Prospek Unilever (UNVR) Menjelang Penggantian Presiden Direktur

PT Unilever Indonesia, Tbk (UNVR) sudah merilis laporan keuangan Q3 2023 pada hari Rabu, 25 Oktober kemarin, dengan kinerja pendapatan serta laba bersih yang relatif lebih baik dibanding kuartal sebelumnya (Q2 2023), namun masih cenderung turun dibanding periode yang sama tahun 2022. Dan bila penurunan tersebut berlanjut hingga akhir tahun nanti, maka genap sudah kinerja UNVR turun selama empat tahun berturut-turut sejak tahun 2020 lalu. Masih di hari yang sama, manajemen UNVR juga merilis keterbukaan informasi yang menyebutkan bahwa Ibu Ira Noviarti mundur dari jabatannya sebagai presiden direktur perusahaan, dan posisinya direncanakan akan digantikan oleh Mr. Benjie Yap, yang saat ini masih menjabat sebagai CEO Unilever Philippines, Inc.

***

Ebook Market Planning edisi November 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

***

Nah, karena Ibu Ira sendiri menjabat presdir UNVR sejak tahun 2020 lalu, maka pengunduran dirinya disebut-sebut karena gagal membawa perusahaan untuk kembali membukukan pendapatan dan laba yang konsisten bertumbuh seperti di masa lalu. Dan jika benar demikian alasannya, maka apakah prospek UNVR akan lebih baik di bawah presdir yang baru? Untuk menjawab itu mari kita pelajari lagi perusahaan sejak awal.

PT Unilever Indonesia, Tbk, seperti yang kita ketahui, merupakan perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) terbesar, terpopuler, dan termapan di Indonesia yang sudah beroperasi sejak tahun 1933, dan merupakan bagian dari Unilever Plc. asal Inggris – Belanda. Produk pertama yang diluncurkan perusahaan adalah sabun mandi Lux pada tahun 1936 (dan masih diproduksi sampai hari ini), dan setelah itu perusahaan juga meluncurkan produk-produk sabun mandi, deterjen, pembersih, penyedap rasa, susu dan olahannya, es krim, kosmetik, minuman teh, jus buah, dan seterusnya, dengan merk-merk yang sudah sangat melekat di benak masyarakat Indonesia seperti Sunlight, Royco, Wall’s, Kecap Bango, Pepsodent, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Rinso, Molto, dan masih banyak lagi. UNVR saat ini memiliki 9 pabrik di Jawa Barat dan Jawa Timur, serta 43 merk produk konsumer yang hampir seluruhnya merupakan market leader di bidangnya masing-masing. Secara keseluruhan, UNVR menguasai 32.3% pangsa pasar FMCG di Indonesia pada akhir tahun 2022.

Kemudian meski bisnis perusahaan bisa dibilang sudah mature pada sekitar tahun 2005, ditandai dengan pembayaran dividen sebesar 100% laba perusahaan di tahun tersebut (sehingga perusahaan tidak lagi menyisihkan laba untuk pengembangan usaha), namun UNVR tetap mampu berekspansi dengan masuk ke bisnis jus buah dengan akuisisi merk Buavita dan Gogo, membangun pabrik skincare di Cikarang, hingga membangun pabrik kecap dan bumbu masak, juga di Cikarang. Disisi lain UNVR bisa secara bertahap menaikkan harga jual produknya seiring inflasi, sehingga pendapatan dan labanya bisa tetap naik dari tahun ke tahun meskipun mungkin volume penjualannya cenderung stagnan. Hasilnya, UNVR mencetak rekor pendapatan Rp27 triliun pada tahun 2012, naik dua kali lipat dibanding lima tahun sebelumnya, dan setelah itupun angka pendapatan tersebut terus naik hingga mencapai Rp42.9 triliun, dengan laba bersih Rp7.4 triliun, pada tahun 2019 (Catatan: Sebenarnya laba UNVR mencapai rekor tertingginya, yakni Rp9.1 triliun, pada tahun 2018, tapi itu termasuk keuntungan divestasi aset spread sebesar Rp2.8 triliun yang sifatnya non operasional. Jadi jika keuntungan divestasi tersebut tidak dihitung, maka rekor laba tertinggi UNVR terjadi di tahun 2019, sebesar Rp7.4 triliun itu tadi).

Namun memasuki tahun 2020, seperti yang kita ketahui Indonesia dihantam pandemi dan resesi, dan imbasnya laba UNVR menyusut menjadi Rp7.1 triliun, meskipun pendapatannya masih naik tipis dibanding 2019. Tapi pada titik ini penurunan kinerja tersebut bisa dimaklumi karena perusahaan-perusahaan lain di Indonesia juga rata-rata mengalami penurunan kinerja. Sehingga seiring dengan ditemukannya vaksin dan diberlakukannya new normal pada akhir tahun 2020, maka investor termasuk penulis sendiri tetap bersikap optimis bahwa laba UNVR akan naik lagi pada tahun berikutnya (2021). Dan alhasil saham UNVR hingga akhir tahun 2020 tetap bertahan di level 7,000 – 8,000.

Sayangnya memasuki tahun 2021, UNVR ternyata kembali mengalami penurunan laba menjadi Rp5.8 triliun, dan barulah pada titik ini investor lempar handuk dimana sahamnya anjlok dari 8,000-an sampai mentok 3,200. Memasuki tahun 2022, lagi-lagi labanya turun menjadi tinggal Rp5.4 triliun, dan kali ini penulis sendiri mulai berpikir bahwa ada something wrong dengan UNVR, karena faktanya pada tahun 2022 tersebut situasi pandemi sudah reda sama sekali, ditandai dengan kembali dibukanya Pulau Bali untuk wisata asing, orang-orang bisa bepergian tanpa tes PCR/swab, dll. Dan demikian pula pertumbuhan ekonomi kembali mencapai 5% per tahun, yang terutama didorong oleh pertumbuhan konsumsi dalam negeri. Jadi kenapa kok laba UNVR masih turun juga?

Hingga pada Q3 2023 barusan, setelah pendapatan dan laba UNVR kembali turun dibanding periode yang sama tahun 2022, maka jelas sudah bahwa masalahnya ada di internal UNVR itu sendiri. Dan manajemen Unilever Plc. sebagai induk perusahaan langsung bergerak cepat: Seperti disebut di atas, masih di hari yang sama ketika UNVR merilis LK Q3, UNVR juga mengumumkan pengunduran diri Ibu Ira Noviarti sebagai presdir.

Okay, lalu ketika tadi di atas disebut ada something wrong dengan UNVR, maka apa saja yang wrong tersebut? Terkait hal itu maka kita bisa baca laporan tahunan UNVR untuk tahun 2022, di bagian ‘Perbandingan antara Target/Proyeksi pada Awal Tahun Buku dengan Hasil yang Dicapai’. Intinya, manajemen UNVR sendiri menganggap bahwa tahun 2020 dan 2021 merupakan tahun-tahun yang berat, dan karena itulah pada awal tahun 2022 lalu mereka menyusun strategi baru yang diharapkan bisa memperbaiki kinerja perusahaan untuk tahun 2022 tersebut dan seterusnya, dimana ringkasan strateginya adalah sebagai berikut:

  1. Memperkuat power of brand dari merk-merk produk yang dimiliki perusahaan dengan cara belanja iklan lebih besar, dalam hal ini sekitar 30% lebih tinggi dibanding tahun 2021. Ini untuk merespon ketatnya persaingan seiring munculnya banyak produk kompetitor baru dalam beberapa tahun terakhir.
  2. Meluncurkan produk premium untuk menjangkau kelompok konsumen menengah ke atas, dan sebaliknya juga meluncurkan produk kemasan ekonomis untuk menjangkau konsumen menengah kebawah. Misalnya untuk sabun cuci piring merk Sunlight, maka UNVR meluncurkan kemasan pouch 90 ml seharga Rp2,000 saja. Strategi ini diharapkan bisa kembali meningkatkan penjualan yang sempat turun karena melemahnya daya beli masyarakat.
  3. Ekspansi ke ecommerce. Jadi selain jualan melalui distributor tradisional, perusahaan sejak semester dua tahun 2021 juga mulai jualan melalui internet dan aplikasi. Perusahaan juga mengurangi aset distributive trade (DT) yang dimiliki dari 600 menjadi hanya 467 DT, yakni agar biaya distribusi produk menjadi lebih efisien, dan harapannya meningkatkan margin laba.
  4. Penerapan teknologi (e-everything) di semua lini bisnis, juga untuk efisiensi, dan
  5. Terus meluncurkan inovasi produk-produk baru, yang kali ini diupayakan menjangkau segmen produk inti, segmen premium, dan segmen ekonomis.

Okay, lalu bagaimana hasilnya? Ya bisa dilihat sendiri di laporan keuangannya: Seperti disebut diatas, laba UNVR di tahun 2022 tercatat turun dibanding tahun 2021, dan hingga Q3 2023 juga masih turun dibanding periode yang sama tahun 2022. Jadi bisa dibilang bahwa strateginya belum berhasil, setidaknya hingga hari ini. Dan memang penulis sendiri melihat bahwa ke-lima strategi diatas, meski sudah menyasar sejumlah problem seperti ketatnya persaingan (dengan cara menaikkan anggaran belanja iklan), tapi masih ada beberapa masalah lainnya yang belum ter-address, seperti:

  1. Tingginya kenaikan harga bahan baku akibat naiknya inflasi pasca pandemi,
  2. Masih lemahnya segmen produk skincare, dimana kalau kita bicara skincare maka jarang ada yang menyebut nama Unilever meskipun sebenarnya perusahaan punya beberapa merk di segmen ini, misalnya Pond’s. Padahal segmen inilah yang tumbuh sangat pesat di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, dan
  3. Masih lemahnya segmen produk higienis serta healthcare, yang juga tumbuh pesat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kesehatan pasca pandemi. Misalnya, manajemen UNVR bisa saja ekspansi besar-besaran untuk produk sabun cuci tangan dan wet wipes (tisu basah) Lifebuoy, tapi mereka tidak melakukannya. Dan bahasa iklannya juga masih jadul seperti ‘Sabun mandi Lifebuoy membunuh kuman’, atau semacamnya.
Hingga akhir tahun 2022, pendapatan UNVR masih didominasi merk Sunlight dkk. Sedangkan merk skincare seperti Glow&Lovely dan Pond's, nilai penjualannya relatif masih kecil. 

Intinya sih, jika ada yang bilang bahwa Ibu Ira dipaksa mundur karena beliau memang tidak perform, maka penulis setuju dengan pendapat tersebut. Jadi dengan sekarang UNVR (akan segera) punya presdir baru, dalam hal ini Mr. Benjie Yap yang sebelumnya merupakan CEO Unilever Filipina, maka diharapkan strategi perusahaan kedepannya akan berubah, dan kali ini harusnya hasilnya juga akan lebih baik.

Sayangnya, Unilever Philippines, Inc. (UPI) itu sendiri merupakan perusahaan private, jadi tidak tersedia informasi soal bagaimana kinerja perusahaan dalam lima tahun terakhir. Namun berdasarkan laporan tahunan Unilever Plc., maka diketahui bahwa UPI di sepanjang tahun 2022 mengakuisisi sejumlah aset berupa gedung kantor, pabrik, dan gudang kawasan industri, baik itu di Ibukota Manila dan juga kota-kota lainnya di Filipina, dan itu cukup menunjukkan bahwa UPI sukses bertumbuh hingga perusahaan perlu menambah aset fisiknya. Jadi mungkin karena itulah Mr. Yap kemudian diberikan tanggung jawab yang lebih besar, yakni memimpin Unilever Indonesia. (Catatan: Karena tidak ada laporan keuangannya, maka penulis tidak bisa membandingkan nilai aset, pendapatan, dan laba bersih UNVR dengan UPI. Namun berhubung gross domestic product Indonesia jauh lebih besar dibanding Filipina, maka bisa kita asumsikan bahwa UNVR juga lebih besar dibanding UPI).

Kesimpulannya, penggantian pucuk manajemen UNVR ini merupakan kabar baik, dan terdapat peluang bahwa pendapatan serta laba perusahaan akan kembali bertumbuh mulai tahun 2024 nanti. Jadi bagi anda yang pegang sahamnya, hold saja, dan mudah-mudahan UNVR segera mengumumkan keterbukaan informasi berikutnya, yakni pengangkatan Mr. Benjie Yap sebagai presiden direktur perusahaan. Dan setelah itu nanti kita lihat lagi bagaimana update strategi manajemen, mudah-mudahan kali ini lebih menyasar masalah-masalah, atau lebih tepatnya peluang, yang disebut diatas.

***

Ebook Market Planning edisi November 2023 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis info jual beli saham, dan tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Untouchable Investor mengatakan…
Analisanya masuk akal banget. keren pak TH, as always
Roland mengatakan…
Keren analisanya

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal I 2024 - Sudah Terbit!

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun