Grup Salim Masuk ke Bumi Resources (BUMI), Sektor Batubara Masih Seksi?

Ketika saya pada Juni 2020 lalu mengatakan bahwa terdapat peluang multibagger (baca: profit 100% atau lebih) dari saham-saham batubara, maka dasar pemikirannya adalah harga batubara patokan Newcastle Australia yang ketika itu sudah sangat rendah di level $52 – 57 per ton, yakni karena efek krisis ekonomi ketika itu karena pandemi Covid-19, pada akhirnya nanti akan naik lagi ketika krisis itu sendiri berakhir, dan kebutuhan energi terutama listrik kembali meningkat (dan batubara adalah bahan bakar utama pembangkit listrik). Dan jika itu terjadi maka perusahaan-perusahaan tambang batubara seperti Adaro Energy (ADRO), Bukit Asam (PTBA), hingga Indo Tambangraya Megah (ITMG) akan membukukan laba besar, dan sahamnya juga akan naik banyak.

***

Jadwal Live Webinar Investasi Saham/Value Investing, Sabtu 22 Oktober 2022, pukul 08.00 – 11.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

Namun demikian ketika itu saya menganggap bahwa harga batubara Newcastle mungkin akan naik sampai $140 atau paling tinggi $180 saja, karena itulah rekor harga tertinggi yang pernah dicapai pada booming batubara tahun 2011 dan 2018 lalu. Tapi karena terjadi sejumlah peristiwa penting seperti: 1. Perang Rusia – Ukraina, yang menyebabkan Rusia dikenakan sanksi ekonomi tapi imbasnya suplai batubara dunia menjadi anjlok, karena Rusia adalah salah satu eksportir batubara terbesar di dunia, 2. Pada tahun 2020 – 2021 lalu, sejumlah pembangkit listrik tenaga batubara di banyak negara sempat ditutup karena kebutuhan listrik anjlok (karena lockdown), dan karena ramai wacana energi terbarukan. Tapi ketika sekarang ekonomi mulai berjalan kencang pasca pandemi, sedangkan ada banyak pembangkit listrik tenaga energi terbarukan yang belum beroperasi karena belum selesai dibangun, maka pembangkit listrik tenaga batubara ini kembali diaktifkan, dan imbasnya permintaan batubara mendadak melonjak sangat tinggi.

Maka jadilah harga batubara terus saja naik sampai terakhir mencapai $400 per ton, nyaris tiga kali lebih tinggi dibanding rekor harga tertinggi sebelumnya, dan belum turun lagi meskipun harga-harga komoditas lain mulai turun seiring kenaikan suku bunga bank-bank sentral di seluruh dunia, salah satunya karena Perang Rusia – Ukraina tadi masih berlanjut, dan terjadinya krisis energi di Eropa.

Sehingga, meski dalam dua tahun terakhir ini saham-saham batubara di BEI sudah naik hingga ratusan persen, tapi dalam jangka pendek menengahnya, mereka mungkin masih bisa naik lagi. Karena berdasarkan posisi laba dan dividen mereka saat ini, maka valuasi saham PTBA dkk relatif masih murah, dimana masih ada banyak saham batubara dengan price to earning ratio (PER) kurang dari 5 kali. Dan mungkin itu juga alasan kenapa Grup Salim, salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia, beberapa waktu lalu masuk menjadi pemegang saham di Bumi Resources (BUMI) melalui mekanisme private placement, dimana mereka kemudian menjadi pemegang saham pengendali di BUMI bersama dengan pemilik sebelumnya, Grup Bakrie. Jadi sepertinya dalam pandangan Grup Salim, batubara masih menarik, tapi sudah tentu mereka tidak akan berinvestasi dengan cara membeli saham perusahaan batubara di BEI, karena mereka terlalu besar untuk itu. Melainkan, mereka akan mengakuisisi perusahaan batubara tertentu jika harganya cocok. Dan kebetulan terdapat peluang akuisisi di BUMI ini, karena perusahaannya sendiri memang sedang butuh uang tunai untuk bayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo atau bahkan PKPU. Grup Salim kemudian menyetor Rp15.3 triliun untuk menjadi pemegang 37.2% saham BUMI, atau sudah lebih besar dibanding porsi saham Grup Bakrie yakni 28.4% (sehingga meski Grup Bakrie masih belum keluar dari BUMI, tapi secara teori kendali atas perusahaan kini dipegang oleh Grup Salim).


However, Grup Salim menebus saham BUMI pada harga Rp120, atau lebih rendah dibanding harga BUMI di pasar (terakhir Rp164 per saham). Kemudian berbeda dengan perusahaan batubara lainnya yang memang membukukan laba besar seiring kenaikan harga batubara, maka kinerja BUMI sampai dengan tahun 2022 ini masih tidak cukup bagus karena masalah utang-utangnya itu tadi. Sehingga kalaupun kedepannya kinerja perusahaan akan membaik karena diperbaiki oleh owner-nya yang baru, tapi itu akan perlu waktu. Dan terakhir yang paling penting, Grup Salim masuk ke BUMI secara akuisisi/mengambil alih perusahaan, sehingga mereka tidak perlu khawatir ‘dikerjai’ oleh Grup Bakrie sebagai pemilik BUMI sebelumnya, karena mereka lah yang sekarang mengendalikan perusahaan, bisa dilihat dari posisi komisaris utama BUMI yang sekarang ditempati oleh Sharif Cicip Sutardjo, yang merupakan orang dekat Grup Salim. Tapi jika anda tidak punya uang Rp15.3 triliun, maka anda tidak bisa melakukan hal yang sama.

Jadi sebaiknya gimana? Ya kita bisa beli saham batubara yang lainnya saja. ITMG dan PTBA misalnya, dimana dengan PER hanya 3 – 4 kali, maka keduanya merupakan salah satu saham termurah di BEI saat ini. Kinerja perusahaan sampai dengan Semester I 2022 memang sangat baik dengan kenaikan laba yang luar biasa dibanding tahun sebelumnya, dan diperkirakan masih akan tetap bagus sampai setidaknya akhir tahun nanti.

Jadi jika anda sudah pegang sahamnya sejak awal, hold saja. Dan jika anda baru mau masuk, maka ingat bahwa ITMG dan PTBA akan membayar dividen jumbo pada akhir tahun 2022 dan awal 2023 nanti, dan biasanya sih sahamnya akan naik sejak jauh hari sebelumnya. Jadi, yap, masih belum terlambat jika kita baru mau masuk sekarang, karena peluangnya masih terbuka lebar.

Disclosure: Ketika artikel ini diposting, Avere Investama sedang dalam posisi memegang saham ITMG di harga beli rata-rata Rp30,133, dan PTBA di harga beli rata-rata Rp3,169. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya. Untuk melihat saham-saham lain yang juga kami pegang, baca infonya disini.

***

Jadwal Live Webinar Investasi Saham/Value Investing, Sabtu 22 Oktober 2022, pukul 08.00 – 11.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)