Update Prospek Saham Rokok (GGRM, WIIM, HMSP) Terkait Penurunan Cukai

Pak Teguh bagaimana update analisa saham-saham rokok setelah Pemerintah menurunkan tarif cukai? Kebetulan saya masih ada pegang Gudang Garam (GGRM) di average 24,000, apakah sekarang sudah bisa average down? Saya juga kepikiran untuk masuk di HM Sampoerna (HMSP), dan Wismilak (WIIM). Mohon penjelasannya.

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 25 analisa saham pilihan edisi Q2 2025 sudah terbit dan sudah bisa dipesan disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio langsung dengan penulis.

***

Jawab:

Dari sisi kinerja laporan keuangan, maka sampai dengan Q2 2025 kemarin, laba bersih GGRM masih anjlok -87% hingga tersisa Rp117 miliar, atau Rp234 miliar disetahunkan, yang merupakan catatan laba bersih terkecil perusahaan dalam 10 tahun terakhir atau lebih lama lagi. Kemudian dari sisi prospek, maka dari materi public expose terbarunya per tanggal 11 September 2025 kemarin, manajemen Gudang Garam secara terbuka menyatakan bahwa kinerja laba perusahaan hanya akan kembali tumbuh jika: 1. Daya beli konsumen membaik, 2. Terdapat perubahan kebijakan tarif cukai yang lebih berpihak ke perusahaan, dan 3. Pulihnya kondisi ekonomi Indonesia secara umum. Unfortunately, ketiga hal tersebut sepenuhnya diluar kuasa manajemen, serta juga tidak bisa diprediksi, sehingga tidak ada yang bisa dilakukan kecuali wait and see saja. Manajemen GGRM bukannya tidak menerapkan upaya-upaya tertentu, seperti PHK sejumlah karyawan (atau kalau pake bahasa perusahaan, mem-pensiun-kan dini karyawan) untuk efisiensi, meluncurkan merk-merk produk rokok baru, masuk ke segmen rokok elektrik, hingga menaikkan harga jual. Tapi selama tidak ada perkembangan positif terkait tiga hal diatas, maka kinerja GGRM kemungkinan masih akan terus tertekan, bahkan bisa saja akhirnya merugi.

Di sisi lain, ketika beberapa waktu lalu GGRM ini berada di level Rp8,000an dan PBVnya hanya 0.3x, maka saya sendiri sempat berpikir bahwa kalau saya pegang sahamnya, maka tidak akan dijual. Karena meski betul kinerja perusahaannya jelek dan prospeknya juga masih suram, namun valuasinya saat itu adalah yang termurah sepanjang sejarah, bahkan lebih murah dibanding market crash tahun 2008 lalu, dan perusahaannya juga masih beroperasi/gak bakal bangkrut. Dan ketika sekarang GGRM naik ke Rp14,000, PBVnya juga masih di 0.4x, masih murah.

Jadi jika pertanyaannya, apakah di harga sekarang bisa average down? Maka jawabannya sebenarnya bisa, tidak hanya karena valuasi GGRM masih sangat terdiskon, tapi juga karena (sepertinya) ada perbaikan prospek terkait industri rokok secara umum, yakni setelah Pemerintah disebut-sebut akan menurunkan tarif cukai.

Hanya saja, masih ada sejumlah hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, belum ada keputusan resmi dari Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, soal tarif cukai ini. Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa hanya menyatakan bahwa ia akan bertemu asosiasi pengusaha rokok untuk berdiskusi soal cukai ini, dan bahwa Pemerintah tidak mau menerapkan kebijakan yang berisiko mematikan industri rokok domestik. Pak Purbaya juga menyebut bahwa timnya akan menertibkan rokok ilegal tanpa cukai, yang bebas dijual di warung kelontong dan juga ecommerceSebelumnya, meski tidak disebut oleh manajemen GGRM, tapi penulis sendiri melihat bahwa maraknya rokok ilegal ini memang sangat berpengaruh secara negatif tidak hanya terhadap kinerja GGRM, tapi juga terhadap kinerja perusahaan rokok lainnya seperti Djarum, HM Sampoerna, hingga Wismilak, karena harga jualnya sangat murah dibanding rokok dengan pita cukai resmi, sehingga kemudian menyebabkan migrasi konsumen secara besar-besaran. Jadi jika benar rokok ilegal ini bisa ditertibkan, maka kinerja GGRM dkk berpeluang untuk pulih.

Nah, tapi apakah betul bahwa rokok ilegal ini akan bisa dibereskan? Ya tentu kita masih harus tunggu realisasinya bagaimana. Kemudian soal kebijakan cukai itu, maka kita juga masih harus tunggu deal-nya bagaimana antara Kemenkeu dengan pihak asosiasi. Intinya, meski betul bahwa pernyataan-pernyataan Bapak Menkeu di media membuat prospek saham rokok tampak lebih cerah, dan itu juga yang bikin GGRM dkk terbang tinggi, tapi balik lagi, belum ada keputusan apa-apa soal penurunan tarif cukai itu tadi.

Dan kedua, seperti disampaikan oleh manajemen GGRM, selain soal cukai maka masih ada dua problem lainnya lagi, yakni terkait daya beli konsumen, serta kondisi ekonomi Indonesia. Dan jujur saja, untuk dua poin ini maka masih belum ada ‘hilal’ perbaikan, sama sekali, dimana meski Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi di paruh pertama 2025 mencapai 5.12%, dan tingkat kemiskinan (diklaim) turun, tapi nilai tukar Rupiah masih terus melemah, hingga terakhir (ketika artikel ini ditulis) mencapai Rp16,800 per USD, anjlok signifikan dibanding tahun 2021 lalu di Rp14,000 per USD. Menurut penulis sendiri kurs Rupiah ini lebih menggambarkan situasi ekonomi riil di Indonesia, karena berbeda dengan data pertumbuhan ekonomi dll yang disajikan oleh internal pemerintah (BPS itu tadi, meski memang secara teori BPS ini harusnya independen), maka nilai tukar Rupiah hampir sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar.

Okay, jadi coba kita runut lagi. Secara kinerja, GGRM dan juga emiten rokok lainnya di BEI masih tidak bagus, tapi untuk prospeknya maka betul terdapat ‘titik terang’, yakni setelah Bapak Menkeu mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kemudian menjadi sentimen positif. Nah, tapi jika dikatakan bahwa ‘tarif cukai rokok turun’, maka itu kurang tepat karena untuk saat ini belum ada keputusan apa-apa. Dan bahkan kalaupun betul tarif cukai nanti turun, tapi masih ada dua problem lainnya yakni terkait lemahnya daya beli konsumen, serta lesunya ekonomi nasional, sehingga turunnya cukai tersebut tidak serta merta menjadi jaminan bahwa kinerja GGRM dkk akan kembali pulih.

Sehingga kesimpulannya, congrats Pak, Bapak bisa tetap hold GGRM dan boleh siap-siap untuk average down, tapi tidak perlu buru-buru karena kenaikan sahamnya sejauh ini hanya ditopang oleh sentimen positif, bukan karena perubahan riil terkait kinerja fundamental ataupun prospek perusahaan, sehingga masih berisiko untuk turun lagi. Kata kuncinya adalah, valuasi GGRM ini masih murah, dan bahkan kalau dia lanjut naik ke Rp20,000 maka itupun masih murah (PBV 0.6x). Sehingga tidak apa-apa jika kita nanti beli lagi sahamnya di harga 20,000 tersebut, jika memang pada saat itu Pemerintah resmi menurunkan tarif cukai rokok, dan/atau kinerja GGRM dkk kembali tumbuh positif di Q3 ini (laporan keuangannya akan rilis akhir Oktober nanti), dibanding beli sekarang ketika peluang membaiknya kinerja GGRM tersebut masih terhitung fifty-fifty. Semoga lancar!

***

Ebook Market Planning edisi Oktober 2025 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi bulanan akan terbit tanggal 1 Oktober. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q2 2025 - Sudah Terbit!

IHSG Senin Crash? Maybe Not.. Tapi Justru Disitulah Masalahnya

Live Webinar How to Invest in US Stocks, Sabtu 28 Juni 2025

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 6 September 2025

Video Seminar How to Invest in US Stocks - 2025

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?

Saya Masih Hold Saham ADRO, Sekarang Bagaimana??