Prospek Alibaba (BABA), Saham Ecommerce Termurah di NYSE

Alibaba Group Holding Ltd. (BABA) melaporkan laba bersih Renminbi (RMB) 79.7 miliar untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Maret 2024, atau tumbuh 10% dibanding tahun sebelumnya. Sehingga genap dua tahun berturut-turut laba perusahaan kembali naik sejak tahun 2022 lalu. However, jika dibanding dengan capaian laba bersihnya di tahun 2021 sebesar RMB150.3 miliar, maka kinerja perusahaan sampai sejauh ini bisa dibilang belum kembali pulih. Di sisi lain saham BABA sekarang tinggal $81.3, atau jauh lebih rendah dibanding puncaknya yakni $314.2 pada Oktober 2020 lalu, dan mencerminkan PBV 1.4 kali saja. Sebagai perbandingan, PBV dari kompetitor utama BABA, yakni Amacon.com, Inc. (AMZN), ketika artikel ini ditulis mencapai 8.7 kali. So it's an opportunity? Eh, tapi bagaimana ceritanya laba perusahaan tiba-tiba drop di tahun 2022 lalu dan belum benar-benar pulih lagi, sehingga sahamnya juga masih belum kemana-mana lagi sampai sekarang?

***

Live Webinar Value Investing in US Stock, Sabtu 6 Juli 2024, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Sejarah Alibaba dimulai pada tahun 1999, ketika seorang guru Bahasa Inggris bernama Ma Yun (di kemudian hari dikenal dengan nama Jack Ma) di Hangzhou, China, meluncurkan Alibaba.com, sebuah situs marketplace spesialis jual beli barang dalam jumlah besar/grosir. Masih di tahun 1999, Alibaba memperoleh pendanaan $25 juta dari tiga institusi besar sekaligus yakni Investor AB, Goldman Sachs, dan SoftBank. Dan seperti startup teknologi lain pada umumnya, Alibaba juga ‘bakar uang’ namun hanya selama tiga tahun saja, dimana pada tahun 2022 perusahaan sudah sukses mencetak laba. Pada tahun 2003, Jack Ma sudah memiliki visi bahwa Alibaba tidak lagi hanya melayani China, tapi seluruh dunia. Maka pada tahun tersebut diluncurkan Taobao (marketplace khusus untuk China, dalam hal ini agar Alibaba bisa dikembangkan menjadi marketplace global), Alipay (platform pembayaran online), Alimama.com, hingga Lynx. Masih di tahun 2003, perusahaan marketplace asal Amerika Serikat, eBay (EBAY), mengumumkan ekspansi ke China, dan mereka mencoba mengakuisisi Taobao. Namun Alibaba tetap mempertahankan Taobao, dan pada perkembangannya Taobao justru sukses menendang keluar EBAY dari China.

Lanjut di tahun-tahun berikutnya, sejumlah institusi besar ikut berinvestasi di Alibaba, dan Alibaba sebaliknya juga terus meluncurkan sejumlah anak usaha di bidang teknologi atau mengakuisisi saham perusahaan teknologi lain, baik secara minoritas maupun mayoritas. Hingga pada akhir tahun 2013, Alibaba beserta sebagian besar anak-anak usahanya sukses menjadi perusahaan terbesar di China (dan juga salah satu yang terbesar di dunia) di bidangnya masing-masing, dengan total 279 juta pembeli aktif pada tanggal 30 Juni 2014, bekerjasama dengan 1.1 juta petugas delivery, dan melayani lebih dari 190 negara. Pada tahun 2014 ini pula, Alibaba menggelar IPO di New York Stock Exchange (NYSE) pada harga perdana $68 per saham dengan perolehan dana $25 miliar, yang menjadikannya IPO terbesar di dunia ketika itu. Lima tahun kemudian pada 2019, perusahaan juga dual listing di Hong Kong Stock Exchange (HKSE), pada harga perdana HK$176 per saham.

Hingga per tanggal 31 Maret 2024 kemarin, BABA memiliki sejumlah anak usaha yang dikelompokkan dalam tujuh segmen: 1. Perdagangan ritel dan grosir khusus pasar China, 2. Cloud computing, 3. Ecommerce internasional yang melayani seluruh dunia, termasuk Lazada di Indonesia, 4. Layanan logistik, 5. Layanan pengiriman lokal dari rumah ke rumah, 6. Layanan media, hiburan, dan konten digital, dan 7. Lain-lain termasuk startup kesehatan Alibaba Health. Melalui Taobao dan Tmall, maka Alibaba merupakan perusahaan ecommerce ritel terbesar di dunia dari sisi nilai gross merchandise value (GMV), per tanggal 31 Maret 2024 kemarin. Sedangkan untuk layanan cloud-nya, maka Alibaba merupakan perusahaan terbesar di bidang ini di Kawasan Asia Pasifik dari sisi nilai pendapatan, pada tahun 2023. Per 31 Maret 2024, Alibaba mempekerjakan 204,891 karyawan inti di seluruh dunia, dengan total aset $244.4 miliar, dan ekuitas bersih $136.6 miliar.

Daftar perusahaan dalam Grup Alibaba. Klik gambar untuk memperbesar

Okay, sekarang balik lagi ke pertanyaan di atas, sebenarnya apa yang terjadi di tahun 2022 lalu hingga laba BABA tiba-tiba anjlok menjadi RMB62.0 miliar, dari sebelumnya RMB150.3 miliar di tahun 2021? Nah, sebenarnya di tahun 2022 tersebut pendapatan perusahaan masih naik menjadi RMB853.1 miliar, dibanding RMB717.3 miliar di tahun 2021-nya. Namun di tahun 2022, BABA mencatat kerugian penurunan nilai goodwill dari investasinya di Youku, perusahaan video streaming salah satu yang terbesar di China (semacam YouTube), sebesar RMB25.1 miliar atau setara $4.0 miliar, yakni setelah Youku terus menerus merugi setelah diakuisisi pada tahun 2016. Dan setelah ditambah rugi investasi dari penurunan harga dari saham-saham perusahaan publik di China yang dipegang BABA sebesar RMB15.7 miliar, berbalik dari sebelumnya laba RMB72.7 miliar, maka jadilah laba bersihnya anjlok (Catatan: Sebagai perusahaan teknologi, BABA tidak memiliki dan tidak harus membeli banyak aset tetap/fisik, sehingga keuntungan kas yang dipegang perusahaan lebih banyak ditempatkan pada instrumen investasi, salah satunya saham). In fact, sampai dengan tahun yang berakhir tanggal 31 Maret 2024, maka BABA masih kembali mencatat rugi penurunan nilai goodwill dari Youku serta rugi investasi sebesar total RMB20.4 miliar, dan imbasnya laba bersihnya masih tertahan di angka RMB79.7 miliar.

Namun demikian, dari sini kita bisa lihat bahwa penurunan kinerja laba bersih BABA lebih karena beban dan rugi yang sifatnya hanya pembukuan. Sedangkan secara operasional, maka pendapatan perusahaan masih terus naik setiap tahun hingga terakhir RMB941.2 miliar, setara $130.3 miliar untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Maret 2024. Therefore jika perusahaan kedepannya bisa memperbaiki kinerja Youku dari sebelumnya rugi menjadi laba, atau minimal memperkecil kerugian yang diderita, maka laba perusahaan secara keseluruhan berpeluang untuk lompat lagi. Dan sebenarnya tanpa Youku berbalik mencetak laba sekalipun, maka seperti disebut diatas laba bersih BABA sudah kembali naik dalam dua tahun terakhir, hanya saja masih belum sebesar labanya di tahun 2021 lalu.

Nah, sekarang kita ke bagian paling menarik: Valuasi sahamnya. Seperti disebut diatas, pada harga $81.3 per saham, maka PBV BABA tercatat 1.4 kali, dengan forward PER 9.9 kali. Valuasi tersebut tidak hanya jauh lebih rendah dibanding AMZN, tapi juga dibanding EBAY (PBV 4.4 kali), dan hampir sama dengan perusahaan ecommerce asal China lainnya yang listing di NASDAQ, yakni JD.com (JD) (PBV 1.5 kali). Manajemen BABA sendiri sejak setidaknya tahun 2022 lalu rutin buyback sahamnya di pasar, dimana dalam setahun terakhir saja mereka membeli 156 juta lembar saham senilai $12.5 miliar, yang itu berarti rata-rata harga belinya adalah $80 per saham. Dan per tanggal 31 Maret 2024, BABA masih memiliki sisa uang kas yang sudah dialokasikan untuk buyback hingga paling lambat bulan Maret 2027 nanti, sebesar $31.9 miliar. Penulis kira aksi buyback ini pula yang membuat penurunan saham BABA akhirnya berhenti pada awal tahun 2023 lalu, meski disisi lain juga belum naik lagi karena kinerja laba bersihnya masih belum benar-benar kembali pulih seperti tahun 2021 lalu (dan karena Youku masih merugi). Tapi yang jelas laba bersih tersebut sudah mulai naik lagi dalam dua tahun terakhir, dan berpeluang untuk naik lebih tinggi lagi jika Youku akhirnya sukses membukukan keuntungan, di mana jika itu terjadi maka sahamnya akan terbang dengan mudah. Di sisi lain saham BABA juga praktis kecil kemungkinannya untuk turun lalu balik lagi ke katakanlah $70 – 75, karena pihak perusahaannya sendiri sudah siap untuk buy back sebanyak-banyaknya jika itu terjadi.

Keterbukaan informasi terkait rencana buyback saham oleh manajemen BABA. Klik gambar untuk memperbesar.

Kesimpulannya, BABA sangat menarik tidak hanya karena potensi profitnya cukup tinggi dengan target harga sekitar $120 (asumsi PBV wajar 2.2 kali), namun disisi lain risikonya terbatas karena adanya ‘jaminan dibeli kembali’ dari manajemen. Kita lihat perkembangannya 6 bulan dari sekarang.

Disclosure: Ketika artikel ini diposting, Avere Investama sedang dalam posisi hold BABA pada harga beli $79.97. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya. Seluruh data dan angka yang disajikan artikel ini diperoleh dari dokumen-dokumen yang dirilis langsung oleh perusahaannya sendiri melalui US Securities and Exchange Commission (SEC), yang bisa diperoleh dari sini.

***

Live Webinar Value Investing in US Stock, Sabtu 6 Juli 2024, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Yuda mengatakan…
Pak boleh tahu cara beli saham di US menggunakan broker apa yang kredibel, terima kasih.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Kuartal II 2024 - Terbit 8 Agustus

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 24 Agustus 2024

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Prospek IPO Barito Renewables Energy (BREN): Lebih Cuan dari PGEO?