Legacy Stock Series: Mayora Indah

PT Mayora Indah, Tbk (MYOR) hingga Kuartal II 2019 melaporkan laba bersih Rp807 milyar, dimana laba tersebut naik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp736 milyar, dan mencerminkan annualized ROE 17.6%, atau cukup bagus. Kemudian jika kita telisik kinerja perusahaan dalam lima tahun terakhir, maka sejak tahun 2014 lalu laba MYOR konsisten naik terus setiap tahunnya, dan demikian pula ekuitasnya tumbuh signifikan dari Rp4.1 trilyun menjadi terakhir Rp9.2 trilyun. A wonderful company indeed, tapi kenapa sahamnya justru malah turun banyak dalam setahun terakhir?


***

Buku Kumpulan Analisis 30 Saham Pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal II 2019 akan terbit hari Kamis, 8 Agustus 2018, dan Anda sudah bisa memesannya pada link berikut.

***

MYOR, seperti yang kita ketahui, adalah salah satu perusahaan fast moving consumer goods terbesar dan terpopuler di tanah air. Sejarah perusahaan berawal pada tahun 1948, ketika Keluarga Atmadja membuka usaha rumahan yang memproduksi biskuit. Usaha tersebut berkembang pesat hingga pada tahun 1967, perusahaan mematenkan merk biskuit ‘Roma’. Memasuki tahun 1977, generasi kedua perusahaan, Jogi Hendra Atmadja, membuka pabrik biskuit skala besar pertama milik perusahaan di Tangerang, Banten, dan secara resmi mendirikan PT Mayora Indah. Dan sejak saat itu perusahaan terus berekspansi dengan menciptakan produk-produk baru di bidang makanan dan minuman ringan, yang rata-rata sukses di pasaran dan memiliki power of brand yang kuat. Sebut saja Biskuit Roma, Kopiko, hingga Le Minerale. Hingga pada hari ini, Grup Mayora adalah produsen dan pemilik merk dari Biskuit Roma, Permen Kopiko, wafer Beng Beng, coklat Choki-Choki, Kopi Torabika, Energen Cereal, Wafer Stik Astor, Biskuit Better, Danisa Butter Cookies, air minum Le Minerale, Migelas, Bakmi Mewah, Permen Kis, Super Bubur, hingga Teh Pucuk Harum. Secara total, Grup Mayora memegang tak kurang dari 50 merk biskuit, minuman, permen, wafer & coklat, makanan instan, kopi, dan sereal, dimana banyak dari merk-merk tersebut yang baru dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir. Contohnya air minum Le Minerale, yang saat ini sudah merupakan salah satu penantang serius Aqua di pasar air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia, itu baru mulai dikembangkan pada tahun 2015 lalu.

Melihat kerja keras manajemen yang senantiasa terus menciptakan dan mengembangkan produk-produk dan merk baru (dan rata-rata sukses), sedangkan kinerja MYOR itu sendiri cukup konsisten tumbuh terus dalam 5 – 10 tahun terakhir, maka sahamnya tentu menjadi sangat menarik untuk investasi jangka panjang. Namun demikian ada satu hal yang perlu dicatat: Tidak semua merk produk milik Grup Mayora ditempatkan dibawah MYOR. Yep, jadi pertama-tama perlu diketahui bahwa PT Mayora Indah, Tbk barulah satu dari sejumlah anak usaha milik Grup Mayora, dimana Keluarga Atmadja masih punya beberapa perusahaan lainnya diluar MYOR. Salah satunya PT Tirta Fresindo Jaya, yang merupakan pemilik merk air minum Le Minerale dan Teh Pucuk Harum diatas. Kalau anda googling, beberapa sumber menyebutkan bahwa PT Tirta ini adalah anak usaha dari MYOR, tapi itu tidak benar. Yang benar adalah, PT Tirta merupakan sister company dari MYOR, alias dua perusahaan yang sepenuhnya berbeda dan terpisah, namun dimiliki oleh pemegang saham pengendali yang sama, dalam hal ini Grup Mayora/Keluarga Atmadja.

Nah, jadi kalau nanti anda melihat iklan Le Minerale di televisi, maka ingat sekali lagi bahwa meski produk air minum tersebut dimiliki oleh Grup Mayora, tapi tidak ditempatkan dibawah MYOR. Lebih jelasnya, berikut adalah daftar merk dagang yang dipegang oleh MYOR. Perhatikan bahwa ada beberapa merk yang disebutkan diatas, yang tidak tercantum pada daftarnya. Klik gambar untuk memperbesar.


Okay, lalu kenapa untuk beberapa merk produknya, Grup Mayora tidak memasukkannya ke dalam MYOR? Well, entahlah, tapi itu mungkin karena keuntungan yang dihasilkan oleh merk-merk produk tertentu sedemikian besarnya sehingga sayang kalau harus ‘berbagi’ produk tersebut dengan investor publik sebagai sesama pemegang saham di MYOR. Yup, karena kalau pakai contoh Le Minerale, maka pada tahun 2016 saja, alias baru genap setahun setelah diluncurkan, merk Le Minerale sudah menempati posisi ketiga sebagai merk AMDK paling banyak dikonsumsi di Indonesia, setelah Aqua (milik Danone), dan Club (milik Indofood). Jadi besar kemungkinan bahwa pada tahun 2019 ini, Le Minerale sudah berada persis di belakang Aqua. Sedangkan disisi lain, biaya bahan baku untuk AMDK ini juga tentunya sangat murah (cuma air doang??) sehingga margin labanya, sekali lagi, sangat besar, dan ini juga alasan kenapa emiten PT Aqua Golden Mississippi (AQUA) sebagai pemilik merk Aqua melakukan go private, beberapa tahun lalu (jadi sahamnya tidak diperdagangkan lagi di BEI), yakni karena Danone sebagai pemilik perusahaan nggak mau berbagi saham AQUA dengan investor publik.

Karena itulah, meski Grup Mayora terbilang pekerja keras dalam hal terus menciptakan produk dan merk baru, dan ada banyak diantara merk tersebut yang kemudian sukses besar, namun kesuksesan tersebut belum tentu akan turut dinikmati oleh investor publik yang menjadi pemegang saham di MYOR, dalam hal ini jika manajemen memutuskan untuk menempatkan produk yang sukses tadi diluar perusahaan.

Meski demikian, toh MYOR tetap membukukan kinerja apik setiap tahunnya, termasuk untuk tahun 2019 ini perusahaan mentargetkan laba Rp1.9 trilyun, atau kembali naik sekitar 10% dibanding tahun 2018. Cara kerja manajemen yang tetap fokus di bidangnya (makanan dan minuman ringan), kebijakan leverage yang relatif agresif tapi tetap konservatif (utangnya agak besar untuk ukuran perusahaan consumer, tapi DER-nya masih kurang dari 1 kali), kebijakan dividen yang fair (sekitar 30 – 40% labanya setiap tahun, sehingga masih banyak sisanya untuk diinvestasikan kembali), power of brand yang kuat, hingga jaringan bisnisnya yang sudah merambah mancanegara (Grup Mayora sudah mengekspor produknya ke sekitar 50 negara di seluruh dunia), juga menjamin bahwa perusahaan akan terus tumbuh kedepannya. Posisi kas yang tidak terlalu besar, dalam hal ini Rp2.0 trilyun (dibanding asetnya senilai Rp17.7 trilyun), juga menunjukkan bahwa MYOR tidak sedang dalam posisi ‘punya duit banyak tapi gak tau mau diapain’, seperti kebanyakan perusahaan consumer goods lainnya (misalnya Sido Muncul, atau Ultrajaya), karena manajemen selalu menemukan peluang untuk ekspansi. Dalam hal ini penulis jadi ingat dengan kisah Warren Buffett yang pada taun 1972 mengakuisisi See’s Candies, sebuah perusahaan coklat legendaris di Wilayah Pantai Barat Amerika Serikat, dimana meski harga akuisisinya tampak agak mahal (PBV 3.1 kali), tapi beberapa dekade kemudian terbukti bahwa akuisisi tersebut menjadi salah satu keputusan investasi terbaik yang pernah dibuat oleh Buffett. Dan seperti halnya MYOR, See’s Candies juga memiliki keunggulan kompetitif berupa ‘power of brand’, dan kemampuan untuk berekspansi mengembangkan produk-produknya.

Oke Pak Teguh, tapi balik lagi ke pertanyaan diatas: Kenapa MYOR turun terus dari 3,000-an, setahun lalu, sampai kemarin sempat mentok di 2,100? Well, kalau anda sudah baca tulisan tentang strategi investasi di saham untuk jangka panjang, maka disitu penulis sudah sampaikan bahwa ketika ada emiten/perusahaan yang fundamental amat sangat bagus serta konsisten bertumbuh dalam jangka panjang, maka itu bukan berarti sahamnya akan naik terus setiap tahun, melainkan akan selalu ada tahun-tahun tertentu dimana sahamnya stagnan, atau bahkan turun, biasanya kalau bukan karena kinerjanya agak melambat (labanya turun, meski ekuitasnya tetap naik), maka saham tersebut sebelumnya sudah naik sangat tinggi sehingga valuasinya menjadi sangat mahal.

Nah, dalam kasus MYOR, penyebab nomer dua itulah yang terjadi. Jadi pada Agustus 2015 lalu, MYOR melakukan stocksplit dengan rasio yang sangat besar, yakni 1 : 25. Sehingga harga sahamnya, yang sebelumnya berada di level 35,000-an, menjadi tinggal 1,400-an saja. ‘Penurunan’ harga yang sangat signifikan ini otomatis menyebabkan sahamnya menjadi jauh lebih terjangkau oleh investor ritel, dimana kalau sebelumnya investor harus keluar minimal Rp3.5 juta, maka sekarang investor harus bayar Rp140,000 saja, untuk memperoleh 1 lot saham MYOR. Disisi lain, di tahun yang sama mulai gencar kampanye ‘Yuk Nabung Saham!’ (YNS) oleh BEI, yang kemudian memunculkan banyak investor ritel baru di pasar modal, dimana saham yang sering direkomendasikan oleh tim YNS di BEI untuk investasi jangka panjang salah satunya ya MYOR ini (dan juga AISA, actually). Alhasil investor berebut masuk ke saham MYOR sehingga sahamnya kemudian naik.. dan terus naik sampai tembus 3,000, dimana pada harga tersebut PBV MYOR mencapai 8 – 9 kali, atau jauh lebih tinggi dibanding sesama saham consumer lainnya seperti Indofood CBP (ICBP), Kalbe Farma (KLBF), SIDO, hingga ULTJ.

Jadi ketika MYOR kemudian pelan-pelan turun sendiri, maka dari sudut pandang value investing, penurunan tersebut memang sudah sewajarnya. Ketika analisa ini ditulis, MYOR berada di level 2,300, yang mencerminkan PER 31.8 kali, dan PBV 5.6 kali. Masih tanggung sebenarnya, karena berdasarkan pengalaman, saham-saham dengan ‘power of brand’ seperti MYOR ini masih bisa lanjut turun sampai PBV-nya kurang dari 5 kali (4 koma sekian), dan PER-nya kurang dari 25 kali, dimana barulah pada harga tersebut anda bisa masuk untuk selanjutnya hold saja selamanya. Jadi dalam kasus MYOR, best price-nya cukup jelas, yakni sekitar 2,000.

Tapi tentu, asalkan anda bisa komitmen pegang sahamnya untuk jangka panjang, maka pada harga sekarang pun boleh langsung nyicil masuk saja, dimana kalau nanti MYOR besok-besok beneran turun ke 2,000 (atau dibawahnya, who knows?), maka tinggal beli lagi saja. Kemudian, karena MYOR ini secara valuasi masih belum benar-benar murah, maka dalam beberapa bulan hingga setahunan kedepan kita nggak tahu sahamnya bakal kemana, dimana kemungkinan terburuknya bisa saja dia akan stagnan, atau lanjut turun. Tapi kalau anda bisa melihatnya dalam 5 – 10 tahun kedepan, dimana setiap kali MYOR ini turun maka anda selalu memandangnya sebagai kesempatan untuk tambah barang, then let me tell you: MYOR ini sejatinya sudah pernah dibahas di blog ini pada Mei 2010, ketika itu sahamnya berada di posisi 5,800 atau setara 232 setelah stocksplit, dan ketika itu penulis sudah katakan bahwa sahamnya memang layak untuk jangka panjang (bisa baca lagi artikelnya disini).

Dan setelah 9 tahun kemudian, berapa MYOR sekarang? Sudah di 2,300, alias memberikan keuntungan hampir 10 kali lipat, belum termasuk dividen! Nah, jadi seperti yang sudah disebut diatas, kalau anda tidak bisa komitmen untuk pegang MYOR selama 5 tahun kedepan, then forget it, cari saja saham lain. Tapi jika anda bisa komitmen, maka boleh mulai nyicil dari sekarang, dan boleh buka lagi artikel ini, sekitar tahun 2024 nanti.

PT. Mayora Indah, Tbk (MYOR)
Rating kinerja pada Kuartal II 2019: AA
Rating valuasi saham pada Rp2,300: BBB


Buku Analisa IHSG, Strategi Investasi, dan Stockpick Saham (Ebook Market Planning) edisi Agustus 2019 sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya disini. Gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio dll untuk subscriber selama masa berlangganan.

Dapatkan informasi, motivasi, dan tips-tips investasi saham melalui akun Instagram Teguh Hidayat, klik 'View on Instagram' berikut ini: Instagram

Komentar

Anonim mengatakan…
Bisnis AMDK adl bisnis yg profit marginnya sangat tipis. Memang benar bahan baku dan kemasannya sangat murah namun biaya distribusinya sangat besar. Itulah sebabnya para pemain AMDK ini hanya bisa jualan diarea yang kecil (terlokalisir).
Aldino Pratama mengatakan…
Terima kasih om sudah bahas saham favorit saya si MYOR ntar 2024 buat artikelnya lagi ya om heheheh
Untouchable Investor mengatakan…
Mantab bener pak, sebelumnya pernah baca juga yang MYOR 2010 tapi bingung karena gatau kalo sekarang MYOR udah stock split. Bener bener emang, "patience makes difference"
greenlampung mengatakan…
Trims Mas Teguh, sayang ya ga semua masuk di bawah Mayora Indah Tbk, dan biasanya kalo abis dibahas di Blog ini, sbentar lagi naik nih..., hehe...
Anonim mengatakan…
5 tahun lagi pensiun...
Cocok nih buat tabungan masa pensiun.
Anonim mengatakan…
tapi klo kita hitung premium pbvnya, nilai wajarnya setelah mos hanya di kisaran 700 rupiah kan pak? artinya harga myornya masih cukup tinggikah utk dibeli?
Anonim mengatakan…
Terima Kasih pak Teguh, sy pegang myor dgn sistem nabung saham, dan masih minus :(
Semoga kuat hold nya,,
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, maaf saya masih belajar, merek dagang MYOR semuanya terdaftar/dimiliki oleh Jogi Hendra Atmadja.
Bagaimana hubungan ini terlihat dalam laporan keuangan MYOR.
Secara entitas MYOR kan perseroan terbatas terbuka, berbeda dengan Jogi Hendra Atmadja sebagai pribadi, meski beliau adalah pemegang saham MYOR.
Maafkan kebingungan saya. Terima Kasih.
Jasa Branding Mobil mengatakan…
Sayangnya, kebanyakan saham consumer ini PBV dan PERnya sudah tinggi semua. :)
@Untouchable Investor: Pada akhirnya kinerja fundamental perusahaan akan menjadi faktor utama penentu harga sahamnya.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia