Suka Olahraga Padel? Gimana Kalo Beli Sahamnya Juga??
Di banyak ulasan sebelumnya kita sudah membahas saham-saham US yang diuntungkan oleh artificial intelligence (AI) booming, seperti Baidu Inc (BIDU), Iren Ltd (IREN), hingga Super Micro Computer Inc (SMCI). Dan boleh anda cek, untuk dua saham yang disebut pertama maka harganya memang sudah naik signifikan dihitung sejak tulisannya diposting. Nah, tapi dalam kesempatan kali ini, penulis hendak mengajak anda ke sektor lainnya yang, disadari atau tidak, juga tengah booming: Sports apparel, alias pakaian, perlengkapan, serta aksesoris untuk olahraga. Yep, kalau anda perhatikan, sekarang ini olahraga sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern dimana kalau di Indonesia sendiri sedang populer olahraga padel, dan tempat gym/fitness sekarang literally everywhere.
***
Hingga akhir Agustus, Avere Investama US Stocks mencatat profit +30.3% dihitung sejak awal tahun 2025. Untuk melihat saham-saham apa saja yang kami pegang bisa ikut channel telegram USC disini. Gratis konsultasi dan tanya jawab saham US untuk member.
***
Dan actually tidak hanya di Indonesia, melainkan sekarang ini di seluruh dunia semua orang lebih sering berolahraga rutin dibanding dulu, dan tren ini kemudian menghasilkan keuntungan besar bagi perusahaan di bidang sports apparel itu tadi. Salah satunya yang akan kita bahas disini: Lululemon Athletica Inc. (LULU). Okay, kita langsung saja.
Lululemon adalah perusahaan pemilik jaringan toko ritel yang menjual pakaian olahraga seperti jaket, t-shirt, hoodies, leggings, sporty underwear, hingga sepatu, termasuk untuk olahraga tennis dan padel. Selain itu mereka juga menjual aksesoris seperti gym bags, topi, sarung tangan, hingga botol air minum. Perusahaan berdiri pada tahun 1998 di Vancouver, Kanada, dengan toko pertamanya dibuka pada tahun 2000 di kota yang sama, ketika itu khusus menjual pakaian olahraga yoga (yoga apparel) untuk wanita. Toko pertama ini sukses besar, dan perusahaan segera membuka cabang di kota-kota lainnya di Kanada, lalu merambah ke Amerika Serikat (US), dan jenis produknya juga mulai beraneka ragam namun tetap fokus di pakaian olahraga. Pada bulan Juli 2007, perusahaan menggelar IPO di Nasdaq Exchange dengan ticker LULU, dan pada saat itu perusahaan sudah memiliki 38 toko di Kanada, dan 17 toko di US, dan setelah itu perusahaan terus mengembangkan jaringan tokonya di banyak negara di seluruh dunia, belum termasuk toko online-nya.
Hingga pada hari ini, per tanggal 2 Februari 2025 LULU memiliki dan mengoperasikan 767 lokasi toko di 25 negara di seluruh dunia, belum termasuk toko milik pihak ketiga, yang terbagi dalam tiga segmen yakni The Americas (Kanada, US, Meksiko), China, dan rest of the world. Selain itu perusahaan juga menjual produknya melalui ecommerce, media sosial, dan melayani penjualan grosir. LULU mungkin tidak begitu populer di Indonesia karena perusahaan belum membuka tokonya disini, tapi kalau anda misalnya main ke Singapura maka anda akan mudah ketemu toko ‘Lululemon’ di pusat-pusat perbelanjaan. Termasuk ketika penulis beberapa waktu lalu ke Los Angeles, US, maka saya juga beberapa kali ketemu gerai Lululemon ini (tapi sayangnya gak saya foto), dan mayoritas selalu dipenuhi oleh pengunjung.
![]() |
Gerai Lululemon di Marina Bay Sands Mall, Singapura. Sumber gambar: Google Maps |
Okay, lalu kenapa LULU ini menarik? Karena kalau analisanya sebatas bahwa sekarang ini orang lebih rajin olahraga dibanding dulu, maka ada banyak perusahaan sports apparel lainnya bukan? Well, karena setidaknya tiga hal. Pertama, LULU memiliki fasilitas research and development alias RnD-nya sendiri yang disebut dengan Whitespace, yang secara terus menerus meneliti dan meningkatkan kualitas dari apparel yang dijual. Hasilnya, produk pakaian olahraga Lululemon terkenal nyaman dipakai, tahan lama, sekaligus membuat orang yang mengenakannya tampak very good looking. Kedua, perusahaan juga punya RnD di bidang marketing yang mampu mencitrakan produk LULU sebagai high-end, dimana perusahaan banyak promosi produknya melalui media sosial, termasuk dengan bekerjasama dengan banyak influencer di bidang olahraga. LULU juga adalah yang pertama kali mempopulerkan istilah athleisure, yang merupakan gabungan dari kata athletic dan leisure, untuk menggambarkan bahwa produk pakaiannya sangat mendukung aktivitas olahraga dan sekaligus ‘kalcer’ serta nyaman untuk dikenakan.
Dan dua hal tersebut memungkinkan LULU untuk menjual produknya pada harga premium, bahkan sedikit lebih mahal dibanding merk populer seperti Nike (NKE), dan Adidas (ADS.DE). Di sisi lain, tidak seperti kebanyakan perusahaan apparel lain yang membuat produknya di China, maka LULU sudah sejak lama memindahkan fasilitas produksinya ke negara yang lebih murah, dimana per tahun 2024 lalu, 40% produk LULU dibuat di Vietnam, dan selebihnya dibuat di Kamboja, Sri Lanka, dan juga Indonesia (yes, really). Hal ini membuat biaya produksi LULU menjadi lebih murah, dan karena di sisi lain harga produknya justru tergolong mahal, maka jadilah LULU memiliki operating margin 20.7% per Q2 2025, jauh lebih tinggi dibanding NKE yang hanya 2.1%, atau ADS.DE sebesar 9.2%.
Tarif US: Penyebab Kinerja Turun
Nah, jadi sekarang kita ke kinerja keuangan perusahaan: Hingga Q2 2025 LULU mencetak pendapatan $4.9 miliar, naik dibanding $4.6 miliar pada periode yang sama tahun 2024, namun laba bersihnya tercatat $685 juta, turun dibanding periode sebelumnya $714 juta, terutama karena imbas dari tarif impor yang diterapkan Pemerintah US untuk produk-produk dari Vietnam dll. Jika penurunan ini berlanjut sampai akhir tahun nanti, maka ini akan menjadi kali pertama dimana kinerja laba bersih LULU turun secara year on year (sebelumnya antara tahun 2021 hingga 2024, laba bersih LULU hampir selalu naik saban tahun dari $975 juta hingga tembus $1.8 miliar). Menariknya, karena di sisi lain jumlah saham beredar LULU berkurang dari sebelumnya 125 ribu lembar menjadi sekarang 120 ribu lembar, yakni karena perusahaan aktif buyback sahamnya sendiri di pasar, maka earnings per share (EPS) LULU hingga Q2 2025 tercatat $5.70, atau masih naik tipis dibanding sebelumnya sebesar $5.69. But still, saham LULU tetap turun signifikan sejak awal tahun 2025 lalu, dari sebelumnya $400 hingga sekarang tinggal $165.
Di sisi lain dengan trailing PE 11.5x dan PB 4.5x pada harga saham $165 tersebut, maka justru barulah sekarang ini sahamnya menjadi cukup murah untuk dibeli. Sebelumnya, kemungkinan karena fundamental perusahaannya sangat bagus dengan ROE konsisten di 40% atau lebih, dan juga karena merk ‘Lululemon’ sangat populer (di US sana tokonya mudah ditemukan dimana-mana), maka jadilah saham LULU selama ini selalu dihargai pada valuasi premium, dengan trailing PE 20x atau lebih. Barulah setelah kinerjanya turun di tahun 2025 ini karena penyebab yang jelas (tarif), dan karena itu pula investor mulai ragu apakah perusahaan akan tetap tumbuh pesat kedepannya, maka sahamnya turun ke level sekarang. Nah, tapi sekarang mari kita lihat lagi guidance dari manajemen untuk tahun penuh 2025 ini: EPS diproyeksi di level $12.77, turun dibanding realisasi EPS tahun 2024 sebesar $14.64, dengan catatan: 1. EPS tersebut sudah termasuk pencadangan gross profit sebesar $240 juta untuk antisipasi biaya tarif dll, yang itu berarti jika tidak ada pencadangan tersebut maka EPSnya akan lebih tinggi, dan 2. EPS tersebut tidak termasuk memperhitungkan potensi penurunan jumlah saham beredar karena aksi buyback. Sebelumnya di sepanjang bulan Mei – Juli 2025 kemarin, LULU buyback 1.1 juta lembar sahamnya di pasar pada harga rata-rata $253 per saham. Dan karena harga saham LULU sekarang tinggal $165, maka perusahaan tentunya akan buyback sahamnya lebih banyak lagi.
Jadi karena itulah, konsensus analis sendiri menyebut bahwa LULU akan mencetak EPS $12.90 untuk tahun penuh 2025, sedikit lebih tinggi dibanding guidance diatas, albeit masih tetap turun dibanding tahun 2024. Tapi untuk tahun 2026 nanti EPS LULU diproyeksi akan kembali tumbuh ke level $13.81, yakni ketika perusahaan diharapkan sudah mampu mengatasi masalah tarif ini, yakni (salah satunya) dengan cara membuka lebih banyak toko diluar US, sehingga perusahaan tidak lagi harus membayar tarif impor. Dan memang sudah sejak tahun 2024 kemarin, LULU membuka 17 toko di Meksiko, serta menambah jumlah tokonya dari 127 menjadi 151 di mainland China, demikian pula jumlah toko di negara-negara lain turut ditambah, sedangkan jumlah toko di US hanya bertambah sedikit dari 367 menjadi 374. Imbasnya, porsi pendapatan LULU dari The Americas berkurang dari sebelumnya 79% di 2023 menjadi 75% di 2024 (ingat bahwa The Americas disini termasuk Meksiko, jadi porsi dari US turun lebih kecil lagi), dan harusnya kembali berkurang di tahun 2025 ini. Kemudian karena di sisi lain total pendapatan LULU tetap tumbuh seperti biasanya, maka itu menunjukkan bahwa upaya perusahaan untuk memindahkan ekspansi tokonya ke luar US terbilang sukses.
Jadi sekarang kita ke strateginya: Secara valuasi, penulis menganggap bahwa LULU di harga $165 sudah cukup murah, dengan prospek jangka panjangnya yang juga (sebenarnya) masih cerah, karena tren meningkatnya popularitas olahraga sebagai bagian dari gaya hidup ini harusnya bersifat permanen, dan di sisi lain perusahaan juga sudah punya strategi untuk mengatasi masalah tarif. Jadi dengan asumsi perusahaan mampu deliver kinerja di tahun 2025 dan 2026 nanti yang beat konsensus di atas, maka sahamnya akan kembali ke $400 dengan mudah, dengan trailing PE kembali diatas 20x, dalam waktu satu setengah tahun ke depan.
Sedangkan dalam jangka pendeknya, karena guidance untuk Q3 2025 menyebut EPS $2.18 – 2.23, masih turun dibanding periode yang sama tahun 2024 sebesar $2.87, maka kemungkinan sahamnya masih akan tertekan sampai perusahaan merilis LK Q3 tersebut, awal Desember nanti, mungkin sampai mentok di level psikologis $150, sekaligus support kuatnya di yang terakhir dicapai pada covid market crash di bulan Maret 2020 lalu, lalu baru setelah itu rebound karena sentimen bahwa kinerja LULU akan membaik di Q4/akhir tahun (Catatan: Secara musiman, pendapatan dan laba LULU memang paling besar di Q4, yakni karena orang-orang banyak beli baju fitness untuk resolusi tahun baru). Kecuali terjadi force majeure, misalnya jika Presiden Trump kembali mengumumkan tarif baru untuk negara-negara yang disebut diatas, maka penulis tidak melihat bahwa LULU akan turun sampai dibawah $150 tersebut.
Sehingga untuk rencananya sbb: Jika anda juga percaya bahwa LULU menawarkan profit bagger dalam satu setengah tahun ke depan (dan pada prakteknya bisa lebih cepat), maka anda boleh cicil beli sahamnya di harga sekarang, dan beli sekali lagi jika LULU turun ke $150 – 160 (Catatan: LULU mungkin akan turun kesitu jika S&P 500 Index, yang sekarang berada dekat dengan all time high-nya, berbalik turun). Setelah itu hold saja sampai sekitar pertengahan tahun 2026 nanti, dimana targetnya, sekali lagi, adalah di $400. Semoga lancar!
***
Hingga akhir Agustus, Avere Investama US Stocks mencatat profit +30.3% dihitung sejak awal tahun 2025. Untuk melihat saham-saham apa saja yang kami pegang bisa ikut channel telegram USC disini. Gratis konsultasi dan tanya jawab saham US untuk member.
Komentar