Saham Untuk Investasi Jangka Panjang: Mulia Boga Raya (KEJU)

PT Mulia Boga Raya, Tbk (KEJU) melaporkan laba bersih Rp40 miliar di Q1 2024, naik 34.6% dibanding periode yang sama tahun 2023. Dan jika kenaikan ini berlanjut sampai akhir tahun nanti, maka ini adalah kali pertama KEJU kembali membukukan kenaikan laba setelah pada tahun 2022 dan 2023 lalu laba tersebut cenderung turun. Meski demikian jika ditarik lebih jauh ke belakang maka pertumbuhan perusahaan terbilang pesat sejak berdirinya pada tahun 2006, dengan kinerja yang juga konsisten bertumbuh (kecuali pada tahun 2022 dan 2023 itu tadi), dan karena itulah penulis sendiri sempat menganggap KEJU ini layak untuk investasi jangka panjang. Nah, jadi dengan sekarang kinerja perusahaan sudah kembali on track untuk tumbuh seperti biasanya, maka apakah itu artinya sahamnya kembali bisa dikoleksi untuk kemudian disimpan saja untuk seterusnya?

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Q1 2024 sudah terbit, dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

***

Untuk menjawab itu, mari kita pelajari lagi KEJU sedari awal.

Seperti disebut di atas, PT Mulia Boga Raya berdiri pada tahun 2006, ketika itu bergerak di bidang usaha distribusi produk-produk dairy (susu, keju, butter) merk ‘Anchor’ asal Selandia Baru. Pada tahun 2007, perusahaan mulai membangun pabrik keju cheddar di Cikarang, Jawa Barat, yang selesai dan mulai beroperasi pada tahun 2008, dimana hasil produksi kejunya dijual ke PT Fonterra Brands Indonesia, lalu oleh PT Fonterra dijual lagi ke masyarakat dengan merk Anchor itu tadi. Jadi pada titik ini perusahaan tidak lagi sebatas distributor melainkan sudah bisa memproduksi keju, namun belum punya merk produk sendiri.

Lanjut pada tahun 2010, perusahaan meluncurkan merk keju ‘Prochiz’, yang dipasarkan dalam kemasan balok 2 kilogram untuk pelanggan restoran, pedagang martabak dll. Langkah ini tergolong berani karena pasar keju ketika itu sangat dikuasai oleh nama-nama besar seperti Anchor, Kraft, dan Diamond. Namun tak disangka merk Prochiz laku keras hingga pada tahun 2011 perusahaan menambah kapasitas produksi pabriknya, serta menambah varian produk dengan meluncurkan merk Prochiz Slice, yakni keju cheddar lembaran dalam kemasan ekonomis 180 gram untuk pelanggan rumah tangga. Tahun 2013, perusahaan mengekspor produknya ke Thailand dan Filipina, dilanjut IPO pada tahun 2019 dengan ticker ‘KEJU’, dan harga perdana Rp750 per saham. Pada tahun 2020, KEJU diakuisisi oleh PT Garudafood Putra Putri Jaya, Tbk (GOOD), sehingga sejak saat itu perusahaan menjadi bagian dari Grup Garudafood. Namun demikian manajemen GOOD tidak ikut campur ataupun melakukan perubahan tertentu di manajemen KEJU, melainkan KEJU bisa tetap beroperasi seperti biasa, sampai sekarang.

Hingga pada hari ini, KEJU memproduksi keju balok dan keju lembaran dengan merk Prochiz Cheddar, Prochiz Gold Cheddar (varian dengan rasa lebih enak, dan harga jualnya lebih tinggi), Prochiz Spready (semacam keju leleh mozzarella), TopChiz, dan Prochiz Quick Melt. Perusahaan juga ada produksi mayones dengan merk Prochiz Mayo, tapi kontribusinya tidak besar. Produk perusahaan bisa dengan mudah ditemukan di Alfamart & Indomaret, supermarket, dan toko online, dan menjadi merk keju yang digunakan oleh banyak kuliner terkenal seperti Martabak Pecenongan dan Kopi Kenangan. Per akhir 2021, keju merk Prochiz menguasai 22% pangsa pasar keju balok dan keju lembaran yang dijual di pasar ritel modern di seluruh Indonesia, terbesar kedua setelah Kraft. Namun dua tahun kemudian pada akhir 2023, pangsa pasar tersebut naik menjadi 25%, yang menjadikan Prochiz sebagai merk keju nomor satu di Indonesia, which is pencapaian yang mengesankan mengingat merk Prochiz itu sendiri baru diluncurkan pada tahun 2010 lalu.

Okay, lalu kenapa dikatakan bahwa KEJU bisa dipertimbangkan untuk investasi jangka panjang? Karena ini nih. Pertama, bisnisnya sederhana dan gampang cuma bikin keju lalu jual. Kedua, industri keju itu sendiri sedang berkembang pesat dimana seperti yang kita tahu, keju di masa lalu merupakan makanan mewah yang hanya bisa dibeli oleh masyarakat menengah keatas, namun seiring dengan meningkatnya gaya hidup masyarakat Indonesia maka keju sekarang menjadi makanan biasa yang terjangkau, dan tingkat konsumsinya juga naik terus. Ketiga, karena bisnisnya gampang itu tadi maka ada banyak perusahaan/merk keju di Indonesia, tapi hanya KEJU yang mampu berkembang dengan cepat hingga per akhir 2023 sudah menjadi pemain terbesar dengan merk Prochiz itu tadi, termasuk sukses menggeser Kraft ke peringkat dua. Keempat, KEJU mengembangkan usahanya nyaris tanpa leverage (utang), dimana total liabilitasnya pada Q1 2024 hanya Rp184 miliar, berbanding ekuitasnya Rp711 miliar. Jadi asalkan pendapatannya naik maka laba bersihnya juga akan naik, karena perusahaan tidak menanggung beban bunga utang. Dan kelima, KEJU dimiliki dan dikendalikan oleh Grup Garudafood, sebuah perusahaan consumer yang juga memiliki track record sangat baik dalam mengembangkan produk-produk makanan ringan yang kemudian menjadi pemimpin pasar, seperti Kacang Garuda, Gery Chocolatos, Clevo Milk, etc.

Sehingga, meskipun valuasi sahamnya tidak bisa dikatakan murah untuk ukuran saham dari perusahaan kecil dengan aset kurang dari Rp1 triliun (PER 11.2 dan PBV 2.5 kali pada harga saham 1,200), namun dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas maka kita mungkin memang tidak bisa beli saham KEJU pada valuasi yang terlalu murah. Saham KEJU itu sendiri sudah naik lumayan dalam 5 tahun terakhir dari harga 750 hingga pada tahun 2022 lalu sempat menyentuh 1,700, meski kemudian melandai ke harga sekarang di 1,200, sehingga jika ada investor yang beli sahamnya pada saat IPOnya maka keuntungannya terhitung lumayan, dan itu belum termasuk dividen. Kemudian dalam 5 tahun ke depan seiring berlanjutnya pertumbuhan perusahaan, maka sahamnya bisa tetap lanjut naik sampai kurang lebih 2,200 – 2,500.

Tinggal sekarang faktor-faktor risikonya. Pertama, perusahaan selama ini menggunakan hampir 100% laba bersihnya saban tahun untuk membayar dividen, sehingga kesannya bisnisnya sudah mature, padahal harusnya masih bisa bertumbuh. Hal ini tidak mencegah ekuitas KEJU untuk tumbuh pesat dari hanya Rp441 miliar di tahun 2020 menjadi sekarang Rp711 miliar, tapi harusnya rate pertumbuhannya bisa lebih tinggi andai perusahaan tidak terlalu royal dividen, termasuk mungkin KEJU bisa mendirikan pabrik kedua (sampai saat ini KEJU cuma punya satu pabrik yang di Cikarang itu tadi) untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Dan kedua, di atas disebutkan bahwa meski selama ini kinerja KEJU konsisten bertumbuh, termasuk di tahun pandemi 2020 dan 2021, namun khusus di tahun 2022 dan 2023 pendapatan serta labanya justru turun, yang mana menurut manajemen itu disebabkan oleh meningkatnya persaingan (muncul banyak merk keju baru di pasaran) yang kemudian menyebabkan situasi perang harga, melemahnya Rupiah yang menyebabkan kenaikan harga bahan baku susu (meskipun Indonesia mampu memproduksi susu sapi, tapi KEJU masih mengimpor sebagian besar bahan baku susunya dari luar negeri), dan turunnya penetrasi penjualan keju di pasar ritel modern, yang sejak awal menjadi ujung tombak penjualan perusahaan, yang ditengarai karena masyarakat banyak beralih ke toko online.

Terlepas dari itu, maka seperti disebut diatas, faktanya pangsa pasar KEJU justru naik signifikan dari 22% di akhir tahun 2021 menjadi 25% di akhir 2023, sedangkan pendapatan serta laba bersihnya kembali naik di Q1 2024 ini setelah sebelumnya turun dua tahun berturut-turut, yang mengindikasikan bahwa KEJU akhirnya keluar sebagai pemenang dalam ‘perang harga’ antar sesama produsen keju yang berlangsung selama dua tahun terakhir. Kemudian soal pelemahan Rupiah, maka belakangan itu diimbangi oleh penurunan harga jual susu sebagai bahan baku keju itu sendiri, dimana seperti yang bisa anda cek disini, harga susu turun dari puncaknya $25 di tahun 2022, menjadi sekarang $18 per 100 lbs (setara 45.4 kg). Dan terakhir soal beralihnya konsumen ke toko online, maka manajemen mengatasinya dengan juga ikut jualan di ecommerce terutama melalui Tokopedia dan Tokowahab.com. Untuk diketahui, Tokowahab.com merupakan situs belanja spesialis produk dairy untuk konsumen restoran dll yang akan beli keju dalam jumlah besar pada harga grosir. Dan memang mayoritas pendapatan KEJU berasal dari penjualan keju balok untuk warung martabak dll, lalu baru disusul keju lembaran untuk pelanggan rumah tangga.

In short, setelah menunggu selama 2 – 3 tahun terakhir, maka penulis kira sekarang sudah waktunya lagi bagi investor untuk masuk ke KEJU, lalu hold saja hingga lima tahun ke depan, dimana seperti disebut di atas sahamnya akan bisa ke 2,200 – 2,500. Benar atau tidak, kita lihat lagi tulisan ini di tahun 2029 nanti.

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 30 analisa saham pilihan edisi terbaru Q1 2024 sudah terbit, dan sudah bisa dipesan disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio, langsung dengan penulis.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Kuartal II 2024 - Terbit 8 Agustus

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 24 Agustus 2024

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Prospek IPO Barito Renewables Energy (BREN): Lebih Cuan dari PGEO?