena hampir seluruh Aparatur Sipil Negara di Jabar plus Banten (yang jumlahnya paling banyak se-Indonesia) akan otomatis punya rekening disitu. Sedangkan untuk penyaluran kreditnya juga sama, dimana konsumen terbesar BJBR adalah para ASN yang butuh dana untuk kebutuhan sehari-hari, usaha kecil-kecilan, atau KPR. Sehingga ketika manajemen memutuskan untuk ‘keluar dari zona nyaman’ dengan ekspansi keluar dari Jabar & Banten itu sendiri, dan juga menciptakan banyak produk baru yang belum tentu dibutuhkan oleh para ASN tersebut, maka sebenarnya itu agak berisiko, tapi sejauh ini hasilnya terbilang memuaskan, atau bahkan sangat memuaskan. You see, pada akhir 2009, BJBR mencatat aset Rp32.4 trilyun, ekuitas Rp3.1 trilyun, dan pendapatan Rp3.9 trilyun. Dan per Kuartal III 2019, atau hampir 10 tahun kemudian, asetnya sudah tembus Rp123 trilyun, ekuitas Rp10.8 trilyun, dan pendapatan disetahunkan Rp11.9 trilyun. Menariknya, peningkatan nilai aset dll hingga 4 kali lipat dalam waktu kurang dari 10 tahun tersebut sukses dicapai ketika BJBR selama ini sangat royal dalam hal dividen, dimana perusahaan membayar dividen sebesar 55 – 65% dari laba bersihnya saban tahun. Total dividen yang dibayarkan itu sendiri tercatat Rp6.7 trilyun, untuk tahun fiskal 2010 – 2018.

Dengan demikian, jika kita memperhitungkan dividennya, maka nilai aset bersih BJBR sukses bertumbuh lebih dari 5 kali lipat dalam 10 tahun terakhir, yang tentu saja merupakan salah satu pencapaian terbaik dibanding rata-rata perusahaan lainnya di BEI, dan juga tidak kalah dibanding big four BCA, Mandiri, BRI, dan BNI. Nah, sebenarnya, karena faktor dividennya inilah, BJBR mungkin tidak terlalu menarik untuk investasi jangka panjang, karena pertumbuhan aset bersihnya jadi agak lamban. Dan penulis sendiri di masa lalu hanya menjadikan BJBR ini sebagai ‘saham dividen’, dimana kita beli sahamnya pada awal tahun menjelang dividen itu dibagikan (biasanya di bulan Mei), lalu setelah itu jual, dan tunggu sampai tahun berikutnya lagi. Dan memang, antara tahun 2010 hingga 2015, saham BJBR cenderung hanya mondar mandir di rentang 750 – 1,100, dan baru naik diatas itu pada tahun 2016, tapi belakangan ketahuan kalau itu ternyata karena ‘digoreng’ oleh Jiwasraya.

Pengaruh Kasus Jiwasraya?

Sehingga ketika bandar BJBR ini kemarin masuk kandang, maka praktis BJBR turun lagi, but so far penurunannya tidak sampai mati di gocap seperti banyak saham-saham gorengan lainnya, dan penulis tidak melihat bahwa BJBR akan anjlok separah itu, karena apa? Karena berbeda dengan saham-saham lainnya yang pernah dipegang Jiwasraya dan Asabri, yang rata-rata fundamentalnya sangat buruk sehingga sahamnya sejak awal tidak layak investasi dan sudah sepantasnya berada di titik harga terendah, maka BJBR bukan perusahaan jelek, dan perusahaan/manajemennya sendiri tidak terlibat dengan transaksi repo, aksi goreng saham, atau apapun yang dilakukan oleh Jiwasraya dkk, dimana sejak IPO-nya pada tahun 2010 lalu, setelah itu BJBR tidak pernah menggelar right issue atau semacamnya, melainkan tetap fokus di bidang usahanya sebagai perusahaan perbankan (bandingkan dengan MYRX, misalnya, yang sebelum sekarang sahamnya mati di gocap, perusahaan pernah right issue, meng-IPO-kan anak usahanya, stocksplit, private placement, transaksi repo, hingga menerbitkan ‘deposito’ yang kemudian disemprit oleh OJK, tapi disisi lain gak pernah bayar dividen, karena perusahaannya memang tidak menghasilkan keuntungan apapun!). BJBR juga tidak tercatat memiliki relasi atau melakukan kerjasama apapun dengan Jiwasraya (di semua dokumen BJBR, tidak disebut Jiwasraya kecuali sebagai salah satu pemegang saham minoritas), dan tidak termasuk dari tujuh bank yang menjadi agen produk JS Saving Plan, yang dijual oleh Jiwasraya.

Nah, jadi untuk saham-saham lainnya yang juga ‘terlibat’ skandal Jiwasraya, maka mereka ya memang sudah habitatnya di level gocapan, atau bahkan bangkrut karena sejak awal perusahaannya didirikan hanya untuk menggasak dana milik investor di bursa. Sedangkan BJBR? Well, sebelum digoreng pada tahun 2016 lalu, dia berada di rentang 750 – 1,100, dan penulis kira untuk kedepannya BJBR akan kembali stabil di rentang tersebut. Karena diluar fluktuasi sahamnya yang ekstrim pada tahun 2016 – 2020 ini, tapi kualitas fundamental BJBR secara umum tidak banyak berubah dibanding 5 tahun lalu, dan demikian pula kebijakan dividen jumbo-nya belum berubah.

Sehingga dengan demikian, strategi investasinya juga tidak berubah: Sahamnya baru menarik untuk dibeli jika dividend yield-nya mencapai 8 – 9%, yang itu artinya pada rentang harga 900 – 1,000. Kemudian untuk timing-nya, BJBR bisa dibeli menjelang pembagian dividennya, dimana harganya biasanya akan naik dengan kenaikan lebih tinggi dibanding nilai dividennya itu sendiri. Contoh, pada bulan April 2014, BJBR membayar dividen Rp78 per saham. Dan harga sahamnya itu sendiri? Well, antara Januari – Maret 2014, BJBR naik dari 880 hingga 1,150 dalam waktu persis 3 bulan, atau naik 270 point, sebelum kemudian turun karena dividennya memang sudah dibayarkan pada bulan April-nya.

Dan secara historis sebelum tahun 2016, BJBR memang biasanya naik signifikan antara bulan Januari – Maret. Nah, karena sekarang masih awal tahun, dan BJBR juga memang sudah berada di ‘habitat’-nya lagi, maka mari kita lihat: Jika perusahaan kembali membayar dividen pada bulan Mei, seperti tahun 2019 lalu, maka sahamnya baru akan gerak sejak sekitar tiga bulan sebelumnya, alias Februari atau paling lambat Maret. Karena disisi lain BJBR ini masih dalam strong downtrend sejak November 2019 lalu (dan kasus Jiwasraya dll memang baru ramai pada November tersebut), maka memang biasanya sahamnya akan mengalami jeda waktu barang beberapa minggu hingga 1 – 2 bulan untuk bergerak stabil di rentang harga tertentu, sebelum kemudian naik lagi. Kemudian kalau kita lihat kondisi pasar/IHSG-nya, yang sampai hari ini masih galau karena masih adanya kekhawatiran terkait skandal Jiwasraya dan Asabri (sekarang malah mulai rame Bumiputera), maka investor memang masih perlu waktu beberapa saat lagi, untuk bisa menyadari bahwa meskipun saham BJBR ini sempat digoreng oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab, tapi perusahaannya no problem at all, dan kinerjanya justru terbilang bagus.

Jadi kesimpulannya, everything’s match: BJBR akan sangat menarik untuk dibeli pada sekitar awal Maret nanti, terutama jika anda bisa dapet harga 900 – 1,000. Sebab jika diatas itu, maka yield-nya akan kurang dari 8%, dan kenaikannya mungkin tidak akan signifikan karena disisi lain, ada beberapa saham lainnya di BEI yang yield-nya sama atau lebih besar, tapi tidak ‘terlibat’ dengan Jiwasraya atau semacamnya. Well, mari kita lihat lagi nanti perkembangannya bagaimana, sekitar sebulan dari sekarang.

Okay, untuk mingdep, mau bahas saham apa lagi? Atau kita investigasi lagi laporan keuangan Bumiputera, Taspen dst?

***

Jadwal Seminar Value Investing: Metode Paling Santai Sekaligus Paling Menguntungkan Dalam Investasi Saham: Jakarta, Sabtu 1 Februari 2020. Info selengkapnya baca disini, tersedia diskon jika mendaftar untuk dua atau tiga peserta sekaligus. Ada pertanyaan, bisa telp/Whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).

Untuk Kelas Advanced, jadwalnya adalah juga di Jakarta, Minggu 2 Februari 2020. Dan infonya bisa dibaca disini.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

saptaputra.p mengatakan…
Terima kasih Pak Teguh untuk informasi yang mencerahkan. Saya selalu membaca ulasan-ulasan Pak Teguh setiap minggu. Apakah boleh saran untuk ulasan prospek saham Bank Ina Perdana (BINA) setelah Anthony Salim menjadi pemegang saham pengendali. Terima kasih.
Naufan mengatakan…
Terima kasih. Penjelasannya detail sekali. Sangat bermanfaat.
Dane mengatakan…
Yes.. bumiputera, taspen.. secara ga langsung bantuin masyarakat (ato pemerintah jg?) utk bedah lap keuangan klo ada yg aneh 😁
Rotua mengatakan…
Bahas Diamond, Pak. Gimana kira-kira prospeknya untuk jangka panjang?
Unknown mengatakan…
Menarikkah saham mpmx dg deviden jumbo nya?
Mohon di bahas, trimakasih sebelumnya

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)