Peluang dari Saham Ekspor Udang

Indonesia, seperti yang kita ketahui, memiliki banyak dan beragam sumber daya alam. Kita saat ini merupakan produsen CPO terbesar di dunia, produsen batubara terbesar kelima di dunia, produsen nikel terbesar di dunia, produsen timah terbesar kedua di dunia, dan produsen karet terbesar kedua di dunia. Tapi mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Indonesia juga merupakan salah satu dari sepuluh negara eksportir ikan dan produk-produk perikanan terbesar di dunia, dimana berdasarkan data dari Statista.com, Indonesia mengekspor udang, ikan beku, dan ikan segar senilai US$ 4.4 milyar pada tahun 2019. Faktanya, nilai ekspor tersebut seharusnya lebih besar lagi jika Pemerintah bisa lebih tegas dalam menghalau kapal-kapal asing yang menangkap ikan laut secara ilegal di perairan Indonesia, yang memang sangat luas.

***

Ebook Investment Planning yang berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi Kuartal II 2021 sudah terbit! Dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

***

Anyway, dari nilai ekspor produk-produk perikanan yang tercatat, maka sekitar sepertiga diantaranya berasal dari Provinsi Jawa Timur, yang merupakan lokasi asal perusahaan udang yang akan kita bahas di kesempatan kali ini. Yup, PT Panca Mitra Multiperdana, Tbk (PMMP) adalah perusahaan eksportir udang jenis vannamei dan black tiger (udang windu) asal Situbondo, Jawa Timur (plus punya lokasi operasional di Tarakan, Kalimantan Utara), yang sejak berdirinya pada tahun 2004 sampai hari ini sukses menjadi eksportir udang terbesar kedua di Indonesia, dimana volume ekspornya (mayoritas ke Amerika Serikat) yang dulu hanya 600 ton pada tahun 2005, tumbuh menjadi 10,000 ton di tahun 2016, tumbuh lagi menjadi 15,000 di tahun 2019, dan terakhir tembus 18,000 ton di tahun 2020. Perusahaan memperoleh sebagian besar suplai udangnya dari petani tambak yang tersebar di Jawa Timur, dimana selain menjualnya kembali keluar negeri dalam kondisi beku, PMMP juga mengolah udang tersebut menjadi cooked shrimp, ebi sushi, dan tempura, lalu baru diekspor. Pada tahun 2020 lalu, ketika sebagian besar perusahaan lainnya di Indonesia mengalami penurunan kinerja karena efek pandemi, PMMP tetap membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersih yang signifikan, seiring dengan terus meningkatnya permintaan udang dari Amerika Serikat. Malah justru karena tingginya permintaan tersebut, maka kesulitan yang dihadapi manajemen PMMP bukan lagi terkait bagaimana mencari pembeli untuk produk-produknya, melainkan bagaimana cara mengamankan pasokan udang sebanyak-banyaknya dari petani tambak.


Dan ketika kita berbicara mengenai bisnis ekspor udang, maka agar bisa membeli lalu menyimpan persediaan udang dalam jumlah besar, sebuah perusahaan harus memiliki cold storage dengan kapasitas yang cukup. Karena itulah, ketika PMMP go public pada bulan Desember 2020 dan memperoleh tambahan modal disetor Rp113 milyar, maka uangnya langsung digunakan untuk membangun pabrik pengolahan dan cold storage baru, dan membeli lebih banyak suplai udang. Sebelumnya, PMMP juga sudah menggunakan utang bank jangka pendek untuk membeli persediaan udang, sehingga pada laporan keuangan terakhirnya per 31 Maret 2021, PMMP mencatat total liabilitas $183 juta, berbanding ekuitas $69 juta. Sedangkan dari total asetnya sebesar $253 juta, maka sebagian besar yakni $165 juta merupakan persediaan udang. Ekspansi yang agresif ini mungkin terdengar mengkhawatirkan, karena PMMP berisiko mengalami kerugian besar jika permintaan udang dari Amerika Serikat tiba-tiba turun. Sebab udang merupakan fast moving consumer goods yang tidak bisa disimpan terlalu lama di cold storage (maksimal sekitar 6 bulan), sehingga perusahaan bisa mencatat kerugian penurunan nilai persediaan jika persediaan tersebut tidak juga laku terjual, sedangkan disisi lain bunga bank tetap harus dibayar.

Meski demikian, berdasarkan catatan kinerjanya sejak setidaknya tahun 2017, maka nilai persediaan yang dimiliki perusahaan ketika itu sudah sangat besar (dibanding total nilai aset perusahaan), demikian pula dengan utang bank-nya. Tapi seiring dengan terus meningkatnya permintaan udang dari luar negeri, maka volume ekspor perusahaan terus bertumbuh, dan demikian pula pendapatan dan laba bersihnya juga terus naik. Faktanya salah satu alasan pesatnya pertumbuhan PMMP dibanding perusahaan sejenis adalah simply karena lokasi pabriknya yang di Situbondo terbilang dekat dengan pelabuhan di Kota Surabaya, dimana perusahaan hanya perlu waktu 10 jam untuk mengangkut udang beku menggunakan truk (bisa berkurang menjadi 5 jam jika nanti sudah selesai dibangun jalan tol), sehingga pengirimannya bisa lebih sering dilakukan. Ini sekali lagi menunjukkan bahwa tidak ada masalah dari sisi demand untuk produk-produk perikanan asal Indonesia, melainkan tinggal bagaimana perusahaan bisa memenuhi demand tersebut.

Kemudian Pemerintah sendiri melalui melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Maret 2020 lalu membentuk kelompok kerja (POKJA) ekspor udang, dengan target meningkatkan ekspor udang nasional dari 147,000 ton di tahun 2019, menjadi 367,000 ton di 2024. Nah, karena pada tahun 2020, ekspor udang Indonesia kembali tumbuh mencapai 177,000 ton, maka kita bisa katakan bahwa pertumbuhan ekspor udang ini sudah on track untuk mencapai targetnya di tahun 2024, mungkin bahkan lebih. Kemudian seperti yang kita ketahui, kebijakan Federal Reserve untuk mencetak uang Dollar baru dalam jumlah besar (untuk stimulus ekonomi) menyebabkan masyarakat Amerika Serikat mengimpor lebih banyak barang dan jasa dari luar negeri, termasuk udang dari Indonesia, dimana data terakhir per Mei 2021 menunjukkan rekor nilai impor $277.2 milyar. Jika trend kenaikan nilai impor Amerika ini berlanjut, dan kelihatannya memang demikian, maka volume ekspor udang dari Indonesia ke Amerika juga akan kembali bertumbuh.

Dan kita beruntung karena salah satu perusahaan terbesar di bidang ekspor udang ini merupakan perusahaan Tbk yang sahamnya bisa kita beli, dan untungnya pula pada valuasi yang masih murah. Yup, pada harga Rp434, dan berdasarkan laporan keuangan terbarunya di Kuartal I 2021, PMMP mencatat PER 3.9 kali, dan PBV 1.0 kali. Berdasarkan kinerja terbarunya tersebut, dan berdasarkan asumsi PER wajar 10 kali, maka PMMP bisa naik sampai Rp1,100. Sedangkan jika perusahaan bisa mencapai targetnya untuk terus meningkatkan volume ekspor udangnya di tahun 2021 ini dan tahun-tahun selanjutnya, maka sahamnya bisa naik sampai berapa saja. Semoga!

Keterbukaan informasi: Artikel ini juga akan ditampilkan di kolom Investment Ideas, Majalah Forbes Indonesia, edisi Agustus 2021. Ketika analisa ini diposting, Avere sedang dalam posisi memegang PMMP di harga rata-rata Rp358. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.

***

Ebook Investment Planning yang berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi Kuartal II 2021 sudah terbit! Dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

Dapatkan postingan via email

Komentar

udanganeh mengatakan…
inventory udangnya rada aneh. sampai 400hari. emang bisa udang tahan selama itu walau difreezer? cashnya juga terlalu kecil dibanding aset
Anonim mengatakan…
Lhaa.. CPRO yg duluan olah udang beku gimana nasibnya pak. Apa masih ada harapan pegang CPRO?
Anonim mengatakan…
Pak
LK Q2 sudah keluar....bisa tlg dibahas lagi prospek PMMP ke depan nya? apakah masih bagus?

Trims

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)